Di pesisir Kota Tarakan, tepatnya di RT 25 dan RT 22 Kelurahan Selumit Pantai, sebuah jembatan tua bernama di daerah yang lebih dikenal dengan sebutan Steleng, dalam kondisi memprihatinkan. Panjangnya 200 meter, lebar 180 cm, tinggi 150 cm, namun usianya yang telah mencapai 18 tahun tanpa sentuhan perbaikan membuatnya nyaris ambruk.
Semen mengelupas, tiang dan lantai patah, jembatan miring, bahkan tenggelam saat air pasang. Bagi warga, ini bukan sekadar infrastruktur, melainkan urat nadi kehidupan sehari-hari yang kini terancam.
Namun, di tengah keluhan dan harapan yang tak kunjung terwujud, warga memilih bangkit. Dengan semangat gotong royong, mereka merajut kembali jembatan itu, seolah menyulam harapan untuk masa depan yang lebih baik.
"Semennya sudah keluar batunya. Tiang patah, lantai rusak, jembatan miring. Kalau pasang surut, tenggelam," ujarnya salah satu warga bernama Rahmatullah kepada detikKalimantan, Senin (25/8/2025).
Jembatan ini, katanya, sudah lama menyiksa warga, terutama pengendara motor. Warga tak tinggal diam. Mereka sudah berulang kali mengusulkan perbaikan ke pemerintah
"Kerikilnya tajam, badan sampai bergetar. Ban motor sering pecah atau bocor. Kami dikira nggak mau usaha. Padahal sudah coba ajukan ke mana-mana, tapi jawabannya nggak jelas," keluh Rahmatullah.
Salah satu kendala besar adalah status tanah di sekitar jembatan yang dimiliki perorangan, menghambat rencana perbaikan Pemkot Tarakan sejak 2020.
(des/des)