Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) abstain atau tidak memberi pendapat dalam penetapan Upah Minimum Sektoral (UMS) Kota Makassar 2025. Apindo abstain karena menilai Upah Minimum Kota (UMK) Makassar yang ditetapkan Rp 3.880.136 dengan kenaikan 6,5% cukup memberatkan.
"Teman-teman dari pihak Apindo hanya menyetujui upah minimum kota. Tadi mereka tidak memberi pendapat atau abstain terkait upah minimum sektoral dengan pertimbangan bahwa upah minimum kota saja 6,5 persen itu sudah cukup memberatkan bagi mereka," ujar Kadis Ketenagakerjaan Kota Makassar Nielma Palamba kepada wartawan di kantornya, Jalan AP Pettarani, Jumat (12/12/2024).
UMS Makassar 2025 pun hanya disepakati oleh pemerintah dalam hal ini Disnaker dan perwakilan serikat pekerja dan buruh. Nielma mengungkapkan, regulasi mengisyaratkan UMS wajib ditetapkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun demikian bahwa dari teman-teman serikat buruh, pekerja, pemerintah mempertimbangkan upah minimum sektoral ini harus menjadi bagian yang penting untuk ditetapkan dengan mengacu upah minimum provinsi," kata Nielma.
UMS yang telah ditetapkan untuk 2 sektor yakni pengolahan makanan serta sektor pengangkutan dan pergudangan. UMS sektor pengolahan makanan ditetapkan naik 1% dari UMK Makassar 2025 menjadi Rp 3.918.938.
"Ini adalah upah minimum sektoral untuk pengolahan makanan dengan catatan dikecualikan untuk usaha mikro kecil menengah. Itu adalah catatan yang kami sepakati tadi," katanya.
Sementara sektor pengangkutan dan pergudangan naik 1,5% dari UMK. Sehingga UMS sektor ini nominalnya menjadi Rp 3.938.338.
"Itu yang ada dalam berita acara dan akan kami rekomendasikan kepada wali kota kemudian akan diusulkan rekomendasi ini ke gubernur untuk ditetapkan. Paling lambat tanggal 18 Desember sudah harus ada keputusan," jelas Nielma.
Sementara itu, Dewan Pengupahan dari Unsur Apindo, Muhammad Isnaini menyebut kenaikan upah yang ditetapkan 6,5% sudah sangat tinggi. Dia menyebut di pulau Jawa, upah minimum mereka hanya di kisaran Rp 2 juta lebih.
"Kita bandingkan dengan kondisi di Jawa, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah itu hanya 2,1 juta. Tertinggi Jawa Timur 2,3, dengan kita perbandingan itu 68%. Kita di atasnya mereka. Kenapa ada ketimpangan seperti itu? Kita sudah terlalu tinggi," katanya.
Dia khawatir banyak perusahaan di Makassar akan tutup atau memindahkan usahanya ke Pulau Jawa. Saat ini saja, kata Isnaini, sejumlah perusahaan akan tutup di Makassar.
"Nah ini akan berakibat terjadi capital flight, akan tertutup perusahaan di sini, akan pindah ke Jawa. Nah, ini yang harus kita pikirkan. Harusnya dari serikat yang ada ini harus berpikir jauhlah, jangan hanya berfikir mau menaikkan UMP, harusnya yang diperjuangkan struktur skala upah," ungkapnya.
"Ada beberapa perusahaan yang akan tutup Desember ini yang saya tangani. Kebetulan saya di Apindo di bidang pembinaan terhadap pengusaha-pengusaha. Jadi Desember ini ada beberapa perusahaan yang akan hengkang dari Sulsel," tambahnya.
Meski demikian Isnaini mengaku tetap menyepakati dengan kenaikan UMK Makassar 6,5%. Apalagi hal itu merupakan ketentuan dari pemerintah pusat.
"Karena sudah ada aturan kenaikan 6,5% kita ikuti itulah. (Upah sektoral) Kita sih berharap tidak ada sektoral di Makassar, pertama, dari story kita tidak pernah menetapkan itu," pungkas Isnaini.
Diberitakan sebelumnya, kenaikan UMK Makassar 2024 ditetapkan dalam rapat pleno bersama Dewan Pengupahan Makassar di kantor Disnaker Makassar, Jumat (13/12). Kebijakan itu ditetapkan dalam berita acara pleno yang ditandatangani unsur Disnaker Makassar, pengusaha, hingga serikat pekerja.
"Kita sudah membuat berita acara terkait penetapan UMK tahun 2025 yang mana Bapak Presiden sudah menetapkan sendiri bahwa secara nasional baik provinsi, maupun kabupaten dan kota terjadi kenaikan 6,5%," kata Nielma Palamba kepada wartawan, Jumat (13/12).
(hsr/hsr)