Transit Oriented Development (TOD) adalah metode yang dilakukan oleh pengembang properti dalam pengembangan kawasan urban untuk memberikan tempat hunian yang layak. Belakangan ini istilah mulai banyak disebut karena lokasinya di dekat transportasi umum yang ramai dikunjungi masyarakat.
Dengan adanya TOD ini, masyarakat termasuk generasi Z mendapat pilihan bentuk hunian dengan fasilitas dan akses transportasi yang mudah. Salah satu bentuk hunian yang ditawarkan adalah apartemen. Model hunian seperti ini tidak membutuhkan tanah yang luas seperti membangun komplek perumahan.
Generasi Z yang tengah memasuki usia kerja membutuhkan kemudahan akses mobilisasi dari rumah ke kantor yang efisien sehingga model hunian seperti ini bisa dibangun di dekat stasiun atau halte yang berada di lingkungan yang padat. Namun apakah dengan adanya TOD ini minat gen Z dalam memilih rumah tapak jadi terdampak?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Head of Advisory JLL Indonesia, Vivin Harsanto, dampak dari TOD itu nyatanya memang ada. Namun lebih jelasnya, ia menyebutkan bahwa kedekatan hunian dengan transportasi publik itulah yang menjadi patokan utama.
"Impact TOD memang ada tapi nggak melulu dengan TOD, artinya kedekatan dengan public transportation itu menjadi cukup penting apalagi di kalangan anak-anak muda gitu," ujar Vivin kepada detikcom, Kamis (30/5/2024).
"Hunian vertikal itu selama posisi dan lokasinya tepat, misalnya dekat dengan public transportation, kemudian fasilitas sekelilingnya bagus, sebetulnya akan ada aja demandnya (peminatnya). Tapi seberapa besar memang ini harus hati-hati ketika membuat suatu pengembangan apartemen, memang harus staging," tambahnya.
Vivin juga menjelaskan bahwa rumah hunian yang paling dicari oleh generasi muda ini sebenarnya tidak selalu terpatok pada hunian vertikal di daerah pusat kota saja. Dalam beberapa situasi, rumah tapak yang berada di pinggiran kota dan dekat dengan transportasi umum justru akan lebih diminati.
"Ketika affordabilitynya (kemampuan) di luar range (jangkauan), ya pasti mereka akan lebih fokus memikirkan ke how to reach tempat kerjanya. Di mana didukung dengan infrastruktur atau public transportation. Itu nomor 1," kata Vivin.
"Yang kedua itu fasilitas. Fasilitas yang ada di dalam situ itu memadai atau nggak. Kalau misalnya untuk keluarga tentunya sekolah, pasar, minimarket. Tapi untuk yang single paling ya cafe. Kan beda nih kriterianya," sambungnya.
Lebih lanjut, Vivin menyebutkan bahwa poin penting yang diincar oleh generasi muda untuk membeli rumah itu adalah lokasi, aksesibilitas, dan fasilitas.
"Kalau dekat tempat kerja ya memang jadi target penyewa, tapi kadang kepentok sama harga. Di tengah kota itu kan harganya nggak affordable ya kan, jadi balik lagi ke pricing. Yang pasti yang utama itu lokasi accessibility sama fasilitas," ujarnya.
Berbanding terbalik dengan jumlah peminat yang terus meningkat tiap tahun. Oleh karena itu, tidak sedikit yang memutuskan untuk tinggal di pinggiran kota dengan jaminan akses transportasi masih mudah ditemukan.
(abr/abr)