Jakarta - Di sela nisan tua Kuburan Cina Kebon Nanas, Jakarta Timur, ratusan warga membangun hidup dalam sunyi, menanti keadilan di antara bayang pembangunan kota.
Picture Story
Potret Kehidupan di Antara Nisan Kuburan China
Sejumlah warga beraktivitas di kawasan permukiman kuburan cina kawasan TPU Kebon Nanas, Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, Kamis (26/6/2025). Di tengah hiruk-pikuk pembangunan Ibu Kota, terdapat satu potret kehidupan yang luput dari perhatian publik dan pemerintah. Sebuah komunitas kecil hidup berdampingan dengan kematian, membangun rumah, membesarkan anak-anak, dan mengukir kehidupan di atas tanah pemakaman tua.
Tempat itu dikenal warga sekitar sebagai Kuburan Cina Kebon Nabas, terletak di kawasan Cipinang, Jakarta Timur. Mereka yang tinggal di sana bukan hantu, bukan penjaga makam, bukan pula pelanggar hukum. Mereka adalah warga negara biasa seperti pemulung, buruh cuci, janda pensiunan, pedagang kecil.
Jumlah mereka cukup banyak, hidup dalam rumah-rumah semi permanen yang berdiri di sela-sela nisan tua dan altar batu Tionghoa yang telah puluhan tahun ditinggalkan peziarahnya. Permukiman ini bukan muncul karena pilihan bebas. Sebagian besar warga di sini datang karena tergusur dari kawasan lain.
Beberapa mengaku sempat tinggal di kolong jembatan, sebagian lagi di rumah kontrakan yang tak mampu mereka bayar. Kuburan tua yang tak terurus menjadi satu-satunya ruang kosong yang tak dijaga, dan akhirnya dijadikan tempat membangun rumah dan harapan.
Di mata mereka, kuburan bukan tempat menakutkan, tapi tempat amanβsetidaknya dari razia dan penggusuran mendadak. Meski hidup dalam kondisi serba terbatas, warga tetap menjalani kehidupan seolah normal. Anak-anak bermain petak umpet di sela-sela makam.
Tak jarang warga Kebon Nanan menghadapi stigma dari masyarakat luar. Mereka dicap βmenyeramkanβ, βtinggal di tempat setanβ, hingga βsarang kriminal.β Namun faktanya, tidak pernah ada kasus kekerasan besar atau kejahatan serius di kawasan ini. Mereka justru hidup dengan solidaritas yang tinggi. Warga saling bantu ketika ada yang sakit, meninggal, atau tak punya makan.
Hngga kini, status hukum permukiman ini tidak jelas. Pemerintah kota Jakarta Timur menyebut kawasan Kuburan Cina sebagai "zona hijau", yang berarti tidak boleh dijadikan tempat tinggal.
Namun belum ada langkah konkret, baik relokasi maupun pembinaan. Beberapa kali aparat datang, memotret, menjanjikan pendataan, namun tak pernah kembali dengan solusi. Kebon Nanans menjadi potret kecil dari wajah lain Jakarta wajah kota besar yang tak selalu menyilaukan, tetapi menyimpan ruang-ruang gelap di antara beton dan pembangunan.
Di tempat inilah, kehidupan dan kematian berdampingan dengan sunyi. Tidak semua orang beruntung lahir di rumah layak, tetapi setiap orang berhak atas kehidupan yang manusiawi. Sementara nisan-nisan di sekitar mereka tetap berdiri diam, warga Kebon Nanans terus bergerak mencari nafkah, mendidik anak, dan menggantungkan harapan di langit Jakarta yang semakin tak ramah bagi orang kecil.

Di balik dinding kuburan yang dianggap angker, ada kehidupan yang tetap berdenyutβanak-anak yang tumbuh, ibu-ibu yang bekerja keras, dan keluarga yang saling menjaga. Mereka bukan bayang-bayang, mereka manusia. Yang mereka tunggu bukan belas kasihan, tapi keadilan yang seharusnya jadi hak setiap warga negara.