Mempunyai aset berupa tanah tidaklah mudah. Selain harga perolehannya mahal, pemilik juga harus melindungi tanah dari penjahat seperti mafia tanah.
Mafia tanah adalah individu, kelompok, dan/atau badan hukum yang memperoleh hak atas tanah dengan cara melakukan tindak pidana. Mereka kerap menimbulkan keresahan di masyarakat karena mengambil alih dan menjual tanah orang lain.
Oleh karena itu, pemilik perlu memperhatikan tanah miliknya. Nah, ada tanah yang ternyata menjadi sasaran empuk bagi mafia tanah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, bagaimana ciri-ciri tanah yang jadi sasaran mafia tanah? Simak penjelasannya berikut ini.
Tanah yang Jadi Sasaran Mafia Tanah
Inilah ciri-ciri tanah yang rawan diambil alih mafia tanah.
1. Tanah Belum Bersertifikat
Pengacara Properti Muhammad Rizal Siregar mengatakan mafia tanah mengincar tanah terlantar yang tidak bersertifikat. Mereka dapat membuat surat-surat palsu sampai akhirnya mengambil alih tanah orang lain.
"Dia melihat potensi bahwasannya tanah ini akan bisa dijadikan bagian dari transaksi yang palsu atau transaksi yang ilegal," ujar Rizal kepada detikProperti, Kamis (3/7/2025).
Rizal menjelaskan mafia tanah mengincar tanah yang pemiliknya hanya mengantongi hak dasar seperti girik, Letter C, rincik, petok, dan lainnya. Sebab, bukti kepemilikan tersebut mudah dipalsukan. Mafia tanah dapat memalsukan surat kepemilikan tanah secara utuh mulai dari transaksi hingga penerbitan hak.
Oleh karena itu, Rizal menekankan bahwa tanah didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar memiliki sertifikat. Ada berbagai sertifikat tanah yang bisa dibuat, di antaranya sertifikat hak milik (SHM) bagi perorangan dan hak guna bangunan (HGB) untuk perusahaan.
"(tanah) Masih dalam terbitan hak dasar (berisiko). Nggak ada (tanah) yang sertifikat bisa diambil untuk mafia tanah, itu nggak mungkin," katanya.
2. Tanah Terlantar
Selanjutnya, Rizal mengatakan tanah terlantar menjadi sasaran mafia tanah. Menurutnya, tanah tergolong terlantar kalau tidak dibangun atau ditumbuhi apapun.
"Sebelum dia (mafia tanah) melakukan eksekusi atas tanah tersebut. Yang pertama, dia perhatikan, dia lihat kembali tanah itu secara fisik itu dipagar atau tidak. Yang kedua, ditelantarkan atau tidak," imbuhnya.
Ia pun menyarankan pemilik tanah untuk segera membatasi area tanah kepemilikan seusai melakukan transaksi jual-beli. Pemilik dapat membangun pagar tembok untuk mencegah konflik di kemudian hari.
Selain membangun pagar, pemilik bisa bercocok tanam di atas tanah tersebut. Dengan begitu, tanah menjadi produktif dan bermanfaat bagi masyarakat.
"Kalau sudah dipagar tembok, kalau sudah dipagar itu tanah yang kemudian dilakukan aktivitas dalam bentuk fisik, itu tidak mungkin diserobot orang," tuturnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/dhw)