Peringatan Pj Gubernur Sulsel ASN Jaga Jempol Saat Bermedsos di Tahun Politik

Peringatan Pj Gubernur Sulsel ASN Jaga Jempol Saat Bermedsos di Tahun Politik

Ahmad Nurfajri Syahidallah - detikSulsel
Rabu, 18 Okt 2023 05:45 WIB
Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin.
Foto: Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin. (Dok. Istimewa/Humas Pemprov Sulsel)
Makassar -

Pj Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharuddin memperingatkan ASN lingkup Pemprov Sulsel untuk bijak bermedia sosial (medsos) di tahun politik. Bahtiar menekankan agar pegawai menjaga jempolnya demi menghindari pelanggaran netralitas ASN.

Peringatan itu menyusul adanya aturan ASN dilarang menyukai (like), membagikan (share), dan mengomentari (comment) unggahan medsos peserta Pemilu 2024. Imbauan itu diperkuat lewat surat edaran Pj Gubernur Sulsel nomor: 270/12462/BKD tentang Netralitas ASN pada Penyelenggaraan Pemilu 2024.

"Sekarang ada patroli cyber, loh. Nasibnya anak-anak ta' tergantung dari jempol. Lebih baik pikirkan masa depan anak-anak ta' dari pada menyulitkan dari hal-hal sederhana," kata Bahtiar kepada wartawan, Senin (16/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemprov Sulsel pun sudah menggelar ikrar bersama dan penandatanganan pakta integritas netralitas ASN di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulsel, Senin (16/10). Bahtiar menegaskan netralitas ASN di momen tahun politik merupakan harga mati.

"Jadi kita deklarasi pakta integritas ASN, netralitas ASN ini adalah perintah Undang-Undang Pemilu Nomor 7 tahun 2017 maupun Undang-Undang 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Itu harga mati sebenarnya itu," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Bahtiar mengemukakan ASN tidak boleh terlibat politik praktis. Dia menyadari ASN punya hak memilih namun sebagai aparatur negara aktivitasnya diikat oleh aturan termasuk dalam Undang-Undang ASN.

"Itu juga diatur dalam Undang-Undang ASN sendiri, harus netral. Meskipun memiliki hak untuk memilih, dilemanya di sisi lain dia punya hak memilih, di sisi lain dia harus netral," jelasnya.

Namun dia menegaskan para ASN harus menyadari posisinya dan menahan diri. Sekalipun dalam kontestasi politik, mereka punya keluarga yang juga terlibat dalam pesta demokrasi.

"Itulah kalau jadi ASN, tentu akan dalam pikiran kita pasti ada, apalagi kalau saudara kandungnya, caleg atau cakada, apa yang ada dalam benaknya itu tidak boleh diartikulasikan ke publik, baik untuk gestur tubuh maupun lisannya. Memang begitulah kalau jadi ASN, kayak robot," tutur Bahtiar.

Bahtiar turut mengingatkan potensi sanksi yang diberikan bagi ASN yang melanggar netralitas. Dia menyebut aktivitas ASN di tahun politik akan diawasi Satuan Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) pada lembaga yang punya wewenang terkait itu.

"Itu tentu masing-masing Satuan Gakumdu gencar melakukan pengawasan masyarakat juga berlangsung dan pengawasan masyarakat juga kita akan berikan tindakan di sana akan diteliti, ada rekomendasi," imbuhnya.

Senada, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel Sukarniaty Kondolele turut mengimbau ASN menjaga netralitasnya. ASN dilarang membuat unggahan, mengomentari, membagikan, menyukai, hingga bergabung atau 'follow' dalam grup/akun pemenangan peserta pemilu.

"Inikan sudah masuk tahun politik jadi kalau kita pengikut salah satu calon misalnya itu kita dilarang untuk meng-like, komen, dan lain sebagainya," tegas Sukarniaty.

Sukarniaty mengingatkan jika aktivitas ASN diawasi. Pemprov Sulsel kata dia, turut melibatkan aparat kepolisian untuk memantau jejak digital ASN yang diduga melanggar netralitas.

"Tetapi pasti ada saja teman-teman ASN mengatakan, 'kan saya lama mi berteman', itu kan ada jejak digitalnya. Kita ada kerjasama dengan pihak kepolisian jadi itu bisa dideteksi," ucapnya.

"Misal saya berteman dengan pak gubernur sebelumnya, cuma begitu kalau ditetapkan menjadi calon, jangan coba-coba men-share, meng-like, berfoto bersama dan lain sebagainya, karena itu melanggar," tambah Sukarniaty.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Sanksi Bagi ASN Tak Netral

Sukarniaty mengungkapkan ada sanksi bagi ASN yang terbukti tidak netral. Hukuman terberat bisa dipecat dari statusnya sebagai ASN.

"Hukuman terberat itu bisa dipecat, tergantung apa pelanggarannya, kemarin ada satu kepala sekolah (kepsek) SMA yang sudah kita sidang kode etik," sebut Sukarniaty.

Kepsek yang dimaksud yakni Kepsek SMAN 6 Makassar, La Enre. ASN di bawah naungan Pemprov Sulsel itu disidang kode etik lantaran terbukti melakukan pelanggaran terkait netralitas.

"Itu pelanggaran moral, hukumannya masih ringan, karena waktu disidang klarifikasi dengan KASN, inspektorat, dan pihak terkait lainnya, itu memang masih di taraf pelanggaran ringan," tuturnya.

Sukarniaty menjelaskan La Enre melanggar netralitas ASN lantaran memasang spanduk yang menampilkan logo partai politik (parpol) di sekolah. Spanduk itu dipasang saat menyambut salah satu caleg yang berkunjung ke SMAN 6 Makassar.

"Ada spanduk dipasang pada saat kegiatan salah satu caleg yang masuk ke sekolah nya, dengan tujuan untuk memonitoring program-program mungkin janjinya kepada masyarakat termasuk ke sekolah, tapi kesalahannya adalah memasang spanduk salah satu parpol, kemudian ada foto yang bersangkutan," urai Sukarniaty.

Dia menambahkan imbauan menjaga netralitas berlaku untuk seluruh pegawai. Tidak hanya berstatus PNS maupun PPPK, non-ASN sekalipun yang digaji oleh negara diminta tidak terlibat politik praktis.

"Sudah jelas Pak Gub penekanannya kita betul-betul harus netral karena itu diatur undang-undang jadi tidak bisa setengah-setengah netral. Mungkin ada yang sembunyi-sembunyi lagi, persoalannya kalau didapat tanggung jawab secara personal," tandasnya.

Halaman 2 dari 2
(sar/hsr)

Hide Ads