Sosok dosen killer menjadi momok tersendiri bagi mahasiswa. Dosen killer merupakan sebutan yang diberikan mahasiswa untuk sosok dosen yang galak. Tidak hanya itu, dosen killer pun dipandang sebagai sosok yang keras dan menyakitkan hati ketika berbicara.
Berdasarkan kisah yang dialami salah satu mahasiswa tingkat akhir di UPN Veteran Jogja, Dymas Albert (22), dia memiliki pandangan jika dosen killer adalah dosen yang saklek dan perfeksionis dalam berbagai aspek.
"Dosen killer itu dosen yang sangat tertib soal peraturan tanpa ada toleransi sedikit pun terhadap peraturan tersebut, perfeksionis dalam berbagai aspek, saklek dengan statement-nya, dan tidak bisa atau bahkan sulit untuk menerima suatu hal baru yang bersifat pengembangan metode baru dari suatu keilmuan," ucap Dymas saat dihubungi detikJogja, Rabu (1/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di samping itu, Dymas mengaku sempat beberapa kali berurusan dengan dosen killer. Mulai dari nilai C yang ia dapatkan tanpa adanya transparansi hingga mendapat perlakuan tidak baik secara verbal ketika ia sedang melakukan seminar hasil.
"Ada satu mata kuliah yang sempat dapat nilai C, akhirnya nyoba ngulang matkul tersebut dan waktu keluar nilai ternyata tetep C, padahal tugas UAS dan UTS dikerjain semua. Giliran minta transparansi nilai nggak dikasih dan malah dimarahin,"jelasnya
"Lalu, waktu seminar hasil pernah dimaki 'orang gila' sampai teriak-teriak karena masalah format dan bagian kalimat persembahan. Menurutku, di kalimat persembahan nggak salah karena nggak ada patokan skripsi tersebut dipersembahkan untuk siapa saja dalam SOP penulisan skripsi," lanjutnya
Hal senada juga diungkapkan salah satu mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Nila Lestari (20). Menurutnya, dosen killer adalah sosok dosen yang galak, pelit nilai, dan merasa selalu benar.
"Kriteria dosen killer itu galak, pelit nilai, jadi kayak dia pokoknya paling benar, kalau ada pendapat dari mahasiswanya selalu disangkal. Sama kayak nggak terlalu menerima perubahan zaman," ujar Nila saat dihubungi detikJogja.
Nila pun menceritakan kisahnya ketika dosen killer tersebut mengajar di kelas.
"Awal ngajar itu baik-baik aja, tapi lama-lama pas ngejelasin materi terus kita disuruh jawab dan jawaban kita kurang bener bakal dimarahin. Bapaknya ini nggak terlalu suka sama orang yang aktif, tapi kalau misal dia yang nanya harus ada yang jawab," jelasnya.
Selain itu, dosen yang ia sebut killer ini tidak pernah memberikan nilai A untuk mahasiswanya. Jawaban dari soal yang diberikan pun tidak boleh sama antara mahasiswa yang satu dengan lainnya.
"Terus dia nggak pernah ngasih nilai A, pokoknya nilai A itu hanya untuk Tuhan, dia bilang gitu di kelas. Kalau misal jawaban kita sama dikira nyontek, jadi nilainya jelek, padahal emang di ilmu harmoni tu jawabannya kayak gitu nggak ada yang lain," tuturnya.
Artikel ini ditulis oleh Iis Sulistiani dan Novi Vianita Peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan