Salah satu lokasi syuting film Dilan 1990 di daerah Bandung, baru-baru ini kembali viral. Bangunan yang disebut 'Rumah Milea' ini sejak minggu lalu tidak menerima pengunjung yang hendak berfoto di depan rumah tersebut. Sebuah spanduk besar bertuliskan 'DILARANG BERPHOTO DI DEPAN RUMAH INI!' terpasang di depan rumah.
Rumah ini mulai sering dikunjungi setelah film Dilan 1990 tayang pada 2018 lalu. Rumah tersebut digunakan sebagai tempat tinggal karakter Milea, perempuan yang disukai oleh Dilan. Filmnya yang laris manis membuat penonton menyempatkan berkunjung ke 'Rumah Milea' ini.
Ternyata tampilan 'Rumah Milea' saat ini memang seperti rumah jaman dulu, tidak seperti rumah-rumah masa kini. Tidak heran jika rumah tersebut terpilih sebagai lokasi syuting, mengingat film Dilan berlatar tahun 90-an. Lantas seperti apa penampakan 'Rumah Milea'? Berikut ulasannya berdasarkan arsitekturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Arsitek Denny Setiawan, 'Rumah Milea' dibangun dengan gaya arsitektur Art Deco. Gaya rumah seperti ini dibuat oleh arsitek-arsitek asal Belanda pada masa kolonial. Pada saat itu, gaya rumah seperti ini tengah berkembang di Eropa.
"Ini gaya yang dibawa beberapa arsitek Belanda yang kebetulan waktu itu ditugaskan untuk berpraktik di Bandung. Nah, gaya Art Dekoratif (Art Deco) ini memang pada saat itu tengah berkembang juga di Eropa. Khusus di kawasan Jawa Barat, gaya Art Deco ini bersanding baik dengan gaya atau kebutuhan iklim yang ada di Jawa Barat," kata Denny saat dihubungi detikProperti pada Kamis (8/8/2024).
Arsitektur Art Deco ini sudah lama dipakai dan menjadi tren sekitar pertengahan abad 18-an hingga akhir 90-an. Maka dari itu, desain 'Rumah Milea' terlihat tua dan sederhana.
"Gaya Art Deco ini timbulnya justru di pertengahan abad 18 hingga akhir 90-an. Jadi sekitar satu abad lah, dari 1850, sekitar sampai 1950," ujarnya.
Ciri khas dari arsitektur Art Deco adalah pada ornamen dan bentuk jendela. Seperti yang terlihat pada 'Rumah Milea', di samping jendela yang cembung, terdapat dinding yang dibuat tidak rata dan di atasnya ditambahkan ventilasi dengan bentuk unik. Detail itu adalah ciri khas gaya Art Deco.
"Di sekitar jendelanya itu kan ada lis-nya, kemudian di terasnya itu ada lis-lis kecil. Saya nggak tahu di pelafonnya ada apa nggak, saya nggak lihat di dalamnya ya. Tapi biasanya pelafon itu pada zaman itu masih pakai eternit atau triplek gitu ya, itu dihias-hias," pungkasnya.
Kemudian, arsitektur 'Rumah Milea' ini memiliki keuntungan lain yang jarang ditemui di rumah-rumah masa kini yakni kekokohan dan sejuk.
Bangunan ini memiliki struktur fondasi yang kokoh. Mulai dari dinding, rumah bergaya Art Deco memiliki ketebalan dinding sekitar 20 cm, berbeda dengan ketebalan dinding rumah masa kini yang hanya sekitar 15 cm. Dinding yang tebal juga bermanfaat menghalau panas agar tidak mudah menembus ke dalam rumah.
"Itu juga menambah kekuatan untuk bangunan jadi lebih kokoh. Nah, yang menarik sebenarnya adalah justru dinding-dinding tebal itu biasanya hadir di arsitektur di negara yang punya musim dingin. Si arsitek-arsitek Belanda ini masih terpengaruh dengan itu, gitu. Tapi justru malah ketebalan dindingnya itu membuat kekokohan yang lebih besar pada rumah-rumah," jelasnya.
Lalu rumah pada masa itu dibangun di tengah lahan terbuka. Kemudian, pada bagian atap, dibuat miring menyesuaikan dengan iklim di Indonesia yakni tropis. Di mana pada musim penghujan dibutuhkan model atap miring agar air bisa turun. Kanopi rumah pun dibuat lebih panjang daripada fondasi bangunan.
"Tritisan itu kanopi atau atap yang menjulur keluar. Nah, tritisan lebar itu membuat rumah keseluruhannya berada pada dalam bayangan. Jadi, nggak terkena matahari langsung. Itu juga membuat rumahnya jadi lebih adem," ucapnya.
Desainnya yang unik dan masih terawat hingga saat ini membuat 'Rumah Milea' mendapatkan penghargaan sebagai Bangunan Cagar Budaya Golongan B pada 2021.
Alasan 'Rumah Milea' Pasang Spanduk Larangan Foto
Popularitas rumah ini ternyata mengganggu warga di sekitarnya. Sebab, selain berfoto dan membuat reka adegan, ada pengunjung yang memarkirkan kendaraan sembarangan, hingga meneriakkan nama Milea di depan rumah tersebut.
"Ya saya awalnya silakan saja kalau ada yang sering berfoto. Tapi lama-lama warga sekitar itu terganggu, jadi semakin ramai yang datang. Terus menghalangi jalan, banyak mobil, lama-lama juga jadi banyak yang jualan di sini padahal kan nggak boleh," ungkap Tin, pemilik rumah seperti yang dikutip dari detikJabar, Kamis (8/8/2024).
Padahal 'Rumah Milea' hanya rumah biasa yang masih dihuni. Rumah tersebut dimiliki oleh kakak beradik bernama Tin dan Penny. Mereka masih merawat rumah tersebut karena peninggalan orang tua.
Pagar Rumah jadi Korban Aksi Pengunjung Nakal
Beberapa pengunjung ada yang sampai memanjat pagar atau bersandar di pagar. Hal ini menyebabkan pagar sulit dibuka dan ditutup, alhasil pemiliknya harus memperbaiki area tersebut.
"Padahal yang datang ke sini mungkin orang-orang terpelajar, anak-anak muda, banyak yang ke sini juga datang jauh-jauh dari luar pulau terus mampir foto. Tapi ya sayangnya bukan cuma mengganggu, tapi juga pagar itu suka dinaikin, didudukin, jadinya pagarnya turun terus seret nggak bisa dibuka. Saya beberapa kali harus perbaiki," tambahnya.
Pemilik Rumah dan Warga Sekitar Sepakat Melarang Pengunjung Datang
Setelah sederet kejadian tidak menyenangkan, akhirnya RT setempat memasang spanduk larangan berfoto di 'Rumah Milea'. Pemasangan ini atas persetujuan pemilik dan warga sekitar yang sama-sama menginginkan ketenangan.
Setelah terpasang spanduk di depan rumahnya, mereka berharap para pengunjung mengindahkan himbauan tersebut.
"Ya saya harap jangan ada lagi yang ke sini, jangan foto-foto lagi, karena sudah ada larangan itu pun tetap banyak yang nongkrong di depan begitu. Karena itu mengganggu tetangga sekitar, saya nggak enak. Sudahlah, rumah ini biasa saja kok," ungkap Tin.
(aqi/aqi)