Bens Leo tutup usia pada 2021. Sekitar empat tahun sebelum berpulang, Bens yang semasa hidupnya dikenal sebagai jurnalis musik, pernah berkisah tentang pengalamannya mengikuti tur Panbers.
Tur konser yang Bens ikuti berlangsung pada tahun 1970-an. Seperti yang ia tuturkan pada ANTARA News di Jakarta pada 2017.
Menurut Bens, ada kebiasaan unik dari para personel Panbers dalam setiap perjalanan. Terutama perjalanan jalur udara menggunakan pesawat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Benny Panjaitan dan tiga saudaranya kerap berfoto di dekat pesawat. Bens merasa tidak banyak band yang suka melakukan itu.
"Di tahun 1970-an, ada yang menarik saat saya mengikuti tur konser mereka. Selalu ada perjalanan menarik. Misalnya kalau pergi dengan pesawat, maka Panjaitan Bersaudara itu berfoto di dekat pesawat," ujar Bens kepada ANTARA News di Jakarta.
Saking seringnya foto-foto dengan pesawat, sehingga menimbulkan kesan Panbers punya pesawat pribadi. Laiknya band atau musisi besar kelas dunia.
Terlepas dari itu, Bens menilai kebiasaan unik Panbers tersebut sebagai publikasi yang tak diniatkan. Sebab, foto-foto Panbers dengan pesawat pada akhirnya menjadi salah satu media publikasi yang berharga di era itu.
"Minimal charter flight untuk menjangkau daerah-daerah tertentu. Selalu foto di sana, menjadi dokumentasi. Jarang sekali ada band Indonesia yang memakai publikasi seperti itu," imbuh Bens.
Sekilas tentang Panbers
Panbers merupakan singkatan dari Panjaitan Bersaudara, yang terbentuk di Kota Pahlawan, Surabaya pada 1963. Singkatan tersebut resmi digunakan setelah band keluarga tersebut berkarier di Jakarta pada 1969.
Empat personel awal dari Panbers merupakan kakak beradik kandung. Mereka yakni Benny Panjaitan, Hans Panjaitan, Doan Panjaitan, dan Asido Panjaitan.
Meski terbentuk di Surabaya, Palembang tidak bisa dilepaskan dari cerita perjalanan Panbers. Sebab, Benny dan tiga saudara kandungnya sempat hidup belasan tahun di Palembang. Selain menjadi tempat mereka dibesarkan, Bumi Sriwijaya juga menjadi tempat mereka mulai bermain musik.
Mereka terinspirasi Koes Bersaudara (cikal bakal Koes Plus) yang sudah populer di awal 1950-an. Sehingga di Palembang lahir band bocah yang dibentuk Benny dan saudara-saudaranya, yakni Tumba Band. Saat pindah ke Surabaya, mereka meneruskan band keluarga tersebut. Yang tadinya band bocah menjadi band remaja.
Dalam buku Bens Leo dan Aktuil: Rekam Jejak Jurnalisme Musik karya Bens Leo, Panbers mengaku akrab dengan Koes Plus. Bahkan saat Panbers mulai merekam lagu-lagu ciptaannya, Benny cs meminta nasihat Koes Plus.
"Panbers seolah-olah minta restu dulu dari pimpinan Koes, dalam hal ini Mas Tonny. Setelah Mas Tonny bilang 'okey timing-nya sudah tepat', maka dengan tenang pula kami jalani rekaman itu sampai selesai," kata Benny saat wawancara dengan Aktuil tahun 1972.
"Panbers mengakui Koes sebagai kakak sendiri. Karena Koes-lah yang memberi jalan pertama bagi kesuksesan kami. Panbers selalu minta nasihat kepada Koes tentang lagu-lagu kami," imbuhnya.
![]() |
Sekilas tentang Benz Leo
Dikutip detikNews, Bens Leo pernah hidup dalam sebuah masa ketika ekosistem musik di Indonesia tumbuh dinamis. Perdebatan karya, gosip, omongan pepesan kosong musisi, gaya hidup nyeleneh, serta fashion menjadi informasi yang cukup menarik bagi pembaca, umumnya generasi muda.
Pada dekade 70-80an, berita tentang musik ibarat candu, ditunggu bahkan diburu. Aktuil menjadi majalah yang mempelopori pemberitaan tentang musik, yang didirikan oleh Denny Sabri pada 1967.
Aktuil diisi jurnalis-jurnalis musik andal. Di antara semuanya, nama Bens Leo tergolong sebagai salah satu yang paling produktif dalam melakukan liputan pertunjukan, wawancara musisi, dan menulis esai kritik.
Bens hadir mewarnai jagat musik Indonesia lewat tulisannya. Musik bagi Bens adalah peristiwa post factum, bahwa karya itu hanya sekali hadir di depan mata dan telinga, selebihnya adalah tafsir-tafsir tentangnya.
Bens menjadi jurnalis musik yang menyenangkan. Semua wawancara dengan para musisi dilakukan selayaknya ngobrol dengan istri di kasur menjelang tidur.
Bens adalah legenda, setelah 50 tahun berkelana dalam jagat kata dan bunyi sebagai jurnalis musik. Ia yang lahir pada 8 Agustus 1952, pergi untuk selamanya pada 29 November 2021. Sekilas tentang Benz Leo tersebut disampaikan Aris Setiawan, seorang etnomusikolog dan pengajar di ISI Surakarta.
(sun/mud)