Itung-itungan Peluang Niluh Djelantik Maju DPD Versi Pengamat Politik

Itung-itungan Peluang Niluh Djelantik Maju DPD Versi Pengamat Politik

Chairul Amri Simabur - detikBali
Sabtu, 29 Okt 2022 22:52 WIB
Politisi dan desainer asal Bali.
Niluh Djelantik. Foto: (Instagram/ Ni Luh Djelantik)
Denpasar - Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) I Nyoman Subanda, menyebutkan kontestasi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan medan sengit dalam tiap Pemilu di Bali. Selain dari sisi persyaratannya, alokasi kursi yang tersedia di Senayan juga terbatas yakni hanya empat kursi.

"Dalam percaturan DPD selalu sengit kalau di Bali. Sengit sekali," sebut Subanda, Sabtu (29/10/2022), saat disinggung soal rencana Niluh Djelantik maju ke DPD dan potensi perolehan suara NasDem yang ditinggalkan Niluh Djelantik pada Pemilu 2024 mendatang.

Bila berkaca pada hasil Pemilu 2019 lalu, tidak menutup kemungkinan keterwakilan pemilih di Bali pada DPD justru bisa diperoleh orang yang bukan dari Bali. Penyebabnya katanya, lantaran pemilih di Bali bersifat heterogen atau beragam.

"Karena (pemilih) di Bali mulai heterogen," sambungnya.

Menurutnya, orang yang bisa menjadi anggota DPD cenderung memiliki basis massa yang jelas dan berafiliasi dengan salah satu partai. Ia mengambil contoh Made Mangku Pastika yang dalam Pemilu 2019 terpilih sebagai anggota DPD.

"Selain karena mantan gubernur, dia punya basis massa yang kuat. Modal itu sudah ada. Investasi politiknya sudah ada dan terbangun ketika jadi gubernur," ujarnya mengilustrasikan.

Demikian halnya dengan Anak Agung Gde Agung. Menurutnya, mantan Bupati Badung itu memiliki afiliasi dengan Nyoman Giri Prasta yang kini menjadi Bupati Badung.

"Sehingga basis massa Badung bulat dan tumpah ke Gde Agung," sebutnya.

Belum lagi dengan Arya Wedakarna yang populer di kalangan anak muda dan telah berulang kali sukses sebagai anggota DPD. Begitu juga dengan Haji Bambang yang tidak diduga-duga memperoleh posisi sebagai anggota DPD dari Bali.

"Kita tidak tahu siapa-siapa yang akan jadi (calon) DPD lagi. Apakah masih orang-orang ini. Karena saya juga melihat ada sejumlah partai yang sudah memetakan orang-orang untuk duduk di DPD. Ada partai yang memetakan orang-orang Bali utara. Siapa di Bali tengah dan Bali selatan siapa. Saya sudah dengar itu," sebutnya.

Menurutnya, meski kiprah DPD tidak sepopuler DPR, nyatanya kontestasi yang ada setiap lima tahun sekali selalu sengit.

"Kontestasinya itu adu nasib. Malah ada yang memutuskan untuk langsung DPD. Dengan kuota kursi (DPD dari Bali) hanya empat. Sengit sekali," ujar Subanda yang juga Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora.

Ini belum lagi dengan tidak ada larangan bila calon tersebut merupakan orang partai. Sehingga peluang bagi partai politik untuk menempatkan kadernya di DPD juga terbuka lebar.

"Apalagi orang partai boleh. Tidak haram mengusung kadernya ke DPD. Tidak haram menyatakan diri didukung partai," jelasnya.

Dalam kaitannya dengan dorongan kepada Niluh Djelantik agar maju pada kontestasi DPD, peluangnya juga belum tentu besar. Subanda memberikan pilihan Niluh Djelantik untuk menggandeng sejumlah kelompok atau komunitas untuk memperoleh suara.

"Kalau dia masih bermain sendiri peluangnya juga tidak besar. Mungkin tidak ke partai, tapi (harus) ke sejumlah kelompok tertentu yang dalam istilah politiknya interest group. Seperti gerakan perempuan, komunitas pengusaha, organisasi petani, atau kelompok-kelompok lainnya," pungkas Subanda.




(nor/hsa)

Hide Ads