Tragedi Bom Bali I, 12 Oktober 2002, telah 21 tahun berlalu. Keluarga, teman, hingga kerabat korban bom dan warga desa adat Kuta menghadiri acara peringatan tragedi itu di Monumen Ground Zero, Jalan Legian, Kuta, Badung, Kamis petang (12/10/2023).
Ada doa bersama, penampilan seni tari, dan musik selama acara yang bertajuk "Transforming Suffering Into Blessing" itu. Puncak acaranya, para tamu yang hadir dipersilahkan menyalakan lilin, berdoa, dan menabur bunga ke kolam di depan tembok bertuliskan nama para korban.
Banyak dari mereka yang datang khusus untuk mengenang keluarga atau sahabat yang tewas terkena bom racikan Ali Imron, yang meledak di Paddy's Pub dan Sari Club.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada juga seorang warga negara Belanda bernama Hellen Lusche yang hadir pada acara tersebut. Dia turut menaburkan bunga ke kolam untuk memberikan penghormatan kepada korban dan sebagai ungkapan syukur.
"Kami ke sini sebagai tanda hormat (kepada semua korban bom Bali)," kata Hellen.
Hellen menuturkan, saat pagi sebelum kejadian, dia berada di Bali. Dia mengaku sudah tinggal lama di Bali. Lalu, dia mencoba mengingat-ingat peristiwa berdarah yang hampir saja dialaminya.
Dia mengaku lupa pukul berapa, tapi sempat ingin masuk dan bersantai di Paddy's Pub. Entah kesialan atau keberuntungan, seorang petugas keamanan Paddy's Pub menolaknya masuk ke tempat itu.
Katanya, orang asing yang ingin berkunjung ke Paddy's Pub, wajib membayar 15 Euro. Hellen merasa harga yang harus dibayar itu terlalu mahal.
Merasa tidak sepadan kalau membayar sejumlah uang itu hanya untuk masuk, Hellen lalu mengurungkan niatnya bersenang-senang di Paddy's Pub. Tak lama setelah dia beranjak dari sana, bom meledak di Paddy's Pub.
"Saya waktu itu mau masuk ke Paddy's. Tapi dilarang. Sekuriti yang melarang (yang tidak memperbolehkannya masuk). Dia bilang orang asing harus bayar banyak. Bayar 15 Euro untuk masuk (ke Paddy's Pub)," kata perempuan yang mengaku berdarah Indonesia itu.
Kini, dia bisa bersyukur karena terhindar dari musibah itu. Meski dirinya tidak ditakdirkan jadi korban Bom Bali, Hellen mengaku ikut sedih jika teringat saat tragedi kemanusiaan itu terjadi. Dia menyampaikan bela sungkawa kepada semua keluarga korban, khususnya warga Belanda.
Selain Hellen, ada juga Putu Linda Wijayanti yang turut hadir dalam acara peringatan 21 tahun bom Bali. Sama seperti yang lain, dia juga berdoa dan menabur bunga di kolam di depan monumen.
Dia berdoa untuk ayahnya yang tewas terkena ledakan hebat di Paddy's Pub. Sejenak dia memandang nama ayahnya, Ni Ketut Nana Wijaya, yang terukir nomor 32 di dinding monumen itu.
Linda menuturkan, ayahnya adalah pengemudi taksi yang sedang menunggu tamu di depan Paddy's Pub dengan mengendarai mobil pribadi pada Sabtu malam itu.
Sebelum berangkat bekerja mengantar tamu, ayahnya sempat berbincang dengannya. Gadis asal Denpasar itu mendengarkan curahan hati sang ayah yang kebingungan memenuhi kebutuhan sehari-hari jika tidak bekerja.
Dirinya yang saat itu masih berusia tujuh tahun belum memahami kenapa ayahnya yang sejatinya sedang libur, malah memilih untuk bekerja mengantar tamu.
"Sebelum (ayahnya) berangkat kerja, bapak bilang 'Kalau bapak meninggal, di mana nyari uangnya. Ya, namanya saya masih kecil, (jawab saja) di dompet bapak," kata Linda.
Hari itu, dirinya tak menyangka bahwa saat itulah kali terakhir melihat ayahnya. Setelah insiden ledakan di Paddy's Pub, Linda mengaku berusaha sekuat tenaga mencari keberadaan ayahnya.
Tiga bulan susah payah mencari, tidak berakhir sia-sia. Linda mengaku pencarian jenazah ayahnya mendapat bantuan salah seorang dokter forensik asal Australia. Dokter forensik itu yang membantunya menemukan jenazah ayahnya yang sudah hancur, dengan tes DNA.
"Setelah tiga bulan, baru ketemu jasad almarhum. Kondisi (jenazah) bapak yang paling sedikit. (Kondisi jenazah) bapak yang paling hancur (diantara korban lain)," tuturnya.
Sudah 21 tahun berlalu, kini Linda mencoba tabah dan legawa atas kepergian bapaknya akibat ledakan bom. "Ya, mungkin sudah jalannya. Namanya manusia, (hidup mati) kita kan nggak tahu," katanya.
Selain warga Kuta, penyintas, dan keluarga korban, acara peringatan bom Bali itu juga dihadiri sejumlah pejabat dan perwakilan dari Konsulat Jenderal Australia serta Britania Raya. Ada PJ Gubernur Bali Made Mahendra Jaya, Kapolda Bali Irjen Ida Bagus Kade Putra Narendra, Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel, dan Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo yang hadir dan memberikan penghormatan kepada para korban bom.
(dpw/dpw)