Bawaslu Sulsel Ungkap Potensi Pelanggaran Pidana Pemilu di Masa Tenang

Bawaslu Sulsel Ungkap Potensi Pelanggaran Pidana Pemilu di Masa Tenang

Sahrul Alim - detikSulsel
Kamis, 08 Feb 2024 18:30 WIB
Bawaslu Sulsel menggelar kegiatan Coffee Morning bersama Stakeholder di Hotel Claro, Makassar. Sahrul Alim/detikSulsel
Foto: Bawaslu Sulsel menggelar kegiatan Coffee Morning bersama Stakeholder di Hotel Claro, Makassar. Sahrul Alim/detikSulsel
Makassar -

Pemilu 2024 akan memasuki masa tenang dalam dua hari ke depan. Bawaslu Sulawesi Selatan (Sulsel) mengimbau semua pihak menahan diri sebab ada potensi pelanggaran pidana pada masa tenang.

"Di masa tenang (11-13 Februari) ada potensi pelanggaran pidana, pertama politik uang itu di Pasal 523 ayat 2 di masa tenang. Kedua, potensi kampanye atau di luar jadwal itu juga pidana karena ketika kampanye di masa tenang itu juga kampanye di luar jadwal, itu juga adalah pidana," ujar Anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad usai kegiatan Coffee Morning Bawaslu Sulsel bersama Stakeholder di Hotel Claro, Makassar, Kamis (8/2/2024).

Pihaknya mengaku sudah mewanti-wanti peserta pemilu agar tidak berkampanye di masa tenang. Apalagi dengan menyiapkan serangan fajar atau politik uang di masa tenang maupun di hari pencoblosan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita sudah wanti-wanti dengan membuat surat ke parpol memastikan sejak masa tenang itu tidak ada kampanye karena bisa pidana," ujar Saiful.

Pada masa tenang ini pihaknya juga sudah meminta peserta pemilu untuk menurunkan semua Alat Peraga Kampanye (APK) mulai pukul 00.00 Wita, pada 11 Februari. Dalam Undang-Undang 7 tahun 2017 tentang Pemilu, peserta pemilu wajib menurunkan sendiri APK yang telah dipasang.

ADVERTISEMENT

"Tetapi faktanya mungkin karena teman-teman sudah capek sudah memasang capek lagi membongkar. Makanya kami gandeng Satpol PP untuk sama-sama membersihkan APK yang masih terpasang, itu yang kami lakukan di masa tenang," ujar Saiful.

Bawaslu juga akan memastikan distribusi C-Pemberitahuan atau undangan memilih sampai ke pemiliknya di masa tenang. Jangan undangan memilih itu sampai disalahgunakan.

"Di masa tenang juga yang diawasi adalah pembuatan TPS bagaimana TPS dibuat dengan desain mudah diakses. Itu juga ruang pengawasan kami," jelasnya.

Selanjutnya, kata Saiful, pengawasan di masa tenang yakni pendistribusian logistik dari kabupaten/kota ke kecamatan hingga ke TPS. Satu hari sebelum hari pemilihan logistik itu sudah harus sampai di TPS.

"Itu (TPS) harus dijamin aman. Bukan cuma akses, tapi juga memastikan pemilih tidak merasa terganggu netralitasnya, jadi diharapkan TPS ditempatkan di tempat yang netral. Tidak ditempatkan di ruang-ruang yang ada indikasi pernah mungkin digunakan calon tertentu, itu juga jadi catatan kami dan kami sudah sampaikan itu ke KPU," ujarnya.

Sementara untuk potensi kecurangan pada saat pemungutan dan penghitungan suara Bawaslu memastikan akan memaksimalkan pengawasan. Pengawas tempat pemungutan suara (PTPS) juga sudah dibekali potensi rawan kecurangan pada saat pemungutan dan penghitungan suara di TPS.

"Melibatkan juga teman-teman saksi partai kita sama-sama kawal, mulai pemungutan suara, kita sudah distribusikan ke PTPS mana titik-titik rawan kecurangan saat penghitungan suara," jelas Saiful.

Dia menyebut, ada 4 potensi terjadinya pemungutan suara ulang (PSU). Pertama, pembukaan kotak suara yang dilakukan di luar prosedur. Kedua, petugas KPPS sengaja merusak surat suara lebih satu kali. Ketiga, KPPS menandai surat suara, dan ketiga, ada pihak yang tidak berhak memilih ikut memilih.

"Menurut saya potensi ini besar. Makassar ini banyak mahasiswa yang tidak mengurus pindah pemilih dan itu bisa disalahgunakan, Makassar itu besar loh potensi DPTb tetapi tidak mengurus," jelasnya.

"Saya pernah tanya kenapa tidak mengurus, katanya tidak tahu. Ini artinya ada ruang sosialisasi yang tidak jalan kemarin di KPU yang tidak sosialisasi dengan baik di kampus-kampus. Dan itu bisa berdampak pada banyaknya orang tidak memilih. Jangan sampai ini dimanfaatkan kemudian menggunakan C pemberitahuan orang lain untuk datang memilih," tambah Saiful.

Pada kesempatan tersebut, Anggota KPU Makassar Upi Hastati juga memaparkan antisipasi KPU mencegah kecurangan di TPS. Pihaknya sudah meminta KPPS untuk segera mengirim foto form C-1 plano sesaat setelah selesai penghitungan suara.

"Laporan pengiriman C-1 (hasil penghitungan suara di TPS) kami percepat. Memang di aturan dikenal yang namanya rekapitulasi berjenjang, ditemukan memungkinkan perbaikan jika ada selisih yang belum klop dari penghitungan tingkat pertama. Olehnya dengan dengan adanya pelaporan cepat sebagai langkah antisipasi tidak ada yang berani mengorek hasil pemilihan di TPS," jelasnya.




(hmw/hsr)

Hide Ads