Di tengah arus global yang semakin deras menuju ekonomi hijau, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltimtara) masih bergantung pada pembiayaan sektor lama yakni pertambangan berbasis sumber daya alam tak terbarukan alias energi fosil.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kaltim-Kaltara mencatat hingga Mei 2025, sektor pertambangan tetap menyerap kredit perbankan dalam jumlah signifikan. Nilai kredit yang disalurkan ke sektor pertambangan dan penggalian tercatat sebesar Rp 32,85 triliun, hanya sedikit di bawah sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan yang menyerap Rp 33,13 triliun.
Bahkan pada Februari 2025, sektor tambang berada di posisi puncak dengan penyaluran kredit senilai Rp 38,68 triliun, mengungguli sektor pertanian yang saat itu tercatat Rp 34,23 triliun. Kondisi ini, menurut Kepala OJK Kaltim-Kaltara Parjiman yang akrab disapa Jimmy, menunjukkan perlunya evaluasi serius terhadap arah pembiayaan sektor keuangan di daerah.
"Sebetulnya kalau kami menilai, ini justru momentum bagus. Karena arah kebijakan kita ke depan adalah mendukung ekonomi hijau," ujar Jimmy pada Selasa (15/7/2025).
Baca juga: Terpuruknya Raksasa Batu Bara |
Jimmy menegaskan OJK telah meminta perbankan untuk menyesuaikan Rencana Bisnis Bank (RBB) dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Artinya, pembiayaan tak lagi hanya mempertimbangkan daya serap ekonomi, tetapi juga dampak ekologisnya.
"Kami minta ke depannya perbankan lebih banyak menyalurkan pembiayaan ke sektor yang bukan merupakan sektor yang merusak lingkungan," katanya.
Dorongan OJK sejalan dengan strategi mitigasi risiko jangka panjang. Menurut Jimmy, transisi energi global menuju sumber terbarukan adalah keniscayaan. Jika perbankan tidak mengantisipasi sejak dini, mereka berpotensi menanggung risiko besar akibat pembiayaan yang tidak berkelanjutan.
"Risiko stranded asset di sektor tambang itu nyata. Kalau perbankan tidak bersiap dari sekarang, bisa terguncang sewaktu-waktu," ujarnya mengingatkan.
Pemerintah pusat telah berkali-kali menekankan pentingnya green financing sebagai pilar utama pembangunan berkelanjutan. Namun di level daerah, termasuk Kaltim dan Kaltara, idealisme itu belum sepenuhnya tercermin dalam struktur penyaluran kredit.
Realitas ini menjadi tantangan tersendiri bagi Kalimantan Timur, yang selama ini dijuluki sebagai lumbung energi fosil nasional, terutama dari batu bara. Ketergantungan berkepanjangan terhadap tambang dikhawatirkan tidak hanya memperparah kerusakan lingkungan, tetapi juga melemahkan ketahanan ekonomi daerah di masa depan.
Untuk itu, OJK Kaltim-Kaltara akan terus memperkuat sinergi dengan lembaga jasa keuangan dalam mendorong transformasi. Edukasi internal kepada pelaku perbankan dan penguatan insentif untuk pembiayaan hijau menjadi bagian dari strategi yang sedang dirancang.
"Ini bukan soal mengejar tren, tapi tentang memastikan keberlanjutan pembangunan. Kalau tidak kita mulai sekarang, kapan lagi?" kata Jimmy mengakhiri.
Simak Video "Menghabiskan Waktu Bersama Warga dalam Kegiatan Seru di Pantai Pulau Segajah, Kalimantan Timur"
(sun/des)