Berkunjung ke Chocolate Monggo Jogja, Belajar Sambil Cicipi Cokelat Legendaris

Fiesta Inka Purwoko, Steffy Gracia - detikJogja
Jumat, 17 Nov 2023 16:23 WIB
Foto: Pintu masuk museum sekaligus rumah produksi cokelat legendaris Cokelat Monggo di Kasihan, Bantul. (Steffy Gracia/detikJogja)
Jogja -

Banyak wisata di Jogja yang menawarkan edukasi dan pengalaman lebih kepada pengunjung, tidak terkecuali wisata kuliner. Salah satu wisata kuliner yang memberikan pengalaman dan edukasi yaitu Museum Chocolate Monggo.

Museum Chocolate Monggo berada di Jalan Tugu Gentong, Sribitan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. Museum ini merupakan sarana edukasi sekaligus rumah produksi dari cokelat legendaris di Jogja, Chocolate Monggo.

Pantauan tim detikJogja pada Senin (13/11/2023), Museum Chocolate Monggo ramai dikunjungi oleh rombongan anak-anak sekolah yang datang sambil belajar tentang pembuatan cokelat di Museum Chocolate Monggo. Terlihat juga beberapa keluarga yang mencicipi sekaligus membeli aneka cokelat yang ada di Chocolate Monggo.

Konsep Museum Chocolate Monggo menggunakan arsitektur Jawa seperti rumah Joglo. Iringan musik gamelan di museum dan toko oleh-olehnya bersenandung merdu. Banyak ditemui aksen-aksen budaya Jawa di dalam Museum Chocolate Monggo, seperti ilustrasi wayang dan kain batik di setiap ujung toko dan museum.

Pintu masuk museum sekaligus rumah produksi cokelat legendaris Cokelat Monggo di Kasihan, Bantul. Foto: Steffy Gracia/detikJogja

Awal Mula Berdiri dan Perjalanan Chocolate Monggo

Perjalanan Chocolate Monggo dimulai pada 2001 oleh Thierry Detournay, seorang warga Belgia yang ingin meningkatkan kualitas cokelat lokal di Nusantara. Hal ini dikarenakan kualitas rasa cokelat yang ada di Indonesia waktu itu berbeda dengan rasa cokelat sebenarnya yang sering ia rasakan di kampung halamannya, Belgia. Sehingga Thierry memutuskan untuk mencoba membuat cokelat dengan cita rasa sebenarnya yang khas.

"Beliau (Thierry Detournay) datang tahun 2001 dan mencoba cokelat-cokelat yg ada di market Indonesia rasanya manis semua tidak seperti cokelat di tempat asalnya beliau. Nah, dengan kekacauan itu beliau mencoba memulai membuat cokelat yang dalam skala kecil hingga tahun 2005 berdirilah Chocolate Monggo ini sampai sekarang." ujar Store Koordinator Chocolate Monggo, Andrew saat ditemui detikJogja, Senin (13/11/2023).

Disampaikan juga oleh Andrew, alasan lain Thierry mendirikan Chocolate Monggo adalah untuk memberikan kualitas cokelat yang baik yang dihasilkan dari buah kakao yang banyak dijumpai dan tumbuh di Indonesia. Berbekal teknik pembuatan cokelat ala Eropa, Thierry mencoba menghasilkan cokelat berkualitas yang dihasilkan dari buah kakao yang banyak tumbuh di Indonesia.

"Kakao idealnya tumbuh di daerah tropis, terutama di Indonesia. Namun, tidak ada produk cokelat lokal yang berkualitas sehingga menjadi salah satu alasan juga mengapa beliau (Thierry) membuat cokelat monggo ini." ujar Andrew.

Thierry mulai memperkenalkan cokelat Monggo buatannya berupa cokelat truffle dan cokelat tradisional dengan cara berkeliling menggunakan vespa berwarna pink sebagai salah satu teknik marketingnya. Thierry menjual cokelat-cokelat tersebut setiap hari Minggu di SunMor Market dekat UGM hingga Gereja Kotabaru. Produk cokelat yang paling laku dulunya adalah Kulit Cokelat dan Cacaomania.

"Ini vespa yang dipakai Pak Thierry untuk berjualan. Beliau berjualan cokelat dengan vespa ini di tahun 2005 yang berkeliling di area SunMor ugm terus ke Malioboro terus di Gereja Kotabaru. Nah, dipilih warna pink oleh beliau karena warna pink ini mencolok, kalau lewat orang pasti nengok gitu," tutur Andrew.

Setelah berjualan menggunakan Vespa di 2005, Thierry membuka store pertama di Kotagede pada 2010 dan sudah memiliki kurang lebih 80 pekerja yang memproduksi 150 kg cokelat per harinya. Memasuki tahun 2015, Chocolate Monggo semakin berkembang dengan membuka 4 cabang, juga mengalami penambahan pekerja dan produksi cokelat.

Memasuki masa pandemi, Chocolate Monggo terpaksa menutup beberapa cabangnya dan hanya mempertahankan 3 cabang sampai sekarang, yaitu di Kotagede; Tirtodipuran Mantrijeron; dan di Kasihan, Bantul sebagai pusat dan rumah produksinya. Pekerja dan produksi cokelat juga menurun karena cokelat bukanlah makanan pokok saat pandemi 2020 lalu.

Konsep Budaya Belgia-Jawa dalam Chocolate Monggo

Thierry selaku pendiri Chocolate Monggo dikenal sangat menyukai budaya Jawa. Inilah salah satu alasan penamaan produknya 'monggo' yang berarti 'silakan' dari Bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan Thierry saat pertama kali datang ke Jogja mendapati orang-orang ramah dan mengatakan 'monggo' kepadanya.

Istri Thierry juga ternyata merupakan seorang asli Jawa, maka dari itu Thierry menggunakan dan melestarikan budaya asli di mana istrinya lahir dan dibesarkan di produk cokelatnya.

"Pak Thierry memang mencintai budaya Jawa, jadi apapun dari bangunan ini masih mempertahankan nuansa Jawa, terus kayak ukiran-ukiran, itu seneng banget beliau budaya Jawa. Beliau juga menamai Cokelat Monggo ini terinspirasi dari pengalaman beliau saat datang ke sini, tepatnya ke Jogja, banyak yang bilang 'monggo' ke dia yang dijelaskan oleh temennya itu artinya 'silakan' makanya dipake di produknya," ujar Andrew.

"Tanda arah jempol itu juga dipakai sebagai pelambangan kata monggo dan merupakan optimisme, seakan-akan harapan Chocolate Monggo itu dapat berkembang naik dan semakin berkembang pesat," tambah Andrew.




(apu/ahr)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork