Guru Besar UGM Kritik Rencana PPN 12% di Jasa Pendidikan Premium

Guru Besar UGM Kritik Rencana PPN 12% di Jasa Pendidikan Premium

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Senin, 23 Des 2024 13:15 WIB
Ilustrasi Tabungan Pendidikan Anak
Ilustrasi biaya pendidikan. Foto: iStock
Sleman -

Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Prof. Dr. R. Agus Sartono, mengkritik rencana pemerintah yang akan menerapkan PPN 12% pada jasa pendidikan premium. Dia menilai kebijakan ini justru akan menjadi langkah mundur bagi pendidikan di Indonesia.

"Pendidikan merupakan investasi jangka panjang dan tidak seharusnya dijadikan objek pajak," kata Agus dalam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Senin (23/12/2024).

Agus menilai jika pengenaan pajak tersebut justru akan memperburuk capaian akses perguruan tinggi. Selain itu semakin membuat Indonesia tertinggal jauh dengan negara ASEAN lainnya. Apalagi pemerintah gencar mendorong agar pendidikan di Indonesia memiliki kualitas bertaraf internasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau saja kebocoran dan korupsi dapat ditekan, maka lebih dari cukup untuk pembiayaan investasi sumber daya manusia. Jika kita abai terhadap sektor pendidikan maka hanya masalah waktu saja kita justru akan makin terpuruk," urainya.

Lebih lanjut, Agus melihat angka partisipasi kasar perguruan tinggi di tahun 2025 ditargetkan sebesar 9,58 juta. Oleh karena itu, melihat tantangan terhadap akses pendidikan di tanah air yang masih terbatas, dia menilai kebijakan ini justru kontraproduktif.

ADVERTISEMENT

"Pertanyaan mendasar adalah mengapa pada saat pemerintah kesulitan meningkatkan akses justru berencana menambah beban berupa PPN 12%? Belum lagi berbicara bagaimana mengatasi luaran pendidikan yang tidak mampu diserap industri," katanya.

Saat ini, kata Agus, di berbagai Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN BH) yang telah lama, telah mengembangkan International Undergraduate Program (IUP). Program ini tidak saja menyumbangkan pembiayaan bagi PTN BH, tetapi juga mampu menarik minat student exchange dari negara lain.

"Melalui IUP PTN BH mampu memberikan subsidi silang bagi anak-anak dari keluarga yang secara ekonomi kurang mampu sehingga mereka mendapatkan akses pendidikan tinggi," ungkapnya.

Agus menyampaikan kehadiran mahasiswa asing di PTN BH juga memiliki peran strategis dalam jangka panjang. Dia pun menilai kebijakan pajak di jasa pendidikan premium ini dibatalkan.

"Oleh sebab itu rencana pengenaan PPN 12% terhadap pendidikan bertaraf internasional sangat tidak tepat dan sebaiknya dibatalkan," pungkasnya.

Untuk diketahui, dilansir detikFinance, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mendetailkan kriteria jasa pendidikan dan kesehatan premium atau mahal yang akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% per 1 Januari 2025. Daftar tersebut ditargetkan akan keluar akhir tahun ini.

Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Wahyu Utomo mengatakan salah satu pendekatan yang ditargetkan kena PPN 12% adalah pendidikan dan rumah sakit yang biayanya mahal dan berstandar internasional.

"Kriteria premium sedang rumuskan. Salah satu pendekatannya adalah SPP atau biaya kuliahnya mahal dan atau berstandar internasional," kata Wahyu kepada detikcom, Kamis (19/12/2024).

Sebelumnya, jasa kesehatan dan pendidikan secara umum terbebas dari pengenaan PPN. Ketentuan itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.

Keputusan itu harus diambil pemerintah karena kedua jasa premium tersebut bukanlah konsumsi warga kelas menengah bawah, melainkan kelas atas. Maka dari itu, demi keadilan dan gotong royong, jasa pendidikan dan kesehatan premium akan dikenakan PPN 12%.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan jasa pendidikan yang bisa terkena PPN 12% di antaranya adalah sekolah yang bayarannya lebih dari Rp 100 juta dalam setahun.

"Ada uang sekolah yang Rp 100 juta lebih setahun tidak bayar PPN, ada lagi jasa kesehatan yang premium, VIP, apa iya layak PPN 0%? Jadi ini yang kita tunjukkan keadilan yang harus kita tegakkan ya kita pegang dalam perpajakan," tegas Febrio.




(rih/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads