Mendengar kata Jakarta, yang terbayang di benak pikiran kita adalah banyaknya gedung pencakar langit, rumah mewah, dan jalanan macet. Namun siapa sangka, di tengah bangunan megah dan tinggi Jakarta masih ada segelintir warga yang hidup di atas nisan kuburan.
Salah satu warga tersebut bernama Ira. Nenek paruh baya itu tinggal di sebuah batu nisan kuburan yang berada di Taman Pemakaman Umum (TPU) Cipinang Besar, Jakarta Timur.
Tim detikProperti berkesempatan untuk mengunjungi tempat tinggal Ira yang lokasinya berada di blok makam Tionghoa. Ia tinggal di sebuah batu nisan yang punya ukuran cukup besar, kurang lebih sekitar 5 meter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedikit informasi, makam etnis Tionghoa memang memiliki ukuran yang besar. Mengutip jurnal Makna Pemakaman Bagi Etnis Tionghoa di Sungai Penuh oleh Yana Liza, dkk, besar kecilnya ukuran makam Tionghoa menggambarkan miskin kayanya seseorang semasa ia hidup.
Maka dari itu, ada sejumlah makam Tionghoa yang punya ukuran luas dan dilengkapi atap. Namun, ada juga makam yang dibiarkan terbuka sehingga banyak ditumbuhi rumput liar.
Pada makam Tionghoa, terdapat gundukan tanah yang agak tinggi dan berukuran besar, lalu ada meja persembahan di depan batu nisan. Ira kemudian memanfaatkan area persembahan sebagai tempat tinggal karena ditutupi atap dari beton.
Di atas meja persembahan itu terdapat dispenser air lengkap dengan galon air mineral. Ada juga panci dan penggorengan yang biasa digunakan Ira untuk memasak.
Untuk beristirahat di malam hari, Ira menggelar alas yang terbuat dari terpal bekas. Dia juga memiliki kasur lipat agar bisa tidur dengan lebih nyenyak.
![]() |
Ira membagi menjadi dua ruang di batu nisan tersebut. Satu ruangan digunakan untuk beristirahat, sedangkan satunya lagi dimanfaatkan untuk mencuci baju dan memasak. Ruang ini kemudian dibatasi oleh kayu triplek.
Untuk menjemur pakaiannya, Ira memanfaatkan tali yang dipasang dari satu tiang ke tiang lainnya. Adanya pakaian yang dijemur juga dapat menutupi sebagian ruang untuk Ira tidur di malam hari.
Saat diwawancara detikcom, Ira mengaku sudah tinggal di makam Tionghoa itu sejak 1991. Ia mengaku jadi orang pertama yang tinggal di area tersebut.
"Belum ada orang, makanya semua tak acak-acak udah," kata Ira saat diwawancara detikcom, Kamis (26/6/2025).
Ira mengaku jika dahulu awalnya tinggal di sebuah gubuk kayu. Namun sayang, gubuk tersebut dibongkar orang sehingga ia harus berpindah tempat. Namun bukan membangun gubuk baru, ia lebih memilih tinggal di batu nisan Tionghoa.
"Saya dulu punya gubuk, terus dibongkar orang. Lalu anak saya yang dulu tinggal di situ bilang 'Nek mau bikin (gubuk baru) nggak?' kata saya nggak usah, di sini (batu nisan) aja aman," ungkapnya.
Dirinya menyebut jika ingin tinggal di gubuk lagi maka harus melapor terlebih dahulu ke pihak RT dan RW setempat. Di sisi lain, warga yang tinggal di lingkungan tersebut memiliki blok-blok tersendiri sehingga tidak bisa asal mendirikan bangunan. Hal itulah yang membuat Ira memilih tinggal di batu nisan.
Selama tinggal puluhan tahun di kuburan, Ira sempat berpindah-pindah batu nisan untuk tempat tinggalnya. Di tempat yang sekarang, Ira merasa lebih nyaman karena dekat dengan sumber air sehingga tidak terpikirkan untuk pindah ke batu nisan lain.
"Awalnya dulu tinggal nggak di sini, tapi ingin nyari air yang dekat. Jadinya saya nggak pindah. Dulu saya tinggal di ujung, semua udah tak acak-acak buat tempat tidur," pungkasnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(ilf/ilf)