Ulap doyo adalah warisan budaya berupa kain tenun yang berkembang di Kalimantan. Tenun ulap doyo berasal dari suku Dayak Benuaq yang ada di Kalimantan Timur.
Bukan sekadar produk tekstil yang menawan, ulap doyo juga merupakan produk budaya yang sarat makna. Simak asal-usul sejarah, proses pembuatan, motif, fungsi, hingga perkembangannya.
Sejarah dan Asal-usul Ulap Doyo
Dikutip dari buku Ulap Doyo: Produk Regiosentris Kalimantan Timur, nama ulap doyo berarti daun doyo (Curculigo latifolia). Maksudnya, tenun ini dibuat dari serat daun doyo yang kuat dan cocok dijadikan benang untuk bahan tenun.
Daun ini digunakan karena banyak tumbuh liar di Kalimantan Timur. Karena menggunakan daun, maka kain ini ramah lingkungan. Pewarnanya pun menggunakan bahan alami, yakni dari kunyit, daun ketapang, kulit kayu ulin, hingga buah glinggam.
Ulap doyo diyakini telah ada sejak masa Kerajaan Hindu Kutai (sekitar abad ke-17). Dahulu, kain ini digunakan dalam upacara adat seperti Belian (ritual pengobatan), Tiwah (upacara kematian), dan sebagai mahar pernikahan.
Motif tertentu juga menandakan strata sosial. Misalnya motif jaunt nguku yang hanya boleh dipakai untuk bangsawan (mantiq). Namun seiring waktu, ulap doyo berkembang menjadi produk fesyen
Proses Pembuatan Tenun Ulap Doyo
Pembuatan Ulap Doyo adalah rangkaian kerja yang memadukan pengetahuan bahan, keterampilan teknis, hingga nilai-nilai adat. Satu lembar kain bisa memakan waktu 2-4 minggu tergantung kerumitan motif.
Prosesnya dapat dibagi menjadi beberapa tahap utama, yaitu:
1. Memanen Daun Doyo
Tanaman doyo dipilih dari varietas terbaik, misalnya doyo temayo atau doyo pentih. Tumbuhan ini tumbuh liar maupun dibudidayakan di ladang.
Daun yang dipanen biasanya setengah tua dengan panjang daun ideal 1 sampai 1,5 meter, lebar sekitar 5 cm. Jika terlalu muda maka seratnya lemah, tetapi juga tidak terlalu tua karena seratnya rapuh.
2. Pengambilan Serat (Nglorot)
Pada proses ini daun dibelah memanjang, lalu direndam di air sungai atau air mengalir selama beberapa jam untuk melunakkan jaringan daun. Serat kemudian dipisahkan dengan cara dikikis menggunakan pecahan bambu atau kulit kerang.
Pisahkan hingga tersisa serat memanjang yang halus. Serat kemudian dicuci bersih untuk menghilangkan getah dan kotoran.
3. Pengeringan
Serat dijemur di bawah sinar matahari hingga benar-benar kering. Penjemuran dilakukan di atas para-para bambu atau tali jemuran, tidak langsung di tanah, untuk menjaga kebersihan.
4. Pemintalan Benang
Serat kering dipintal secara manual menggunakan alat pintal sederhana. Benang yang dihasilkan digulung menjadi bola-bola kecil (gulung benang) untuk memudahkan proses pewarnaan dan penenunan.
Beberapa pengrajin mencampur serat doyo dengan kapas agar kain lebih lembut. Ada juga yang menggunakan campuran serat sintetis. Namun untuk kain adat murni digunakan 100% serat doyo.
5. Pewarnaan Alami
Pewarna dibuat dari bahan lokal yang direbus untuk mengeluarkan pigmen. Kemudian benang direndam dalam larutan warna selama beberapa jam hingga warna meresap, lalu dijemur kembali.
Proses pewarnaan bisa diulang sampai beberapa kali untuk mendapatkan warna yang lebih pekat. Bahan pewarnanya antara lain:
- Hitam: serat daun kebuau tua atau jelaga damar.
- Merah: buah glinggam, batu lado, kulit pohon uar.
- Kuning: kunyit.
- Hijau: daun putri malu.
- Cokelat: akar kayu oter.
6. Penenunan
Penenunan dilakukan dengan alat tenun tradisional (gedogan atau engkolan). Alat dioperasikan secara manual oleh penenun perempuan.
Benang pakan (horizontal) dimasukkan secara bergantian melalui benang lungsi (vertikal) menggunakan alat sisir dan bilah kayu. Motif dibentuk dengan teknik ikat atau songket sederhana, tergantung desain yang diinginkan.
7. Finishing
Kain yang selesai ditenun diperiksa kembali kerapatan, keseragaman warna, dan ketepatan motifnya. Bagian ujung kain dirapikan, kadang diberi hiasan tambahan seperti rumbai.
Motif dan Makna Ulap Doyo
Motif Ulap Doyo terinspirasi flora, fauna, dan mitologi Dayak Benuaq, di antaranya sebagai berikut]:
- Naga (Aso): Kecantikan wanita, pelindung spiritual
- Limar/Perahu: Kerja sama dan persatuan
- Kinas/Ikan: Pertanda leluhur
- Timang/Harimau: Keperkasaan pria
- Tukar Toray/Tangga Rebah: Perlindungan
- Pucuk Rebung: Pertumbuhan dan harapan
- Kupu-kupu: Harapan
- Akar Beringin: Keberhasilan
(bai/des)