Batu nisan sudah menjadi bagian yang lazim ditemukan di makam masyarakat Indonesia. Namun, dalam Islam, terdapat aturan dan hukum yang perlu diperhatikan terkait pemasangan batu nisan serta desain kuburan secara keseluruhan.
Ketentuan ini perlu diperhatikan muslim agar tetap sesuai syariat Islam. Simak penjelasannya berikut ini.
Hukum Memasang Batu Nisan dalam Islam
Dalam Islam, hukum memasang batu nisan di kuburan menjadi salah satu topik yang sering diperdebatkan di kalangan ulama. Perbedaan pendapat ini muncul karena adanya perbedaan interpretasi terhadap dalil-dalil yang ada. Berikut pemaparan mengenai hukum memasang batu nisan mengutip dari Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu Juz 2, ditulis oleh Wahbah Az-Zuhaili.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Pendapat Mazhab Maliki
Menurut Mazhab Maliki, memasang batu nisan di kuburan hukumnya makruh, bahkan hanya sekadar menulis nama jenazah. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Jabir RA,
نَهَى رَسُولُ اللهِ ﷺ عَنْ تَحْصِيصِ الْقُبُورِ وَأَنْ يَكْتُبَ عَلَيْهَا وَأَنْ يَيْنِي عَلَيْهَا
Artinya: "Rasulullah SAW melarang untuk mengecat kuburan atau menuliskan padanya atau membuat bangunan di atasnya." (HR Muslim)
Selain itu, menulis ayat-ayat Al-Qur'an di kuburan juga diharamkan oleh Mazhab Maliki. Larangan ini bertujuan untuk menjaga adab terhadap Al-Qur'an agar tidak berada di tempat yang bisa terinjak atau tidak dihormati, serta untuk menghindari unsur riya atau berlebihan dalam memperindah kuburan.
2. Pendapat Mazhab Hanafi dan Hambali
Sebaliknya, Mazhab Hanafi dan Hambali memperbolehkan memasang batu nisan dan menuliskan nama jenazah pada kuburan, terutama jika ada kebutuhan, seperti untuk memastikan kuburan tidak hilang atau terabaikan.
Pendapat ini didukung oleh sebuah hadits dari Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang baik. Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW pernah meletakkan batu di kuburan Utsman bin Madz'un sambil berkata:
أَتَعَلَّمُ بِهَا قَبْرَ أَخِي وَأَدْفِنْ إِلَيْهِ مَنْ مَاتَ مِنْ أهلي
Artinya: "Aku memberi tanda pada kuburan saudaraku dan aku akan menguburkan bersamanya orang yang meninggal dari keluargaku."
Hadits ini menunjukkan bahwa memberi tanda pada kuburan untuk keperluan praktis, seperti mengenali lokasi kuburan, dibolehkan.
Perbedaan pandangan ini menunjukkan fleksibilitas hukum Islam dalam hal tradisi pengelolaan kuburan. Jika ada kebutuhan mendesak atau alasan yang jelas, seperti untuk mempermudah identifikasi kuburan, pandangan Mazhab Hanafi dan Hambali dapat menjadi acuan. Namun, jika tidak ada kebutuhan mendesak, mengikuti pendapat Mazhab Maliki yang lebih berhati-hati juga bisa menjadi pilihan, demi menjaga kesederhanaan dan adab terhadap kuburan.
Desain Kuburan yang Diperbolehkan
Desain kuburan yang diperbolehkan biasanya tergantung pada aturan dan tradisi budaya, agama, serta regulasi lokal di tempat pemakaman. Berikut adalah beberapa panduan mengenai desain kuburan yang diperbolehkan berdasarkan sumber sebelumnya.
1. Disunnahkan untuk Memperluas dan Memperdalam Kuburan
Menurut mayoritas ulama selain Mazhab Maliki, dianjurkan untuk memperluas panjang, lebar, dan kedalaman kuburan agar cukup luas saat menurunkan jenazah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW ketika menguburkan korban tewas dari Perang Uhud, "Galilah, luaskanlah, dan buatlah agar dalam."
Mendalamkan kuburan memiliki beberapa manfaat, di antaranya:
- Menghindari bau yang dapat mengganggu orang-orang yang masih hidup.
- Mencegah binatang buas untuk menggali kuburan.
- Memastikan mayat tertutup dengan baik.
Selain itu, Baihaqi meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda kepada tukang gali kubur, "Perluaslah bagian kepala dan kedua kakinya."
2. Model Galian Kuburan
Berdasarkan kesepakatan para ulama fikih, liang lahad dianggap lebih baik daripada syaqq. Liang lahad yang sederhana berupa sebuah lubang sedalam tinggi orang dewasa ditambah satu lambaian tangan, dengan lebar sekitar satu meter, cukup untuk memuat jenazah. Jenazah diletakkan di sisi barat lubang menghadap kiblat, kemudian ditutup dengan papan kayu miring agar tanah tidak langsung mengenai jenazah.
Sementara itu, lubang kubur jenis syaqq terdiri dari dua lubang: satu besar dan satu kecil di bagian bawahnya. Lubang kecil digunakan untuk jenazah yang kemudian ditutup dengan papan horizontal agar tanah tidak langsung mengenai jenazah.
Menurut mazhab Hambali, hukum syaqq adalah makruh, sebagaimana sabda Nabi SAW,
اللَّحْدُ لَنَا، وَالشَّقُّ لِغَيْرِنَا
Artinya: "Galian lahad (identitas) bagi kita (kaum Muslimin), sedangkan galian syaq (identitas) bagi selain kita" (HR Ibnu Majah)
Mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi'i juga menjelaskan hal ini dengan rinci. Mereka berpendapat bahwa liang lahad lebih baik jika kondisi tanah keras, sebagaimana perkataan Sa'ad bin Abi Waqash ketika sakit menjelang kematiannya,
"Buatkanlah lahad untukku, letakkan batu seperti yang dilakukan terhadap Rasulullah SAW."
Namun, jika kondisi tanah gembur atau basah, syaqq lebih baik untuk mencegah kemungkinan longsor atau ambruk.
3. Meninggikan Tanah Kuburan Sejengkal
Sebaiknya kuburan ditinggikan sejengkal saja agar dapat dikenali sebagai kuburan, sehingga orang yang melihatnya dapat berhati-hati dan mendoakan rahmat bagi penghuninya. Hal ini sesuai dengan sunnah, kuburan Rasulullah SAW ditinggikan sekitar satu jengkal.
Imam Syafi'i juga meriwayatkan hal ini dari Jabir, "Bahwa Nabi Muhammad SAW meninggikan kuburannya dari atas tanah seukuran satu jengkal."
Selain itu, dari Qasim bin Muhammad, ia berkata, "Aku bicara kepada Aisyah RA, 'Ibuku, tujukkanlah kepadaku kuburan Nabi Muhammad SAW dan dua sahabatnya.' Maka Aisyah RA pun menyingkapkan kepadaku tiga kuburan yang tidak terlalu tinggi dan tidak dibuatkan bangunan, terdapat batu kerikil merah di atasnya."
4. Tidak Membangun Sesuatu di Atas Kuburan
Mengutip dari kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu juz 2 oleh Wahbah Az-Zuhaili, dijelaskan tentang larangan membuat bangunan di atas kuburan.
Imam Muslim Rahimahullah meriwayatkan larangan ini dalam hadits dari Jabir Radhiyallahu 'anhu,
نَهَى رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - أن يُجَصَّصَ القَبْرُ، وأنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأنْ يُبْنَى عَلَيْهِ.
Artinya: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang untuk memagari kuburan, duduk-duduk di atasnya, dan membuat bangunan di atasnya"
Akan tetapi, menurut al-Lakhmi dari mazhab Maliki, boleh saja membuat penanda di antara kuburan untuk mudah dikenali, atau membuat gundukan batu untuk menjaga agar kuburan tidak digali.
Namun jika bangunan tersebut untuk berbangga diri atau pamer, apalagi bila mengganggu kuburan lainnya maka hal itu tidak diperbolehkan.
(inf/kri)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi