Salah satu peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Dewi Kartikawati Paramita S.Si., M.Si., Ph.D, mengembangkan alat pendeteksi dini kanker nasofaring. Penelitian yang dilakukan Dewi beserta timnya mendapat dukungan dana dari #UangKita yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan.
Dewi merancang alat deteksi dini kanker nasofaring atau nasopharyngeal cancer (NPC) yang dinamakan NPC Strip A. Alat ini diklaim mampu mendeteksi nasofaring di fase yang lebih dini dan ringkas.
"NPC Strip A itu adalah alat untuk deteksi kanker nasofaring. Kami beri nama A karena yang dideteksi itu adalah antibodi IgA," ujar Dewi seperti dikutip dari situs LPDP Kemenkeu, Rabu (1/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Dewi juga telah menciptakan alat serupa dengan nama NPC Strip G yang digunakan untuk mendeteksi antibodi IgG. Ia juga pernah menemukan biomarker yang mirip di wilayah Eropa. Namun, alat tersebut tidak spesifik diciptakan mengingat kasus nasofaring di Eropa tergolong langka.
"Ada yang saya pernah temukan waktu itu di Eropa itu menggunakan biomarker yang mirip, artinya sumbernya itu dari virus yang sama. Namun, alat itu tidak spesifik diciptakan untuk mendeteksi kanker nasofaring. Sebab, di Eropa, tingkat kejadian kanker nasofaring mendekati nihil. Tetapi tidak secepat kalau alat deteksi cepat ini ya," ujar alumni program PhD Kedokteran Vrije Universiteit, Belanda ini.
Bahaya Kanker Nasofaring
Kanker nasofaring atau nasopharyngeal cancer (NPC) merupakan jenis kanker yang menyerang area nasofaring. Area nasofaring meliputi bagian tenggorokan yang terletak di belakang rongga hidung dan di balik langit-langit mulut.
Menurut American Cancer Society, kasus kanker nasofaring mencapai kurang dari 1 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Meskipun tergolong rendah secara global, tetapi di wilayah-wilayah tertentu kanker ini sering ditemukan terutama di Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika Utara.
Sementara, di tingkat nasional, kasus nasofaring mencapai lebih dari 19 ribu kejadian di tahun 2020. Jumlah ini menjadikan kanker nasofaring sebagai salah satu jenis kanker terbanyak di urutan kelima di Indonesia.
Gejala yang ditimbulkan kanker ini tidak spesifik sehingga masyarakat secara awam sering terlambat menyadarinya.
"Gejalanya itu cuma seperti pusing yang berkelanjutan, pilek-pilek berkelanjutan. Gejala yang umum itu seringkali menjadi alasan orang tidak merasa memiliki urgensi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut atas risiko NPC sehingga pasien datang, stadiumnya sudah lanjut, sudah ada benjolan di leher," terang Dewi yang juga Koordinator Penelitian di Departemen Histologi dan Biologi Sel UGM ini.
Selengkapnya di halaman berikut.
Pengembangan NPC Strip A
NPC Strip A digadang-gadang akan menjadi alat pendeteksi kanker nasofaring pertama dunia yang memiliki keunggulan lebih praktis, akurat, dan ekonomis. Alat ini dirancang untuk menyediakan mekanisme deteksi yang ringkas.
Sistem kerja NPC Strip A akan mendeteksi kanker dengan durasi waktu kurang dari 10 menit. Alat ini akan mendeteksi darah yang diambil dari ujung jari seseorang sebagai sampelnya.
Kemudian nantinya alat tersebut akan bereaksi dengan menunjukkan hasil tesnya seperti dalam sistem alat tes kehamilan. Dewi berharap pengembangan alat deteksi ini mampu menyelamatkan nyawa banyak manusia.
"Karena kalau terdeteksi itu pada stadium yang lebih dini, kanker ini sensitif terhadap pengobatan radioterapi dan angka kesembuhannya bisa mencapai lebih dari 80%," jelas dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Prodi Magister Ilmu Biomedik UGM ini.
Keberhasilan penelitian yang dikembangkan Dewi mendapat bantuan dana dari LPDP. LPDP memfasilitasi pendanaan total senilai Rp 2 miliar untuk pengembangan purwarupa hingga menciptakan alat NPC Strip A. Diketahui LPDP telah menyumbang lebih dari Rp 1,6 triliun untuk mendanai 1.800 riset berbagai bidang sepanjang tahun 2020.
Artikel ini ditulis oleh Galardialga Kustanto peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Komentar Terbanyak
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK
Kasus Kematian Diplomat Kemlu, Keluarga Yakin Korban Tak Bunuh Diri
Reunian Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM demi Meredam Isu Ijazah Palsu