Sebuah rumah di Bandung yang pernah menjadi lokasi syuting film Dilan 1990 atau dikenal dengan 'Rumah Milea' baru-baru ini viral. Terdapat sebuah spanduk besar bertuliskan 'DILARANG BERPHOTO DI DEPAN RUMAH INI!' terpasang di depan rumah. Spanduk tersebut dipasang atas kesepakatan pemilik rumah dan warga sekitar yang merasa terganggu kedatangan banyak pengunjung hanya untuk berfoto di sana.
"Ya saya awalnya silakan saja kalau ada yang sering berfoto. Tapi lama-lama warga sekitar itu terganggu, jadi semakin ramai yang datang. Terus menghalangi jalan, banyak mobil, lama-lama juga jadi banyak yang jualan di sini padahal kan nggak boleh," ucap Tin, pemilik 'Rumah Milea', pada detikJabar, Senin (5/8/2024).
Rumah tersebut terkenal setelah dipakai sebagai tempat tinggal Milea, karakter wanita yang disukai oleh Dilan. Kemudian rumah tersebut juga telah mendapat penghargaan sebagai Bangunan Cagar Budaya Golongan B pada 2021. Padahal 'Rumah Milea' ini hanya hunian biasa yang saat ini dihuni oleh kakak beradik Tin dan Penny.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Lantas, seperti apa desain dan penampakan 'Rumah Milea' sampai dipilih sebagai lokasi film Dilan 1990 dan mendapat penghargaan Cagar Budaya?
Menurut Arsitek Denny Setiawan, 'Rumah Milea' adalah contoh rumah bergaya Art Deco. Gaya rumah seperti ini dibuat oleh arsitek-arsitek asal Belanda pada masa kolonial. Pada saat itu, gaya rumah art deco tengah berkembang di Eropa.
"Ini gaya yang dibawa beberapa arsitek Belanda yang kebetulan waktu itu ditugaskan untuk berpraktik di Bandung. Nah, gaya Art Dekoratif (Art Deco) ini memang pada saat itu tengah berkembang juga di Eropa. Dan khusus di kawasan Jawa Barat, gaya Art Deco ini bersanding baik dengan kebutuhan iklim di Jawa Barat," kata Denny saat dihubungi detikProperti pada Kamis (8/8/2024).
Arsitektur Art Deco ini sudah lama diadopsi di beberapa negara khususnya di Eropa. Denny mengatakan kemunculannya sudah ada sejak pertengahan abad 18-an hingga akhir 90-an. Maka dari itu, desain 'Rumah Milea' terlihat tua dan sederhana.
"Gaya Art Deco ini timbulnya justru di pertengahan abad 18 hingga akhir 90-an. Jadi sekitar satu abad lah, dari 1850, sekitar sampai 1950," ujarnya.
![]() |
Meskipun umur bangunan tersebut sudah puluhan tahun, bangunan ini memiliki struktur fondasi yang kokoh. Rumah bergaya Art Deco memiliki ketebalan dinding sekitar 20 cm, berbeda dengan ketebalan dinding rumah masa kini yang hanya sekitar 15 cm.
"Itu juga menambah kekuatan untuk bangunan jadi lebih kokoh. Nah, yang menarik sebenarnya adalah justru dinding-dinding tebal itu biasanya hadir di arsitektur di negara yang punya musim dingin. Si arsitek-arsitek Belanda ini masih terpengaruh dengan itu. Tapi justru malah ketebalan dindingnya itu membuat kekokohan yang lebih besar pada rumah," jelasnya.
Kemudian, atap rumah Art Deco seperti yang terlihat dari 'Rumah Milea' berbentuk miring. Hal ini menyesuaikan dengan iklim di Indonesia yakni tropis. Sebab, di Benua Eropa, rumah bergaya Art Deco biasanya beratap datar. Lalu, 'Rumah Milea' memiliki banyak jendela sehingga bagian dalam rumah mendapat cahaya matahari yang cukup.
Selain dikenal kokoh, bangunan seperti 'Rumah Milea' ini dikenal sejuk meski dahulu tidak ada AC. Dinding yang tebal sekitar 20 cm itu membuat panas tidak mudah menembus ke dalam rumah. Lalu halaman luas yang mengelilingi rumah juga memainkan peran penting. Faktor lainnya yang berpengaruh mengurangi panas di rumah adalah atap yang menjulur ke depan.
![]() |
"Tritisan itu kanopi atau atap yang menjulur keluar. Nah, tritisan lebar itu membuat rumah keseluruhannya berada pada dalam bayangan. Jadi, nggak terkena matahari langsung. Itu juga membuat rumahnya jadi lebih adem," ucapnya.
Selanjutnya, 'Rumah Milea' ini memiliki plafon yang cukup tinggi. Jadi udara panas bisa memiliki waktu untuk naik ke atas dan tidak terperangkap di bawah.
Di antara keunikan desain rumah Art Deco, sebenarnya kuncinya ada pada ornamen dan bentuk jendela. Seperti yang terlihat pada 'Rumah Milea', di samping jendela yang cembung, terdapat dinding yang dibuat tidak rata dan di atasnya ditambahkan ventilasi dengan bentuk unik. Detail itu adalah ciri khas gaya Art Deco.
"Kamu lihat di sekitar jendelanya itu kan ada lis-nya, kemudian di terasnya itu ada lis-lis kecil. Saya nggak tahu di pelafonnya ada apa nggak, saya nggak lihat di dalamnya ya. Tapi biasanya pelafon itu pada zaman itu masih pakai eternit atau triplek gitu ya, itu dihias-hias, itu sebenarnya ciri-ciri arsitektur art deco kayak gitu," pungkasnya.
(aqi/dna)