Forum Komunikasi Aktivis Akhlakulkarimah Indonesia (FKAAI) menggelar acara peringatan Tragedi Bom Bali I di Monumen Ground Zero, Jalan Legian, Kuta, Badung, Jumat pagi (13/10/2023).
Sekitar 30 orang yang terdiri dari penyintas korban Bom Bali dan mantan narapidana terorisme (napiter) hadir di monumen bekas Paddy's Pub itu. Mereka memberi penghormatan dengan doa dan tabur bunga untuk semua korban yang namanya tertera di tembok monumen.
"Kami ke sini untuk pengakuan dosa dan penyesalan untuk rekonsiliasi dengan penyintas. Para korban bom yang pernah terjadi di sini. Dan kami sampaikan jangan ada lagi terorisme di Indonesia," kata Pembina FKAAI Nasir Abbas di Monumen Ground Zero, Jumat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maskur (60), seorang mantan napiter, turut hadir pada acara di Monumen Ground Zero itu. Dia mengaku pernah menjalani hukuman penjara selama 15 tahun gegara meminjamkan sepeda motornya ke Imam Samudra.
"Saya sebenarnya tidak tahu (soal terorisme). Keterlibatan saya dari sepeda motor itu. Sepeda motor saya dipinjam sama Imam Samudra," kata Maskur.
Dia mengaku tak ingat kapan kali pertama mengenal Imam Samudra. Ingatannya hanya sampai beberapa waktu sebelum peledakan bom di Bali, saat dirinya bertemu dan mengenal Imam Samudra di sebuah restoran di Singaraja.
Selama mengenal Imam Samudra, Maskur tidak melihat gelagat aneh apapun pada diri pelaku bom di Batam dan di Atrium Senen, Jakarta itu. Katanya, dia sosok yang baik dan normal seperti orang pada umumnya.
Dia mengaku tak menyangka jika sepeda motornya dipakai Imam Samudra untuk melakukan aktivitas pengeboman di Bali pada Sabtu malam 2002 silam. Setelah 15 tahun mendekam di penjara, Maskur ingin menjalani sisa hidupnya untuk menjadi sosok yang lebih baik.
Selain Maskur, ada juga Adam Noor Syam. Dia juga mantan napiter dari Lapas Nusa Kambangan. Pemuda 33 tahun itu menjalani hukuman selama lima tahun di penjara paling ketat se-Indonesia itu atas kasus pengeboman di tiga pos polisi Alam Sutera, Tangerang Selatan pada 21 Desember 2016.
Adam menuturkan, dia adalah mantan anggota jaringan Bahrun Naim yang terafiliasi dengan ISIS. Dia juga mantan 'calon pengantin' yang akan beraksi pos polisi tersebut.
"Di Tangerang itu kami baru akan membuat bom. Waktu itu, kami menargetkan tiga pos polisi," kata Adam.
Selain menjadi 'calon pengantin' dirinya juga bertugas sebagai penyedia logistik. Dia yang menyiapkan makanan, minuman, peralatan dan bahan kimia untuk meracik bom.
Beruntung, Densus 88 keburu menciduknya sebelum sempat beraksi. Beda nasib, tiga rekan sejawatnya Omen, Irwan, dan Helmi yang tewas ditembak polisi karena melawan saat akan digerebek.
"Empat orang (yang digerebek polisi) termasuk saya. Tapi, saya (digerebek polisi) di tempat yang berbeda. Tiga orang lain ditembak mati," katanya.
Adam menuturkan dirinya terpapar paham radikal bukan dari orang lain. Melainkan, karena terlalu banyak menonton konten-konten jihad di Facebook.
Dia mengaku terpapar oleh konten ISIS yang saat itu sedang berada di puncak popularitas.
"Saat itu, ISIS propagandanya, Masyaallah. Luar biasa gitu," tutur pemuda asli Tangerang itu.
Beruntung polisi segera meringkusnya. Dan selama menjalani hidup di penjara, Adam sering meratapi kesalahannya. Dia di penjara seorang diri di blok sel risiko tinggi atau high risk.
Kini, Adam sudah menjalani kehidupan normal di tengah masyarakat. Dirinya mengaku tidak mendapat stigma negatif dari orang-orang di sekitar meski pernah terlibat di dalam jaringan teroris.
(hsa/gsp)