Pertumbuhan ekonomi Kaltim pada kuartal pertama 2025 hanya mencapai 4,08 persen. Capaian tersebut merosot tajam bila dibandingkan pada periode sama tahun sebelumnya yakni 7,26 (yoy). Bahkan, perekonomian tiga bulan pertama 2025 ini lebih rendah dibandingkan kuartal keempat 2024 yang mencapai 6,12 persen.
Bank Indonesia menyebut perlambatan ekonomi di Bumi Mulawarman selama Januari hingga Maret 2025 disebabkan oleh kinerja buruk sektor pertambangan dan konstruksi, dua penopang utama ekonomi Benua Etam tersebut.
"Produksi batu bara Kaltim pada triwulan I 2025 terkontraksi hingga 18,99 persen (yoy), seiring dengan curah hujan tinggi yang mengganggu aktivitas pertambangan," ujar Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Kaltim Budi Widihartanto kepada detikKalimantan pada Selasa (1/7/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain sektor tambang, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang sempat menjadi penggerak sektor konstruksi di Kaltim kini mulai melambat. Menurut Budi, proyek-proyek besar infrastruktur dasar di kawasan IKN sudah banyak yang rampung pada 2024, sehingga menyebabkan moderasi aktivitas pembangunan pada awal 2025.
"Hal tersebut juga tercermin dari penurunan pagu anggaran IKN dari Rp 40,9 triliun pada 2024 menjadi hanya Rp 22 triliun di tahun 2025," tambahnya.
Budi menekankan bahwa perlambatan ini tidak sepenuhnya mencerminkan kinerja ekonomi yang memburuk. Basis pertumbuhan yang tinggi pada kuartal pertama 2024 juga menjadi faktor teknis penyebab angka pertumbuhan tahun ini tampak lebih rendah.
"Efek base effect dari pertumbuhan tinggi tahun lalu turut memberi kesan perlambatan," jelasnya.
Tantangan Ekspor Batu Bara di Tengah Transisi Energi
Selain dari sisi produksi, sektor batu bara Kaltim juga mengalami tekanan dari sisi ekspor. Budi menyampaikan bahwa nilai ekspor batu bara pada kuartal pertama 2025 terkontraksi sebesar 27,55 persen (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya turun 3,65 persen (yoy).
"Kontraksi ekspor terutama disebabkan oleh penurunan permintaan dari Tiongkok, yang sebelumnya tumbuh kuat 42,35 persen (yoy), namun kini justru terkontraksi sebesar 4,16 persen (yoy)," ujarnya.
Menurut Budi, penurunan permintaan China disebabkan oleh melimpahnya pasokan batu bara domestik mereka serta meningkatnya kapasitas pembangkit listrik dari energi terbarukan. Kapasitas energi surya dan angin di Tiongkok bahkan telah mencapai 1.482 GW, untuk pertama kalinya melampaui kapasitas pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
Situasi serupa juga terjadi di India. Budi mengatakan, permintaan terhadap batu bara jenis thermal dari India diperkirakan akan melambat setelah negara tersebut mencabut kebijakan pencampuran batu bara domestik dan impor.
"Tekanan eksternal in lah yang mendorong penyesuaian target produksi batu bara Kaltim pada 2025 menjadi 380 juta ton, menurun dari 388,5 juta ton tahun sebelumnya," pungkasnya.
(des/des)