Mantan politisi Partai Golkar Denpasar yang sekarang menjadi pengurus Partai Perindo Bali Anak Agung Gede Agung Aryawan menepis jawaban Bendesa Adat Intaran soal standar ganda penolakan terminal khusus (tersus) gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG). Gung De menyebut bahwa jawaban Bendesa Adat Intaran keliru.
"Iyaa (jawaban Bendesa Adat Intaran) artinya keliru, kita ini bicara data jangan bicara narasi opini ruang publik," kata Gung De dalam sambungan telepon kepada detikBali, Minggu (10/7/2022).
Sebelumnya, Gung De menyebut Walhi Bali dan masyarakat Desa Adat Intaran mempunyai standar ganda dalam menilai terminal LNG, Embung Sanur serta beberapa proyek lainnya. Menurutnya, Walhi Bali dan Desa Adat Intaran menolak terminal LNG di mangrove tetapi tidak bersikap ketika pembangunan Embung Sanur yang juga menyebabkan alih fungsi lahan Tahura Ngurah Rai seluas 2,3 hektar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Bandesa Desa Adat Intaran I Gusti Agung Alit Kencana kemudian menjawab tudingan aksi penolakan lokasi terminal LNG di kawasan mangrove berstandar ganda tersebut. Alit Kencana mengungkapkan, proyek Embung Sanur dengan terminal LNG berbeda jauh dan tidak bisa disamakan.
"Inggih, sama sekali tidak bisa disamakan. Karena jauh sekali perbedaannya," kata Alit Kencana saat dikonfirmasi detikBali melalui aplikasi pesan singkat, Sabtu (9/7/2022).
Alit Kencana menegaskan, Embung Sanur memang dibangun di tanah Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai. Namun di sana tidak ada satupun tanaman mangrove.
"Di sana ada tanaman pisang dan sisanya tanah kosong, dan juga nika berada di sebelah utara jalan. Tidak bisa disamakan dengan areal yang akan dipakai terminal LNG," tegasnya.
Gung De pun membantah jawaban dari Bendesa Adat Intaran tersebut. Menurutnya proyek Embung Sanur juga membabat pohon mangrove, namun dengan jenis yang berbeda.
"Ada pohon mangrove (yang dibabat di proyek Embung Sanur) dan jenisnya kan berbeda di sana. Di sana kan (jenis) jeruju sama kerakas namanya dan paku. Mangrove itu kan kan jenis-jenisnya paku macam-macam di Bali. Nggak hanya mangrove yang lindur itu. Mangrove itu kan macam-macam," tegasnya.
"Kita ngomongnya pakai foto, data. Jero bendesa punya foto existing enggak. Kalau mau adu data ya keluarin foto existingnya ketika proyek Embung Sanur itu dimulai," imbuhnya.
Gung De menegaskan, bahwa persoalan ini bukan masalah antara setuju dan tidak setuju dengan proyek terminal LNG di kawasan mangrove. Namun dirinya meminta kepada Walhi Bali dan Desa Adat Intaran untuk bersikap konsisten kepada masyarakat dalam urusan menjaga mangrove.
"Belajar lah konsisten kepada masyarakat. Kalau memang sayang mangrove ya rawat itu mangrove itu (proyek Embung Sanur) juga. Kemudian kalau tidak boleh dibabat ya sudah tutup saja semua IPAL DPSP, TPA Suwung," ujarnya.
"Kita ini bolehlah menolak, boleh, nggak masalah, tapi konsisten. Publik itu ingin konsisten. Saya tidak ada kepentingan. Cuma saya tidak suka, tidak senang Bali ini dipakai ajang-ajang para aktivis, tokoh mencari sensasi, popularitas dengan hal-hal yang tidak berdasarkan data fakta," paparnya.
(nor/nor)