12 Oktober 2002 merupakan hari kelam bagi masyarakat Bali. Terjadi tiga pengeboman dengan kekuatan dahsyat hingga merenggut nyawa 202 orang dan ratusan korban luka.
Dua bom pertama meledak di dua tempat hiburan di Jalan Legian, Kuta, Bali. Tempat hiburan tersebut yakni Paddy's Pub dan Sari Club. Satu bom meledak di dekat Kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat, Renon, Denpasar.
Dalang dari tragedi memilukan ini adalah empat orang bersaudara. Keempat tersangka tersebut telah divonis hukuman mati maupun hukuman seumur hidup. Berikut merupakan profil hingga hukuman dari 4 pelaku tragedi bom Bali I.
1. Ali Imron
![]() |
Ali Imron merupakan adik dari pelaku bom Bali I lainnya, yakni Amrozi dan Mukhlas. Mereka merupakan alumni Akademi Militer Mujahidin Afghanistan yang tugasnya melawan gerakan komunis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peran di Bom Bali I
Ali Imron merupakan salah satu pelaku kasus bom Bali I. Peran Ali cukup vital di kasus ini, yaitu koordinator lapangan (korlap), perakit bom, survei, dan juga orang yang membawa mobil berisi bom ke Paddy's Pub. Ali Imron merupakan orang yang pertama kali melakukan teror bom di Indonesia.
Penangkapan
Mantan jihadis Afghanistan, Filipina, Ambon, dan Poso ini ditangkap pada 13 Januari 2003 di Pulau Berukang, Samarinda, Kalimantan Timur saat diduga hendak melarikan diri ke Malaysia. Ali akhirnya mengaku sebagai pemilik senjata di hutan Dadapan, Solokuro, Lamongan.
Penyesalan Ali Imron akhirnya membuatnya membantu polisi menemukan tersangka terorisme lainnya, yakni Organisasi Jemaah Islamiyah (JI). Pimpinan organisasi ini akhirnya ditangkap satu per satu oleh pihak kepolisian.
Hukuman dan Kondisi Saat Ini
Ali Imron, mendapatkan hukuman penjara seumur hidup. Dia saat ini mendekam di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya. Berbeda dengan pelaku lainnya, Ali tidak mendapatkan hukuman mati karena menyesal dan menjadi justice collaborator.
Pada 18 September 2003, majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar memvonis Ali penjara seumur hidup setelah sebelumnya jaksa menuntutnya 20 tahun penjara. Salah satu pelaku Bom Bali ini seharusnya ditahan di Lapas Cipinang dan saat ini ia aktif dalam program deradikalisasi.
Program Deradikalisasi merupakan upaya menetralkan pemikiran orang-orang yang sudah terkapar dengan radikalisme. Ali juga mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian di Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur dan dikelola oleh adiknya, Ali Fauzi. Yayasan ini merupakan tempat berkumpul mantan-mantan narapidana teroris (napiter), alumni Afghanistan, Filipina Selatan, mantan kombatan konflik Ambon dan Poso yang sepakat melakukan deradikalisasi.
2. Amrozi bin H Nurhasyim
![]() |
Pelaku lainnya dari tragedi bom Bali I adalah Amrozi bin H Nurhasyim yang lahir pada 5 Juli 1962. Amrozi merupakan anak dari Tariyem dan Nur Hasyim. Salah satu pelaku inti bom Bali ini mengaku motifnya melakukan tindakan ini adalah membela umat Islam di seluruh Indonesia.
Peran di Bom Bali I
Amrozi pada saat itu bertugas sebagai pembeli bahan peledak dan mobil L-300 untuk membawa alat-alat pengeboman. Bahan kimia yang digunakan oleh Amrozi dan komplotannya dibeli di Toko Tidar Kimia milik Silvester Tendean, Surabaya.
Pembelian bahan kimia ini dilakukan beberapa hari sebelum tragedi dan dikirim ke Bali menggunakan jasa bus penumpang umum Surabaya ke Ubung, Denpasar dalam empat kali pengiriman. Mobil L-300 yang dibeli juga dikirim ke Bali pada 12 Oktober 2002 dan diterima oleh Irman Samudra yang saat itu bertugas sebagai korlap.
Penangkapan
Amrozi ditangkap pada 5 November 2002, sekitar 1 bulan setelah tragedi bom Bali di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur, saat baru bangun tidur.
Hukuman
Persidangan salah satu pelaku ini dimulai tepatnya 12 Mei 2003 hingga 7 Juli 2003. Persidangan panjang ini memutuskan Amrozi divonis bersalah dan dihukum mati oleh Pengadilan Kerobokan, Denpasar, Bali.
Murid dari Abu Bakar Ba'asyir ini sempat menghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kerobokan sebelum dipindahkan ke LP Nusaakambangan, Jawa Tengah, bersama Iman Samudra dan Mukhlas. Pemindahan ini dilakukan pada 11 Oktober 2005.
Hukuman mati yang diterima Amrozi dijalankan pada 9 November 2008 sekitar pukul 00.15 WIB. Eksekusi ini dilakukan oleh tim eksekutor Kejaksaan Agung pada 9 November 2008.
Saat eksekusi dilakukan, pria kelahiran 1962 itu meminta agar bisa melihat secara langsung peluru panas yang akan menghantam jantungnya. Amrozi juga membaca takbir saat dimasukkan ke dalam mobil menjelang eksekusi sekitar pukul 00.15 WIB.
3. Imam Samudra (Abdul Aziz)
![]() |
Pelaku bom Bali I ketiga adalah Imam Samudra alias Abdul Aziz. Pria kelahiran Lopang, Serang, Serang, Banten, pada 14 Januari 1969 ini merupakan anak ke-8 dari 11 bersaudara.
Abdul Aziz, lulusan Madrasah Aliyah Negeri ini merupakan anak dari pasangan Sihabuddin dan Embay Badriani. Aziz sempat pergi ke Afganistan selama 2,5 tahun pada 1990 untuk melawan pasukan asing bersama dengan timnya.
Peran di Bom Bali I
Imam Samudra dikatakan sebagai aktor intelektual dalam tragedi bom Bali I oleh pelaku lainnya, Amrozi. Ia bertugas sebagai koordinator yang membagikan tugas kepada masing-masing orang untuk pengeboman.
Selama tinggal di Malaysia dan Afghanistan, Aziz diduga belajar soal senjata api dan bom. Pria yang dikenal sebagai salah satu pendiri JI ini memiliki banyak nama samaran dan terlibat dalam beberapa kasus teror pengeboman.
Penangkapan
Imam Samudra ditangkap pada 26 November 2002 di sebuah bus di Pelabuhan Merak, Jawa Barat, dan dibawa ke Bali untuk menjalani pemeriksaan dua hari setelahnya.
Hukuman
Imam Samudra mulai diadili pada 2 Juni 2003 di Gedung Nari Graha, Renon, Denpasar dan dituntut hukuman mati pada 28 Juli 2003. Imam Samudra kemudian divonis mati pada 10 September 2003 di Nusakambangan. Eksekusi mati Imam berbarengan dengan dua pelaku lainnya, yakni Amrozi dan Mukhlas pada 9 November 2008.
4. Ali Gufron (Mukhlas)
![]() |
Ali Gufron alias Mukhlas merupakan pelaku teror bom Bali I sekaligus kakak dari Amrozi. Pria kelahiran Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur, ini merupakan anak kelima dari pasangan H Nurhasyim dan Tariyem.
Kakak Amrozi ini pernah menjadi guru di Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Pesantren ini didirikan oleh Ustaz Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar.
Kemampuan pria yang sempat menjadi mahasiswa Universitas Islam Surakarta itu terletak dalam bahasa yang mana ia fasih berbahasa Inggris dan Arab.
Pada tahun 1989, Mukhlas tinggal di Malaysia untuk bekerja sebagai buruh di Ulu Tiram, Johor dan mendirikan Pondok Pesantren. Kakak Amrozi ini mengaku sebagai mantaqi ula di JI menggantikan Hambali dan terlibat dalam beberapa peledakan bom di Indonesia tahun 2001.
Peran di Bom Bali I
Mukhlas bertugas sebagai pencari dana pengeboman, tepatnya untuk membuat bom.
Penangkapan
Mukhlas ditangkap di rumah Najib, Dukuh Mlandangan, Tulung, Klaten, Jawa Tengah, pada 3 Desember 2003 sekitar pukul 23.00 WIB saat tertidur di kamar tengah. Perlawanan sempat dilakukan Mukhlas kepada polisi, tetapi kakak Amrozi ini berhasil ditaklukkan.
Hukuman
Mukhlas divonis mati oleh hakim bersama sang adik dan juga Imam Samudra. Menjelang eksekusi mati, Mukhlas menitipkan surat kepada anggota Tim Pembela Muslim (TPM), Ahmad Kholik, yang saat itu menjenguknya.
Surat tersebut berisikan tulisan "Wahai saudaraku kaum Muslimin. Ingat dan ketahuilah bahwasanya eksekusi mati terhadap seorang muslim karena Islamnya, karena imannya, dan terhadap mujahid karena jihadnya, adalah perbuatan kriminal yang maha jahat."
Mukhlas divonis mati pada 2 Oktober 2003. Eksekusi mati dilakukan pada 9 November 2008 di Nusakambangan. Mukhlas bersama kedua rekannya meminta agar mata mereka tidak ditutup agar bisa melihat peluru panas menuju jantungnya.
Artikel ini ditulis oleh Ni Kadek Restu Tresnawati peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(nor/dpw)