Panbers merupakan salah satu jawara pop di tahun 1970-an. Uniknya, perjalanan grup band ini melewati tiga kota dengan nama berbeda.
Tiga kota yang dimaksud yakni Palembang, Surabaya dan Jakarta. Sebab, para personel awal Panbers yang merupakan empat kakak beradik, melewati masa kecil dengan berpindah-pindah menyesuaikan penugasan sang ayah sebagai bankir.
Empat kakak beradik tersebut merupakan putra Drs. J.M.M. Pandjaitan, S.H dan Bosani S.O. Sitompul. Mereka yakni Hans Panjaitan yang lahir 24 Januari 1945 di Garut, Benny Panjaitan yang lahir 14 September 1947 di Tapanuli Utara, Doan Panjaitan yang lahir 15 Januari 1949 di Tapanuli Tengah, dan Asido Panjaitan lahir 1 Februari 1950 di Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam bermusik, Benny pada vokal dan gitar, Hans pada gitar, Doan pada bass, serta Asido pada drum. Cikal bakal band tersebut sudah terbentuk saat mereka masih bocah, di Palembang.
Di Palembang
Para personel Panbers memiliki orang tua yang terbilang akrab dengan musik. Ibu mereka mahir bermain piano. Sedangkan sang ayah senang main biola.
Di era 1950-an, kemunculan Koes Bersaudara menginspirasi banyak orang. Termasuk Benny dan tiga saudara kandungnya.
Mereka yang masih bocah kemudian membentuk band yang diberi nama Tumba Band. Nama itu diambil dari Bahasa Batak yang artinya irama menari.
Aktivitas mereka bermain musik mendapat dukungan penuh dari sang ayah. Yang penting mereka tidak sampai meninggalkan sekolah.
Setelah belasan tahun hidup di Palembang, sang ayah membawa mereka yang sudah remaja pindah ke Surabaya pada 1959. Di Kota Pahlawan, semangat bermusik Benny dan saudara-saudaranya semakin membara.
Di Surabaya
Sebelum Surabaya disebut-sebut sebagai barometer musik rock, lahir salah satu grup yang kemudian menjadi band pop besar di era 1970-an. Band tersebut yakni Panjaitan Bersaudara.
Band bocah yang dirintis di Palembang itu berubah menjadi band remaja di Kota Pahlawan. Panjaitan Bersaudara berarti kakak-beradik Keluarga Panjaitan.
Di Surabaya, mereka bermain dari panggung ke panggung, dari pesta ke pesta. Namun mereka masih menyanyikan lagu orang, termasuk lagu Batak. Tapi mereka belum membuat karya sendiri. Mereka baru menelurkan banyak karya saat di Jakarta.
![]() |
Di Jakarta
Setelah sekitar satu dekade di Surbaya, sang ayah mendapat mutasi kerja ke Jakarta. Waktu itu Hans dan Benny sudah tamat SMA, sementara kedua adiknya masih SMA.
Di ibu kota, mereka mulai serius untuk berkarier sebagai musisi. Pada 25 Januari 1969, nama Panjaitan Bersaudara secara resmi disingkat menjadi Panbers.
Panbers mulai dikenal setelah mengisi pesta sekolah dan anak muda. Mereka juga mulai menciptakan lagu. Salah satunya lagu Akhir Cinta.
Duel Jawara Pop 1970-an
Dalam buku 100 Konser Musik di Indonesia karya Anas Syahrul Alimi dan Muhidin M Dahlan, Panbers memposisikan Koes Plus sebagai role model. Sama seperti mereka memposisikan The Beatles.
Namun pada 30 Juni 1972, Panbers dan Koes Plus pernah 'berduel' di panggung. Duel itu disebut sebagai pertandingan tak resmi yang digagas Panbers.
Istora Senayan menjadi arena 'pertarungan' dua band pop papan atas waktu itu. Dari penampilan keduanya di panggung, muncul spekulasi bahwa Koes Plus lebih memenangkan hati penonton.
Lagu-lagu tua Koes Plus menjadi strategi jitu untuk mengajak para penonton bernyanyi bersama. Sementara Panbers, di panggung tersebut dianggap gagal membaca selera penonton yang menginginkan lagu-lagu manis. Sementara Benny dan saudara-saudaranya tampil dengan banyak lagu bernuansa rock.
Dalam perayaan tahun baru 1973, Panbers dan Koes Plus kembali bertemu di Istora Senayan. Panggung kala itu bertajuk Jambore Safari.
Ada sederet lagu Panbers yang masuk dalam buku Chord Lagu-lagu Sweet Memories yang disusun Gugun Gunawan. Lagu-lagu Panbers tersebut seperti Terlambat Sudah, Gereja Tua, Musafir, dan Hidup Terkekang.
(sun/des)