Baju Sangkarut, Rompi Khas Bagi Pria Dayak Ngaju

Baju Sangkarut, Rompi Khas Bagi Pria Dayak Ngaju

Nadhifa Aurellia Wirawan - detikKalimantan
Kamis, 24 Jul 2025 14:00 WIB
Baju Sangkarut
Baju Sangkarut/Foto: Istimewa (dok situs Pemprov Kalimantan Tengah)
Palangka Raya -

Kalimantan Tengah bukan hanya kaya akan alamnya, tetapi juga menyimpan warisan budaya yang begitu unik. Salah satunya adalah Baju Sangkarut, pakaian adat khas suku Dayak Ngaju yang hingga kini masih dikenang sebagai simbol perlindungan, spiritualitas, dan identitas.

Di balik tampilannya yang menyerupai rompi berlapis kerang atau kulit kayu, Sangkarut menyimpan sejarah panjang sebagai pakaian perang sekaligus busana upacara adat yang sakral.

Baju Sangkarut dulunya dikenakan para panglima Dayak sebagai pelindung dari senjata tajam, bahkan diyakini memiliki kekuatan magis untuk menangkal roh jahat. Kini, meskipun penggunaannya lebih banyak terlihat pada acara atau festival budaya dan upacara tradisional, makna di balik setiap helai dan motifnya tetap hidup sebagai identitas masyarakat Dayak Ngaju.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam artikel ini, kita akan menyusuri asal-usul Baju Sangkarut, mengenal keunikan bahan dan teknik pembuatannya. Juga memahami makna dari motif dan hiasan yang digunakan, serta melihat bagaimana baju adat ini terus dijaga eksistensinya di tengah arus modernisasi.

Asal-usul Baju Sangkarut

Sangkarut awalnya digunakan para panglima perang Dayak. Dalam sejarah masyarakat Ngaju, baju ini menjadi pelindung utama saat mereka menghadapi musuh, termasuk saat Perang Kuta Bataguh melawan pasukan Negeri Sawang. Tak hanya sebagai pelindung fisik, Sangkarut dipercaya memiliki kekuatan gaib yang mampu menolak senjata tajam dan panah beracun.

Namun seiring waktu, fungsi baju Sangkarut meluas. Pakaian ini mulai dipakai dalam berbagai upacara adat, mulai dari pernikahan, penyambutan tamu kehormatan, hingga ritual pemanggilan arwah leluhur seperti tiwah. Di sinilah nilai spiritual Sangkarut semakin kuat, yaitu menjadi jembatan antara dunia manusia dan dunia roh.

Kenapa Sangkarut Hanya Dipakai Kaum Pria?

Jabawannya seperti yang telah dijelaskan di awalnya, Sangkarut memang hanya dikenakan oleh laki-laki, khususnya para panglima perang atau tokoh adat suku Dayak Ngaju. Hal ini berkaitan dengan fungsi awal baju tersebut sebagai pelindung di medan perang, yang menjadi tanggung jawab kaum pria dalam struktur sosial tradisional yang patriarkis.

Sangkarut juga melambangkan kekuatan, keberanian, dan perlindungan spiritual, simbol-simbol yang secara budaya diasosiasikan dengan peran maskulin. Meski begitu, dalam perkembangan budaya saat ini, Sangkarut tak lagi menjadi baju khusus laki-laki. Perempuan Dayak kini juga mengenakan versi modifikasi Sangkarut dalam pertunjukan seni dan upacara adat, sebagai bentuk pelestarian warisan budaya bersama.

Pembuatan, Motif, dan Keunikan Sangkarut

Salah satu keunikan Sangkarut terletak pada bahan pembuatannya. Tidak seperti pakaian adat lain yang dibuat dari kain tenun, Sangkarut dibuat dari serat kulit kayu pilihan seperti nyamu, lemba, atau bahkan daun nanas. Kulit kayu itu dipukul-pukul hingga lentur dan menyerupai kain, lalu dijahit menjadi bentuk rompi tanpa lengan.

Yang paling mencolok adalah hiasan pelindungnya yang disebut 'basulau', yaitu tempelan kerang, kulit trenggiling, uang logam kuno, kancing kuningan, manik-manik, hingga benda azimat. Setiap elemen itu dipercaya memiliki daya spiritual, terutama untuk memberikan kekuatan dan perlindungan pada pemakainya.

Pewarnaan baju ini dibuat secara alami. Warna hitam diperoleh dari jelaga, putih dari tanah kaolin, kuning dari kunyit, dan merah dari getah rotan. Tak heran bila warna-warna Sangkarut terasa membumi dan sangat menyatu dengan alam Kalimantan.

Motif dan corak pada Baju Sangkarut juga tidak asal dibuat. Umumnya, baju ini dihias dengan gambar burung enggang, harimau, pohon hayat (batang garing), dan motif akar yang menjalar. Semua motif ini melambangkan kekuatan, kehidupan, dan hubungan antara manusia dengan alam semesta.

Pohon hayat misalnya, adalah simbol utama dalam kepercayaan Kaharingan( agama leluhur Dayak Ngaju). Pohon ini menggambarkan poros kehidupan, tempat roh nenek moyang bersemayam. Sementara burung enggang menjadi lambang kewibawaan, karena diyakini sebagai burung pembawa pesan dari para dewa.

Dipakai oleh Siapa dan Kapan?

Sangkarut dulunya hanya dikenakan oleh tokoh penting seperti panglima, kepala suku, atau dukun (balian). Namun kini, siapa saja boleh mengenakannya selama menghormati aturan adat.

Biasanya, Sangkarut dikenakan bersama ikat kepala (salutup), kalung manik-manik, dan aksesori bulu burung. Untuk perempuan, Sangkarut dipadukan dengan kain panjang, hiasan kepala, dan anting besar khas Dayak. Bahkan dalam tarian tradisional seperti Tari Giring-Giring, Sangkarut tampil sebagai kostum utama karena kuatnya unsur identitas dan spiritualitas yang dikandungnya.

Baju Sangkarut di Era Modern

Sayangnya, di zaman modern ini, baju Sangkarut semakin jarang ditemukan dalam bentuk aslinya. Proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu membuat banyak orang memilih versi modifikasi yang lebih praktis.

Saat ini, Sangkarut banyak dibuat dari bahan tekstil biasa seperti beludru atau satin, lalu dihias dengan pola serupa menggunakan bordir atau tempelan buatan.

Meski begitu, nilai budaya Sangkarut tetap hidup. Beberapa sanggar seni dan komunitas adat Dayak Ngaju berupaya melestarikannya dengan menggelar pertunjukan budaya, membuat dokumentasi sejarah, hingga mengajarkannya kepada generasi muda. Bahkan beberapa perajin mulai merintis produksi Sangkarut asli untuk keperluan wisata budaya.




(sun/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads