Zina adalah hubungan seksual antara seorang pria dan wanita yang tidak sah menurut agama dan hukum. Perbuatan ini merupakan tindakan yang sangat tercela.
Bahkan Allah SWT telah memberikan peringatan keras terkait perbuatan tersebut. Dikutip dari Hakam: Jurnal Kajian Hukum Islam dan Hukum Ekonomi Islam Universitas Nurul Jadid bab Kajian Fikih Terhadap Pasal 415 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentang Perzinaan, larangan zina disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya:
"Dan janganlah kalian mendekati zina karena zina adalah perbuatan yang keji dan jalan yang amat buruk." (QS. Al-Isra: 32)."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zina dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan pelakunya, salah satunya adalah zina muhsan. Lantas, apa yang dimaksud dengan zina muhsan?
Untuk memahami lebih dalam mengenai zina muhsan, berikut penjelasannya. Yuk, simak!
Pengertian Zina Muhsan
Masih menyadur bab Kajian Fikih Terhadap Pasal 415 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentang Perzinaan, dijelaskan bahwa zina muhsan adalah zina yang dilakukan oleh seseorang yang sudah menikah atau pernah menikah (muhsan). Zina muhsan juga diartikan sebagai zina yang pelakunya berstatus suami, istri, duda ataupun janda.
Artinya pelaku adalah orang yang masih dalam status ikatan pernikahan yang sah atau pernah menikah.
Hal ini berbeda dengan zina ghairu muhsan, yang merujuk pada perbuatan zina yang dilakukan oleh seseorang yang belum menikah atau tidak dalam ikatan pernikahan, seperti gadis atau perjaka. Dengan kata lain, pelaku zina ghairu muhsan adalah individu yang tidak memiliki status pernikahan sah saat melakukan perzinaan.
Hukuman Zina Muhsan
Zina muhsan termasuk dalam kategori dosa yang sangat besar dalam syariat Islam. Sebab perbuatan tersebut tidak hanya melanggar norma agama, tetapi juga menghancurkan kehormatan dan kestabilan rumah tangga yang seharusnya dilindungi dengan baik.
Dalam hukum Islam, hukuman bagi pelaku zina muhsan adalah rajam, yaitu dilempari batu hingga mati. Hukuman ini telah disepakati oleh para ulama secara rasional, mengingat perbuatan zina muhsan menimbulkan dampak buruk dan tercela.
Oleh karena itu, pelaku zina muhsan dianggap pantas untuk menerima hukuman dunia yang berat, tanpa memandang jenis kelamin. Pendapat tersebut didasarkan pada dalil hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah Bin Mas'ud Radhiyallahu 'Anhu:
"Tidak halal darah (pertumpahan) seorang muslim yang bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan selain Allah Ta'ala dan bahwasanya aku adalah utusan Allah kecuali terhadap salah satu dari tiga orang, yaitu orang yang telah menikah berzina, nyawa dengan nyawa membunuh, dan orang yang meninggalkan agamanya (murtad) yang memisahkan diri dari jama'ah" (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Selain itu, hukuman rajam ini juga diceritakan dalam kisah seorang sahabat Nabi, Ma'iz Bin Malik Al-Aslami Radhiyallahu 'Anhu yang mengaku telah berbuat zina padahal dia adalah seorang yang muhsan (telah menikah) maka Nabi memerintahkan sahabat yang lain untuk merajamnya sampai wafat.
Ada pula kisah lain yang diriwayatkan oleh sahabat Imran Bin Husain Radhiyallahu 'Anhu mengenai seorang wanita dari Bani Juhainah yang mendatangi Rasulullah SAW dalam keadaan hamil akibat zina.
Imran Bin Husain Radhiyallahu 'Anhu bahwa: Ada seorang wanita dari Bani Juhainah mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan dia dalam keadaan mengandung anak dari hasil zina. Wanita ini lalu berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, aku telah melakukan sesuatu yang perbuatan tersebut layak mendapati hukuman rajam. Laksanakanlah hukuman had atas diriku." Nabi SAW lantas memanggil wali wanita tersebut lalu beliau berkata pada walinya, "Berbuat baiklah pada wanita ini dan apabila dia telah melahirkan (kandungannya), maka datanglah padaku (dengan membawa dirinya)." Wanita tersebut pun menjalani apa yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah itu, beliau meminta wanita tersebut dipanggil dan diikat pakaiannya dengan erat (agar tidak terbuka auratnya ketika menjalani hukuman rajam). Kemudian saat itu diperintah untuk dilaksanakan hukuman rajam. Setelah matinya wanita tersebut, beliau menyolatkannya. Umar pun mengatakan pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Engkau menyolatkan dirinya, wahai Nabi Allah, padahal dia telah berbuat zina?" Beliau bersabda, "Wanita ini telah bertaubat dengan taubat yang seandainya taubatnya tersebut dibagi kepada 70 orang dari penduduk Madinah maka itu bisa mencukupi mereka. Apakah engkau dapati taubah (permintaan ampun) yang lebih baik dari seseorang mengorbankan jiwanya karena Allah Taala?"
Perbuatan yang Mendekati Zina
Zina merupakan perbuatan yang sangat terlarang dalam Islam, dan segala hal yang dapat mendekatkan seseorang pada perbuatan tersebut juga dihukum haram. Bahkan, dalam Islam, mendekati perbuatan zina saja dilarang, karena hal ini bis menjerumuskan pada perzinahan yang sesungguhnya.
Berikut adalah beberapa perkara yang dapat menjadi penyebab seseorang melakukan perzinaan:
a. Memandang Wanita yang Tidak Halal Bagi Dirinya
Penglihatan adalah anugerah dari Allah yang harus disyukuri. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهْتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيَّا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.
Namun, penglihatan mata sering kali menjadi langkah pertama yang dapat membawa seseorang pada perbuatan dosa. Oleh karena itu, menjaga pandangan sangat penting untuk menjaga kesucian diri.
b. Menyentuh Wanita yang Bukan Mahramnya
Menyentuh wanita yang bukan mahram secara sengaja, begitu juga sebaliknya, merupakan salah satu pintu yang bisa digunakan setan untuk menjerumuskan seseorang ke dalam perbuatan keji seperti zina. Oleh karena itu, Islam sangat melarang umatnya untuk bersikap longgar dalam hal ini.
Hal tersebut sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Ma'qal bin Yassar Radhiyallahu "anhu: Sesungguhnya andai kepala seseorang kalian ditusuk dengan jarum yang terbuat dari besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya."
C. Berduaan dengan yang Bukan Mahramnya
Rasulullah SAW telah memperingatkan umatnya agar tidak berkhalwat (berduaan) dengan yang bukan mahram. Sebab hal ini sangat berisiko dan dapat menjerumuskan pada perbuatan dosa. Rasulullah bersabda:
"Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya setan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua"
Termasuk khalwat yang dilarang dan sering terjadi adalah berkhalwat dengan sopir pribadi, yakni seorang lelaki tidak boleh membiarkan istri, anak perempuan, ibu dan saudarinya bepergian dengan sopir pribadi tanpa adanya pendamping dari mahramnya.
Nah itulah penjelasan terkait zina muhsan. Semoga jadi lebih paham, ya!
(edr/alk)