Banyak orang yang mendambakan punya hunian yang bersih, nyaman, dan aman. Namun, tak semua orang beruntung bisa mendapatkan kenikmatan dunia tersebut.
Salah satunya dialami oleh Ira, seorang nenek yang tinggal di atas sebuah batu nisan yang terletak di TPU Cipinang Besar, Jakarta Timur. Ia mengatakan sudah tinggal di pemakaman tersebut sejak 1991.
Meski begitu, awalnya Ira tidak tinggal di atas batu nisan melainkan sebuah gubuk kayu semi permanen. Akan tetapi, gubuk tersebut dibongkar dan Ira terpaksa hengkang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sempat bingung ingin tinggal di mana, Ira akhirnya memilih tinggal di batu nisan milik etnis Tionghoa. Memang, batu nisan tersebut punya ukuran besar dan dilengkapi atap beton, sehingga dapat melindungi dari panas matahari.
Meski begitu, saat turun hujan deras Ira terpaksa harus mengungsi ke rumah tetangga. Sebab, tampias air hujan dapat masuk ke dalam sehingga membuat tempat tidur Ira basah.
Tinggal di atas batu nisan bukan hal yang diinginkan Ira. Namun, ia terpaksa bertahan hidup di sini karena untuk bisa mendirikan gubuk baru tak bisa sembarangan.
"Kalau mau tinggal di sini harus laporan dulu ke RT dan RW. Di sini juga kan (warganya) main blok-blok gitu," kata Ira saat diwawancara detikcom, Kamis (26/6/2025).
Selain itu, Ira juga sempat berselisih dengan sang anak. Meski Ira tak menjelaskan berapa jumlah anaknya, tetapi ia mengungkapkan rasa sakit hati kepada anaknya gara-gara telah menjual sawah miliknya.
"Kemarin saya pulang, tanya deh orang-orang sini kalau saya tuh kabur. Terus orang pada nanya 'Nek, anak-anak lo Nek', saya bodo amat. Kalau saya masing-masing, masih sakit hati saya sawahnya dijual terus dibeli mobil. Saya terus terang aja," ungkapnya.
Menurut Ira, lahan sawah tersebut dapat digunakan untuk menanam padi dan hasilnya bisa dikelola untuk mendapatkan uang. Dengan begitu, dirinya tak perlu lagi tinggal di atas batu nisan yang dingin dan kotor.
Kini, Ira sehari-hari bekerja sebagai pemulung botol bekas. Ia mengumpulkan ratusan botol dan kemudian ditaruh di depan batu nisan, yang merupakan tempat tidurnya.
Untuk makan sehari-hari Ira mengandalkan tetangga atau orang sekitar yang memberinya makan. Ia pun juga tidak memiliki kompor gas untuk memasak, sehingga masih mengandalkan tungku kayu.
"Kadang saya ngomong 'Pak nenek Ira belum makan'. Ah yang bener nek? Yakin. Terus dikasih deh Rp 20 ribu. Ada aja yang ngasih, banyak makanannya," pungkasnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(ilf/zlf)