Studi yang dilakukan oleh Harvard menemukan bahwa anak muda berusia 18-25 tahun cenderung merasa kurang bahagia dibanding kelompok umur lain. Kelompok usia muda tersebut menganggap dirinya tidak sehat secara fisik.
Menurut Global Flourishing Study yang mengumpulkan data lebih dari 200.000 orang di 22 negara berbeda, kaum dewasa muda merasa kesepian. Peneliti mengartikan kesepian ini sebagai kekosongan eksistensial yang tidak dapat diisi dengan apa pun.
Profesor di Harvard dan pemimpin studi, Arthur C Brooks, mengatakan bahwa hubungan yang dibentuk kaum muda bukan ikatan yang berkualitas, sehingga memengaruhi kesejahteraan atau kebahagiaan mereka. Hal ini berkaitan juga dengan kebiasaan kaum muda di dunia virtual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Generasi muda yang melepaskan diri dari tren 'virtual' ini akan menjadi jauh lebih bahagia dibandingkan mereka yang terjebak dalam suka, pesan, dan layar," kata Brooks dalam studinya, dikutip Kamis (15/5/2025)
Banyak Gen Z Merasa Tidak Bahagia
Pada era saat ini, kaum muda tengah diisi oleh kalangan Generasi Z (Gen Z). Dalam sebuah riset tahun 2023, ditemukan bahwa cukup banyak Gen Z yang merasa tidak bahagia dalam hidupnya.
Riset tersebut dilakukan oleh Gallup-Walton Family Foundation Voices of Gen Z, yang dikembangkan bersama pakar kebahagiaan Arthur C. Brooks. Survei dilakukan pada 27-30 November 2023 melalui Gallup Panel dengan mengumpulkan respons dari sampel representatif nasional yang terdiri dari 2.271 anak berusia 12 hingga 26 tahun.
Hasilnya, riset menemukan bahwa sekitar tiga perempat Gen Z (anak muda yang lahir antara tahun 1997 dan 2012), mengatakan bahwa mereka sangat bahagia (25%) atau agak bahagia (48%). Sementara kurang lebih seperempat Gen Z mengatakan tidak bahagia.
Penemuan lain mengungkapkan, bahwa sekitar seperempat Gen Z tersebut tidak secara konsisten merasa bahwa hidup mereka penting, sekitar setengahnya sering merasa cemas, dan sekitar satu dari lima sering merasa tertekan.
Alasan Gen Z Tidak Bahagia
Riset tersebut menunjukkan bahwa beberapa faktor secara signifikan memengaruhi kebahagiaan Gen Z, termasuk menyoal kesehatan finansial dan mental masyarakat. Faktor-faktor ini perasaan puas di lingkungan belajar mereka atau pekerjaan.
Mengutip News Gallup, Gen Z yang merasa tidak bahagia menganggap bahwa apa yang mereka lakukan di sekolah atau tempat kerja itu biasa-biasa saja. Mereka kurang menemukan arah dan makna.
Dalam hal ini, sekitar setengah dari anggota Gen Z mengatakan mereka selalu merasa hidup mereka penting dan 28% lainnya mengatakan mereka sering merasa seperti biasa-biasa saja.
Data menunjukkan bahwa memiliki aktivitas harian yang mereka anggap menarik, memotivasi, atau penting dapat mengarahkan Gen Z untuk menuju kebahagiaan.
Di sisi lain, survei menemukan bahwa tidur yang cukup dan memiliki waktu bersantai yang cukup selama seminggu juga menjadi indikator kuat kebahagiaan Gen Z secara keseluruhan.
(faz/pal)