Pasal Zina KUHP Berujung Galau Pelaku Pariwisata di Bali-Labuan Bajo

Round Up

Pasal Zina KUHP Berujung Galau Pelaku Pariwisata di Bali-Labuan Bajo

Tim detikBali - detikBali
Jumat, 09 Des 2022 07:08 WIB
Wisatawan menikmati pemandangan objek wisata Ulun Danu Beratan saat berkunjung di Tabanan, Bali, Kamis (4/8/2022). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali pada bulan Juni 2022 meningkat 57,10 persen yakni sebanyak 181.625 orang dibandingkan bulan Mei yang tercatat 115.611 orang, dan kedatangan wisman ke Bali didominasi wisatawan asal Australia. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/foc.
Wisatawan menikmati pemandangan objek wisata Ulun Danu Beratan saat berkunjung di Tabanan, Bali. (Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)
Bali -

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan oleh DPR RI menuai pro kontra di masyarakat. Kegalauan juga muncul dari para pelaku pariwisata di Bali dan Labuan Bajo, NTT.

Pasal tentang perzinaan dan kohabitasi sebagaimana diatur dalam KUHP yang baru dianggap memicu pembatalan kunjungan wisatawan asing ke Bali maupun Labuan Bajo. Para pelaku pariwisata khawatir, wisatawan asing menjadi enggan menginap maupun berbagi kamar hotel dengan pasangan lantaran takut dipidana.

Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Manggarai Barat, Ignasius Suradin, membenarkan adanya sejumlah wisatawan asing yang langsung membatalkan rencana liburannya ke Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Menurutnya, wisatawan mancanegara (wisman) itu menyampaikan kekhwatiran mereka setelah pengesahan KUHP tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada pembatalan wisman ke Labuan Bajo," ungkap Suradin, di Labuan Bajo, Kamis (8/12/2022).

KUHP baru itu antara lain mengatur hukuman pidana bagi mereka yang dilaporkan berhubungan seks atau hidup bersama tanpa ikatan perkawinan. Inilah yang dikhawatirkan membuat wisatawan asing tidak bisa berbagi kamar hotel dengan pasangannya. Suradin bahkan menyebut KUHP baru itu sebagai bencana bagi industri pariwisata.

ADVERTISEMENT

"Ini memang bencana. Saya sudah dikontak oleh beberapa calon wisatawan yang berencana liburan ke Indonesia. Mereka khawatir dengan KUHP baru itu. Tentu ada pembatalan dan sekaligus banyak pertanyaan dari mereka terkait KUHP ini,"imbuhnya.

Riak kegalauan juga datang dari para pelaku pariwisata di Pulau Dewata. Para pelaku pariwisata di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, mengaku was-was dengan adanya pasal zina di KUHP yang baru.

"Ya saya dengar itu dari teman-teman di sini. Ada kekhawatiran tamu asing," kata Ketua Himpunan Penggiat Pariwisata Nusa Penida (HPPNP) Putu Gede Suka Widana kepada detikBali, Kamis (8/12/2022) petang.

Suka Widana memahami penerapan pasal zina yang dituangkan dalam KUHP baru ini sebetulnya tidak masuk ke ranah privasi seseorang, kecuali dilaporkan. Meski begitu, banyak di antara wisatawan yang merasa khawatir karena belum mendapat informasi jelas mengenai penerapan pasal tersebut.

Para wisatawan asing, kata Suka Widana, berasumsi jika berlibur ke Bali dengan mengajak pasangan yang belum sah berpotensi terjerat hukum. "Saya ada teman dari Holland. Mereka mengaku begitu dan mereka khawatir," ungkapnya.

Isu Pembatalan Penerbangan Internasional ke Bali

Aturan baru KUHP itu ternyata juga menjadi sorotan media-media internasional. Sebelumnya, pemerintah Australia menyebut bahwa pihaknya sedang mencari informasi lebih lanjut tentang langkah Indonesia untuk mengkriminalisasi seks di luar nikah. Belakangan, beredar isu banyaknya turis Australia yang membatalkan penerbangan ke Bali usai KUHP tentang larangan hubungan seksual sebelum menikah disahkan.

General Manager Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali Handy Heryudhitiawan buka suara terkait pemberitaan media asing itu. Menurutnya, hingga saat ini tidak ada pembatalan penerbangan dari Australia ke Bali.

"Terkait penurunan penerbangan internasional ke Bali, khususnya dari Australia, karena adanya larangan hubungan seksual sebelum pernikahan sesuai dengan KUHP, dapat kami sampaikan bahwa sampai saat ini, kami tidak menerima informasi terkait pembatalan penerbangan tersebut," ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima detikBali, Kamis (8/12/2022).

Menurut Handy, sampai saat ini seluruh penerbangan internasional baik dari dan ke Bali berjalan normal sesuai jadwal. "Untuk informasi kepastian pembatalan penerbangan, atas adanya larangan hubungan seksual sebelum pernikahan sesuai KUHP, dapat dikonfirmasi langsung kepada maskapai yang melayani penerbangan internasional," imbuhnya.

Terpisah, Sekretaris Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (DPD Asita) Bali I Nyoman Subrata juga menyebut belum ada pembatalan kunjungan wisatawan asing pascapengesahan pasal zina di KUHP. Menurutnya, kunjungan wisatawan asing ke Bali dari awal Desember hingga 25 Desember menurun memang terjadi setiap tahunnya.

"Penurunan wisatawan karena sebagian besar wisatawan asing akan pulang ke negaranya untuk merayakan Natal. Setelah tanggal 25 hingga tahun baru biasanya akan membludak," kata Subrata, Kamis (8/12/2022) malam.

Baca selengkapnya di halaman berikutnya.

Dorong Pemerintah Sosialisasikan KUHP

Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (DPD Asita) Bali mendorong pemerintah agar segera merilis informasi lengkap terkait pasal zina dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. Hal itu menyusul dengan banyaknya pertanyaan dari calon wisatawan asing seputar pasal dalam RKUHP baru.

"Sudah ada banyak partner kami yang bertanya dan teman-teman Asita juga sudah menjelaskan. Tapi, lagi-lagi kalau rilisnya tidak dilakukan pemerintah maka mereka juga akan tetap mempertanyakan. Ketika rilis dikeluarkan Pemerintah, maka itu menjadi kekuatan kami untuk menyampaikan kepada partner kami dan mereka pasti akan percaya," kata Sekertaris Asita Bali, I Nyoman Subrata.

Subrata menyebutkan, sejumlah wisatawan asing yang mempertanyakan soal pasal zina tersebut berasal dari berbagai belahan negara seperti Asia, Timur Tengah, dan lainnya. Menurutnya, penurunan kunjungan wisatawan tidak akan terjadi jika pemerintah dan stakeholder pariwisata mampu menjelaskan maksud pasal zina dengan narasi yang benar dan jelas kepada calon wisatawan.

"Di situ kuncinya, di satu sisi pasal KUHP ini sudah disahkan dan akan berlaku 3 tahun lagi sehingga perlu sosialisasi. Tapi, di sisi lain wisatawan kan ingin mendapatkan satu penjelasan informasi, kepastian, keselamatan dan kenyamanan mereka saat berlibur. Ini yang penting dan harus disampaikan," kata Subrata.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Badung I Nyoman Rudiarta mengatakan para turis asing tidak perlu khawatir untuk berwisata di Bali. Ia menegaskan tidak akan ada sweeping atau tindakan hukum terhadap turis akibat disahkannya KUHP baru.

"Seluruh wisatawan yang sudah ada saat ini dan calon wisatawan yang ingin berwisata ke Bali, tidak perlu merasa khawatir karena semua wisatawan akan tetap diperlakukan seperti biasa seperti yang diberlakukan sebelumnya," tegas Rudiarta, Kamis (8/12/2022) malam.

Mantan Camat Kuta ini menjelaskan, Pasal 415 dan 416 KUHP yang baru disahkan mengandung delik aduan. Menurutnya, tindakan pidana bisa diberlakukan jika ada pihak yang melaporkannya.

"Jadi tindakan pidana hanya berlaku, jika ada pihak yang melaporkan, dan itupun tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang," ungkap Rudiarta.

"Seluruh wisatawan akan tetap aman dan nyaman, saat menikmati liburannya," pungkasnya.

Pasal Zina di KUHP Baru

Dilansir dari detikNews, KUHP baru meluaskan pasal-pasal yang belum diatur dalam KUHP buatan Belanda sebelumnya. Salah satunya soal pasangan kumpul kebo dan zina.

"Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," demikian bunyi pasal 412 ayat 1 KUHP baru yang dikutip detikcom.

Lantas, bisakah sembarangan orang menggerebek pasangan kumpul kebo? Jawabannya tidak!

Menurut Pasal 412 ayat 2, yang bisa mengadukan adalah suami/istri atau orang tua.

Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau

b. orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Halaman 2 dari 2
(iws/dpra)

Hide Ads