Seorang lansia di Tenggilis, Surabaya, Maria Lucia Setyowati menjadi korban penipuan sampai kehilangan dua rumah yang dipindah tangan. Ia menduga anak kosnya, Tri Ratna Dewi, merupakan pelaku penipuan tersebut.
Melansir dari detikJatim, Maria mengatakan Tri menawarkan diri untuk membantu memecah sertifikat hak milik (SHM) rumah. Namun, bukan pecah sertifikat, ternyata Tri menggiring Maria untuk menandatangani akta hibah.
Kalau sudah seperti ini, apakah pemilik masih bisa mendapatkan rumahnya kembali?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengacara Properti Muhammad Rizal Siregar mengatakan aset yang secara hukum telah diambil alih oleh anak kos tersebut masih bisa diperoleh kembali. Hal ini dilakukan dengan pembatalan SHM yang sudah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Negara (BPN).
"(Rumah) Bisa dikembalikan. Pertama itu batalin sertifikat yang telah diterbitkan oleh BPN. Misalnya dia BPN Kabupaten/Kota menerbitkan sertifikat haknya, itu bisa dibatalkan oleh Kanwil BPN di atasnya. Dan bisa dibatalkan juga oleh Kepala BPN, oleh Menteri," kata Rizal kepada detikProperti, Jumat (20/9/2024).
Korban penipuan bisa membuat permohonan untuk membatalkan surat yang sudah diterbitkan oleh BPN. Bahkan, proses ini tidak harus melalui pengadilan apalagi kalau kasusnya sudah sampai viral.
"Dia harus membuat permohonan untuk pembatalan kepada BPN yang menerbitkan sertifikat tersebut. Sertifikat itu diterbitkan pastinya kantor BPN di tingkat bawah kan. Cara yang kedua melalui peradilan ke tata usaha negara," jelasnya.
Menurut Rizal cara pemindahtanganan aset rumah sebenarnya legal. Namun, prosesnya salah karena tidak memenuhi syarat formil dan materiil, sehingga terjadi cacat yuridis.
"Caranya legal tapi prosesnya yang salah. Caranya legal pakai PPAT, tanda tangan, akta hibah, itu caranya legal. Tapi prosesnya yang salah, bagaimana seorang lansia itu memberikan hibah kepada anak kos yang latar belakangnya tidak kita ketahui?" terangnya.
Terdapat beberapa persyaratan yang tidak terpenuhi dalam kasus ini, sehingga aset masih bisa dikembalikan. Oleh karena itu, ia menyebut harus ada proses verifikasi untuk memastikan kepemilikan rumah.
"Sudah pasti penerbitan hak yang dilakukan anak kos di atas tanah Ibu lansia adalah tidak memenuhi syarat dalam penerbitan hak karena terdapat cacat formil dan materiil," katanya.
Ia menjelaskan anak kos tidak mempunyai hubungan kekeluargaan dengan pemilik, sehingga tidak bisa serta merta diberi harta melalui hibah. Kemudian, jumlah hibah yang diberikan tidak boleh lebih dari 30% keseluruhan harta pemilik. Rizal menilai perebutan dua rumah tersebut bisa dianggap sebesar 100% harta pemilik.
Lebih dari itu, pemilik berusia lanjut, maka ada kemungkinan sulit berpikir dengan normal. Rizal menyebut seharusnya subjek yang lanjut usia memiliki pengampu, yakni orang dari pihak keluarga yang memahami terkait kepemilikan dan transaksi harta bendanya.
"Apalagi yang memberi hibah kan orangnya (seharusnya) di bawah pengampu (kalau) sudah lansia. Yang kedua harus di bawah pengampu, nggak bisa direct (atau) langsung," tuturnya.
Di sisi lain, pelaku juga telah melanggar hukum karena melakukan penipuan. Ia bisa terkena Pasal 266 KUHPidana karena menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik.
Lalu, pelaku juga terkena Pasal 378 KUHP (Pasal 492 UU 1/2023) tentang penipuan. Adapun ancaman hukuman pidana bisa di atas 5 tahun karena sudah terjerat dua pasal tersebut.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/abr)