Maria Lucia Setyowati, warga di Tenggilis, Surabaya menjadi korban penipuan oleh anak kosnya. Ia kehilangan dua aset berupa rumah kos yang berpindah tangan ke orang lain.
Dikutip dari detikJatim, pelaku penipuan tersebut diduga anak kos bernama Tri Ratna Dewi. Tri mengusulkan dan menawarkan bantuan untuk memecah sertifikat hak milik (SHM) rumah Maria. Tri juga diduga bersekongkol dengan pegawai PPAT Permadi.
"Awalnya pikiran saya pecah (SHM), nggak hibah. Tiba-tiba saya diberi tahu ruko itu sudah dipecah SHM nya menjadi tiga, atas nama Tri, dua dijual ke Permadi pegawai PPAT tadi," ujar Maria kepada detikJatim, Kamis (19/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, ada saja celah yang dimanfaatkan penipu sehingga bisa mengambil alih properti orang?
Terpisah, Pengacara Properti Muhammad Rizal Siregar mengatakan penipu biasanya dapat mengambil alih hak suatu properti melalui pembuatan akta hibah hingga akta jual beli.
"Anak kos mengambil hak dari pemilik kos dengan dasar kepemilikan yang diubah oleh anak kos. Perubahannya itu berbagai macam cara, mulai dibuat dari akta hibah sampai dengan akta jual beli itu bisa dilakukan," ujar Rizal kepada detikProperti, Jumat (20/9/2024).
Menurutnya, hal ini dapat terjadi lantaran pemilik tidak mengetahui atau memahami proses hukum terkait kepemilikan aset. Meski mengikuti proses dan menandatangani surat, pemilik merasa kejadian tersebut normal dan tidak kehilangan propertinya.
"Kalau menurut saya celah di mana ibu lansia ini berpikir bahwasanya rumah itu masih punya dia secara hukum," katanya.
Selain tidak memahami hukum, pemilik mungkin memiliki hubungan yang dekat, sehingga dapat mempercayakan urusan hukum asetnya.
"Pertama tidak paham mengenai hukum, dia nggak ngerti. Yang kedua, karena ada kedekatan moral, maka dia berikan hak (SHM) itu kepada anak kos," ucapnya.
Lebih dari itu, pemilik berusia lanjut, sehingga ada indikasi kesulitan berpikir dengan normal. Rizal menyebut seharusnya subjek yang lanjut usia memiliki pengampu, yakni orang dari pihak keluarga yang memahami terkait kepemilikan dan transaksi harta bendanya.
"Apalagi yang memberi hibah kan orangnya (seharusnya) di bawah pengampu (kalau) sudah lansia. Yang kedua harus di bawah pengampu, nggak bisa direct (atau) langsung," tuturnya.
Rizal menambahkan biasanya kasus penipuan seperti ini terdapat perjanjian antara kedua belah pihak yang membuat pemilik tergiring untuk melepaskan haknya tanpa disadari.
"Nah, tetapi kita nggak tahu juga ada dialog apa di antara mereka. Tetapi menurut saya itu biasanya mau pinjam duit, tapi saya nggak tau anak kos ini (ada janji apa)," imbuhnya.
Di samping itu, Rizal mengatakan cara pemindahtanganan aset rumah sebenarnya legal. Akan tetapi, prosesnya salah karena tidak memenuhi syarat formil dan materiil, sehingga terdapat cacat yuridis.
"Caranya legal tapi prosesnya yang salah. Caranya legal pakai PPAT, tanda tangan, akta hibah, itu caranya legal. Tapi prosesnya yang salah, bagaimana seorang lansia itu memberikan hibah kepada anak kos yang latar belakangnya tidak kita ketahui?" terangnya.
Ia menyebut seharusnya dilakukan pengecekan validitas dan pemenuhan persyaratan sebelum bisa diterbitkan SHM yang baru. Hal ini bisa dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Pemerintah yang bisa memproteksi terkaitnya terbitnya hak dari kepemilikan individu-individu masyarakat Indonesia. Hanya BPN yang bisa memproteksi validitas kepemilikan dari hak tersebut," pungkasnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/abr)