Konsep hunian berbasis Transit Oriented Development (TOD) dinilai semakin relevan di tengah urbanisasi yang kian pesat dan backlog perumahan yang masih tinggi di Indonesia. Namun, implementasinya di lapangan dianggap belum sepenuhnya ideal.
Pengamat tata kota, Sibarani, menyebut TOD bisa menjadi salah satu solusi jangka panjang yang berkelanjutan dalam pembangunan kota. Dengan mengintegrasikan kawasan hunian dengan moda transportasi massal seperti MRT dan kereta komuter, TOD dinilai mampu menekan ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi.
"Orang bisa tinggal dekat moda transportasi, bekerja tak jauh dari rumah, sehingga waktu tempuh, biaya, dan polusi berkurang. TOD memberi dampak pemanfaatan ruang kota yang jauh lebih efisien," ujar Sibarani, Senin (19/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski konsepnya menjanjikan, Sibarani menilai penerapan TOD di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala. Di antaranya adalah infrastruktur pendukung yang belum siap, serta belum mengakarnya pola perencanaan kota yang berorientasi pada transportasi massal.
"Kota-kota kita sejak dulu tidak dirancang berbasis TOD. Akses ke transportasi umum masih sulit, sementara kendaraan pribadi, khususnya motor, sangat mudah didapat," jelasnya.
Dari sisi pengembang, ia juga menyoroti rendahnya minat investor terhadap kawasan TOD. Padahal, menurutnya, jika ada insentif dari pemerintah seperti pajak dan subsidi, kawasan-kawasan ini berpotensi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Lebih jauh, Sibarani menegaskan bahwa TOD bukan sekadar membangun rumah dan akses ke stasiun. Konsep ini mencakup pengembangan kawasan secara menyeluruh, termasuk ruang publik, akses jalan, jembatan, dan pengelolaan lingkungan.
"Di luar negeri, TOD bisa sukses karena pemerintahnya hadir secara aktif, dari regulasi hingga pelaksanaan. Di Indonesia, kita masih banyak berhenti di tataran aturan," kritiknya.
Senada dengan itu, Wakil Direktur Utama Perum Perumnas, Tambok Setyawati, menyebut pengembangan TOD memerlukan sinergi antar-stakeholder. Terutama karena TOD umumnya dibangun di lahan-lahan strategis yang berkaitan dengan simpul transportasi publik seperti stasiun KRL.
Tambok mengatakan, Perumnas saat ini terus mendorong pengembangan proyek TOD di sejumlah titik di Jabodetabek, bekerja sama dengan PT KAI untuk pemanfaatan lahan. Menurutnya, proyek ini bukan hanya menyediakan hunian, tapi juga menciptakan pusat aktivitas masyarakat.
"Kami membangun TOD di titik nol kilometer dari simpul transportasi. Ini mengurangi ketergantungan kendaraan pribadi dan mendorong efisiensi mobilitas," ujar Tambok.
TOD bisa bantu target 3 juta rumah
Sibarani juga melihat konsep TOD sebagai peluang konkret dalam mendukung program pembangunan 3 juta rumah yang tengah digenjot pemerintah. Namun, ia menyoroti bahwa pendekatan ini masih terbatas karena biasanya hanya dibangun di atas lahan mitra, seperti milik PT KAI.
"Padahal kawasan TOD seharusnya mencakup radius 400-500 meter dari stasiun. Perlu konektivitas dengan area di luar lahan milik mitra," tegasnya.
Ia pun mendorong peran aktif pemerintah daerah dalam menghubungkan kawasan TOD dengan lingkungan sekitarnya, termasuk menjalin komunikasi dengan pemilik lahan swasta.
"Jika dilakukan dengan benar, TOD bisa jadi pengungkit pembangunan kota yang manusiawi, inklusif, dan terjangkau," pungkasnya.
(das/das)