Melaspas menjadi salah satu upacara penting bagi umat Hindu di Bali. Melaspas biasanya dilaksanakan setelah proses pembangunan atau renovasi bangunan selesai dilakukan, baik berupa rumah, tempat suci, dan sebagainya.
Orang Hindu di Bali juga percaya, jika belum melakukan ritual Melaspas, bangunan baru itu dianggap belum siap dihuni. Sebab, secara umum Melaspas bertujuan untuk menyeimbangkan kekuatan positif serta negatif dalam lingkungan sekitar. Sehingga Melaspas dianggap sebagai langkah penting untuk memulai kehidupan baru dengan penuh berkah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Makna Tradisi Melaspas
Dilansir dari berbagai sumber, kata 'Melaspas' berasal dari dua kata, yakni 'Melas' yang berarti pisah dan 'Pas' yang artinya cocok. Sehingga, Melaspas menggambarkan proses bangunan yang terdiri dari unsur-unsur berbeda, seperti kayu, tanah, dan batu. Kemudian, unsur-unsur tersebut disatukan menjadi bangunan yang layak untuk ditempati.
Masyarakat Hindu di Bali masih sangat memercayai sistem perhitungan hari baik dan buruk kalender Bali dalam melalukan upacara melaspas. Hari baik dan buruk dalam kalender Bali dikenal dengan istilah ala ayuning dewasa. Ala ayuning dewasa juga berperan penting dalam berbagai upacara adat dan ritual yang dilakukan umat Hindu.
Prosesi Upacara Melaspas
Upacara Melaspas di Bali umumnya dipimpin oleh pemangku. Prosesi tersebut biasanya juga dilakukan oleh sulinggih untuk di pura.
Biasanya, dilakukan upacara mecaru sebelum prosesi Melaspas dimulai. Tujuannya untuk mempersembahkan sesajen berupa labaan kepada bhuta kala. Prosesi ini semacam upaya menetralisasi serta mengembalikan energi negatif yang mendiami bangunan tersebut agar kembali ke tempat asalnya.
Kemudian, rangkaian upacara dilanjutkan dengan menancapkan orti pada mudra bangunan sebagai permohonan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Setelah itu, bakal dilanjutkan pada rangkaian upacara, yakni pemasangan ulap-ulap pada bangunan sesuai jenisnya. Lalu, dilanjutkan dengan pangurip-urip atau semacam menggoreskan arang bunga di tiap bangunan sebagai lambang Tri Murti atau Brahma, Wisnu dan Iswara.
Prosesi akhirnya adalah ngayab banten ayaban, ngayabang pras pamelaspas, dan juga ngayabang caru perabot ngeteg-linggih, khususnya jika yang dipelaspas adalah tempat suci atau pelinggih.
(hsa/hsa)