Sorotan Pengusaha-Serikat Buruh di Balik Kenaikan UMK Makassar 2025 6,5%

Sorotan Pengusaha-Serikat Buruh di Balik Kenaikan UMK Makassar 2025 6,5%

Tim detikSulsel - detikSulsel
Sabtu, 14 Des 2024 09:30 WIB
Serikat buruh demo di kantor Disnaker Makassar jelang penetapan UMK 2025.
Foto: Serikat buruh demo di kantor Disnaker Makassar jelang penetapan UMK 2025. (Sahrul Alim/detikSulsel)
Makassar -

Upah Minimum Kota (UMK) Makassar 2025 yang ditetapkan naik 6,5% menjadi Rp 3.880.136 ternyata tidak memuaskan semua unsur Dewan Pengupahan Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Unsur pengusaha dan serikat buruh menganggap nominal upah terbaru yang ditetapkan tidak sesuai harapan.

Kenaikan UMK Makassar 2025 itu ditetapkan dalam rapat pleno yang digelar di Kantor Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Makassar pada Jumat (13/12/2024). Kebijakan itu ditandai dengan penandatanganan berita acara oleh unsur Dewan Pengupahan Makassar.

"Kita sudah membuat berita acara terkait penetapan UMK tahun 2025 yang mana Bapak Presiden sudah menetapkan sendiri bahwa secara nasional, baik provinsi maupun kabupaten dan kota terjadi kenaikan 6,5%," kata Kepala Disnaker Makassar Nielma Palamba kepada wartawan usai rapat pleno di kantornya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam berita acara tersebut ditetapkan UMK Makassar 2025 bertambah Rp 236.815,865 dari UMK Makassar 2024 sebesar Rp 3.643.321. Kenaikan UMK terbaru mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi hingga inflasi.

Dewan Pengupahan Makassar juga menetapkan Upah Minimum Sektoral (UMS) Kota Makassar 2025 untuk dua sektor usaha. Perhitungan nilai UMS ini mengacu dari kenaikan UMK 2025 Rp 3.880.136,865.

ADVERTISEMENT

UMS untuk sektor usaha pengolahan makanan ditetapkan naik 1% dari nilai UMK 2025 menjadi Rp 3.918.938. Sementara UMS untuk sektor pengangkutan dan pergudangan naik 1,5% menjadi Rp 3.938.338.

"Itu yang ada dalam berita acara dan akan kami rekomendasikan kepada wali kota, kemudian akan diusulkan rekomendasi ini ke gubernur untuk ditetapkan. Paling lambat tanggal 18 Desember sudah harus ada keputusan," ungkap Nielma.

Kenaikan UMK dan UMS Kota Makassar 2025 mulai berlaku 1 Januari 2025. Meski sudah disepakati dalam pleno Dewan Pengupahan Makassar, unsur pengusaha dan serikat pekerja menyoroti kenaikan nilai upah terbaru tersebut.

Apindo Nilai UMK 2025 Terlalu Tinggi

Nielma mengaku kenaikan UMK Makassar 2025 tidak menyenangkan semua pihak. Dewan Pengupahan Makassar dari unsur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bahkan memilih abstain saat penetapan UMS Kota Makassar.

"Teman-teman dari pihak Apindo hanya menyetujui upah minimum kota. Tadi mereka tidak memberi pendapat atau abstain terkait upah minimum sektoral dengan pertimbangan bahwa upah minimum kota saja 6,5% itu sudah cukup memberatkan bagi mereka," ujar Nielma.

Sementara itu, Apindo Makassar mengaku keberatan dengan kenaikan UMK 2025 sebesar 6,5%. Dewan Pengupahan Makassar dari unsur pengusaha menganggap nilai yang disepakati terlalu tinggi.

"Kami dari unsur Apindo sebenarnya dengan kenaikan upah yang ditetapkan 6,5% terus terang saja sudah tinggi sekali. Karena nilainya kalau naik 6,5% itu nilainya berada di Rp 3,88 juta," kata Ketua Bidang Pembinaan Pengusaha Apindo Makassar Muhammad Isnaini kepada wartawan.

Pihaknya beranggapan nilai UMK Makassar tergolong tinggi dibandingkan wilayah lain di Pulau Jawa. Isnaini mengatakan kenaikan UMK 2025 justru menyulitkan pengusaha.

"Kita bandingkan dengan kondisi di Jawa. Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah itu hanya Rp 2,1 juta, tertinggi Jawa Timur Rp 2,3 juta, dengan kita perbandingan itu 68%. Kita di atasnya mereka," sambungnya.

Isnaini menuturkan, nilai UMK Makassar 2025 terlalu timpang dibanding daerah lain. Pihaknya khawatir keputusan ini berpotensi mempengaruhi iklim investasi di Makassar yang berujung pindahnya industri ke Jawa.

"Akan tertutup perusahaan di sini, akan pindah ke Jawa. Nah, ini yang harus kita pikirkan. Harusnya dari serikat yang ada ini harus berpikir jauhlah, jangan hanya berpikir mau menaikkan UMP, harusnya yang diperjuangkan struktur skala upah," tuturnya.

"Yang harus diperjuangkan itu skala upahnya bagaimana yang sudah bekerja di atas 1 tahun. Itu yang harus dipertajam, diperkuat aturannya, jangan hanya basic-nya," sambung Isnaini.

Isnaini mengaku sudah ada sejumlah perusahaan yang dibina Apindo Makassar, berencana hengkang dari Makassar. Rencana itu seiring kebijakan kenaikan UMK 2025 sebesar 6,5%.

"Kebetulan saya di Apindo di bidang pembinaan terhadap pengusaha-pengusaha. Jadi Desember ini ada beberapa perusahaan yang akan hengkang dari Sulsel," ungkapnya.

Namun pihaknya hanya bisa pasrah dengan keputusan kenaikan UMK Makassar 2025 yang ditetapkan dalam pleno Dewan Pengupahan Makassar. Di satu sisi, pihaknya juga sebenarnya berharap agar UMS Kota Makassar tidak diberlakukan karena nilai UMK 2025 sudah terlampau tinggi.

"Kita sih berharap tidak ada (upah minimum) sektoral di Makassar, pertama dari story kita tidak pernah menetapkan itu. (Tetapi) Nanti saya coba pelajari, (karena) saya belum pelajari, selama di dewan pengupahan saya tidak pernah memutuskan (upah sektoral) itu," jelas Isnaini.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Buruh Tuntut UMS Sektor Kelistrikan

Dewan Pengupahan Makassar dari unsur serikat buruh mempertanyakan UMS Kota Makassar 2025 sektor kelistrikan yang tidak diakomodir. Pihaknya heran UMS Makassar hanya ditetapkan untuk sektor pengolahan makanan serta sektor pengangkutan dan pergudangan.

"Di dalam draft (kesepakatan Dewan Pengupahan Makassar) tersebut, kami melihat justru ada sektor makanan yang ada UMS-nya. Itu tidak make sense atau berbanding lurus dengan teman-teman yang kerja di sektor kelistrikan," ujar pengurus Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI) Sulsel, Taufik kepada wartawan.

Sekretaris DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sulsel itu menuturkan, UMS sektor kelistrikan seharusnya diakomodir karena pekerja di sektor tersebut memiliki risiko kerja yang tinggi. Beban pekerjaan di sektor itu dinilai berat sehingga perlu ada upah sektoral.

"Prinsipnya kenapa UMS dihadirkan karena membedakan pekerja-pekerja dengan risiko tertentu itu harus ada penambahan upahnya. Makanya harus ada itu UMS untuk sektor kelistrikan," ucapnya.

"Itu yang menjadi pertanyaan kita semua, ada apa? Kenapa justru sektor yang potensi kecelakaannya besar itu tidak masuk dalam UMS. Sektor pergudangan, makanan, itu justru masuk," tambah Taufik.

Taufik menegaskan pihaknya akan tetap memperjuangkan agar UMS sektor kelistrikan bisa diakomodir. Dia berdalih hal ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker).

"Langkah selanjutnya selain kami akan terus mendatangi dinas tenaga kerja untuk menyampaikan aspirasi kami, tentu kami akan ke gubernur baik dengan melalui upaya aksi maupun aksi lainnya," paparnya.

Dia mendesak agar keputusan pleno Dewan Pengupahan Makassar terkait UMK dan UMS 2025 direvisi. Unsur serikat pekerja mengaku tidak puas meski sempat ikut dalam rapat memperjuangkan tuntutannya.

"Menjadi pertanyaan, masa yang kerja (industri) roti naik UMS-nya. Kita yang manjat-manjat listrik di tengah kondisi apalagi musim hujan, justru tidak naik," tegas Taufik.

Taufik menambahkan bahwa nilai UMS Makassar 2025 di sektor pengolahan makanan maupun pergudangan juga tidak sesuai harapan. Serikat buruh, kata dia, justru menuntut agar kenaikan UMS maksimal di angka 3%.

"Kita tentu berharap kalau teman-teman bisa sampai 3-5% karena tentu mengukur juga beberapa tahun terakhir itu kenaikan upah teman-teman itu 1-2% tidak sesuai dengan kebutuhan," pungkasnya.



Simak Video "Video: Ketahuan Curi Uang Rp 4 Juta, Remaja di Gowa Diamuk Warga"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads