Sejarah Tradisi Mencuci Keris Malam 1 Suro dan Maknanya

Sejarah Tradisi Mencuci Keris Malam 1 Suro dan Maknanya

Nur Umar Akashi - detikJogja
Kamis, 26 Jun 2025 09:55 WIB
Jamasan Pusaka Purworejo
Tradisi mencuci keris. (Foto: Dok. detikcom)
Jogja -

Masyarakat Jawa punya sejumlah tradisi khusus yang dilakukan pada malam 1 Suro. Salah satunya yang sudah terkenal adalah mencuci keris. Tradisi ini sudah eksis sejak zaman dahulu dan terus dilestarikan sampai sekarang.

Disadur dari buku Filsafat Jawa: Menguak Filosofi, Laku Hidup, dan Ajaran Leluhur Jawa oleh Sri Wintala Achmad, keris adalah bagian tak terpisahkan orang-orang Jawa. Selain digunakan untuk menghadapi musuh di medan laga, keris juga menjadi berguna menambah kepercayaan diri.

Dewasa ini, keris memang tak lagi dipergunakan untuk beradu kesaktian di medan laga. Alih-alih, keris dijadikan pusaka yang diturunkan secara turun-temurun atau sekadar hiasan di rumah. Namun, hal ini tidak serta-merta menghilangkan fungsi keris sebagai senjata.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peran pentingnya dalam hidup masyarakat Jawa membuat keris senantiasa mendapat tempat khusus. Oleh karena itu, tidak heran bila pemilik keris senantiasa merawatnya, dengan mencuci sebagai permisalan.

Pencucian keris umum dilakukan pada malam 1 Suro sebagai bagian tradisi. Sejak kapan tradisi ini muncul dan dilakukan rutin? Simak pembahasan ringkas seputar sejarah dan makna tradisi mencuci keris malam 1 Suro di bawah ini!

ADVERTISEMENT

Sejarah Mencuci Keris Malam 1 Suro

Diringkas dari Jurnal Panangkaran bertajuk 'Tradisi Jamasan Pusaka pada Bulan Suro: Penggabungan Nilai Budaya Jawa dan Ajaran Agama Islam' oleh Leariska Arisky dan Agus M Fauzi, tradisi mencuci atau jamasan keris sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit.

Dahulu, pusaka-pusaka sakti Kerajaan Majapahit dicuci dengan mengikuti ritual tertentu. Air yang dipakai pun tidak sembarangan, melainkan perasan jeruk nipis. Dengan pencucian ini, diharapkan benda-benda pusaka, termasuk keris, tidak berkarat ataupun kotor.

Lebih lanjut, disadur dari laman NU Online, jamasan keris tidak dikhususkan pada malam 1 Suro saja, melainkan bulan Suro secara keseluruhan. Hal ini diterangkan oleh kolektor keris Sumenep, Fahmi Tauhedy.

"Mencuci pusaka tidak hanya dilakukan pada satu Suro, tapi di bulan Suro atau awal bulan Hijriah. Para pemilik keris melakukannya dengan harapan tahun baru akan mendatangkan kedamaian, keamanan, tentunya lebih baik dari tahun kemarin," jelasnya pada Kamis (27/7/2023).

Mengenai tata caranya, antara satu daerah dengan yang lain bisa berbeda. Yang terpenting, inti dari kegiatan jamasan atau pencucian tersebut tidak hilang. Pun juga waktunya, bisa bervariasi, mulai dari malam Jumat Kliwon, Rabu Pahing, dan seterusnya, selama masih berada dalam lingkup bulan Suro.

Prosesi Pencucian Keris Bulan Suro

Sebagaimana telah disinggung sekilas di atas, prosesi jamasan keris bisa jadi berbeda antara satu wilayah dengan lainnya. Sebagai contoh, di bawah ini urut-urutan tradisi pencucian keris di Kabupaten Pemalang, dirujuk dari tulisan Afiliasi Ilafi bertajuk 'Tradisi Jamasan Pusaka dan Kereta Kencana di Kabupaten Pemalang' dalam jurnal Pangadereng:

  1. Pemanjatan doa oleh juru jamas dan asistennya.
  2. Pembakaran kemenyan.
  3. Pembukaan warangka keris.
  4. Keris dimasukkan dalam kendi yang telah berisi air beserta bunga kantil, kenanga, dan melati.
  5. Keris dikeringkan dengan kain mori agar lekas kering.
  6. Keris diberi irisan jeruk nipis agar awet sekaligus menghilangkan karat yang menempel.
  7. Keris ditetesi wewangian.
  8. Keris tidak langsung dimasukkan ke warangkanya untuk mencegah jamur.

Dikutip dari dokumen unggahan Digilib UNS (Universitas Sebelas Maret), ada 4 tahap pencucian pusaka di Keraton Jogja dan Solo, yakni pengambilan pusaka, tirakatan (semedi), arak-arakan, dan jamasan itu sendiri. Khusus tahap jamasan pusaka, begini tata caranya:

  1. Keris direndam dalam air kelapa muda untuk melepas kotoran dan karat. Lama waktu perendaman tergantung tebal tipisnya karat yang menempel.
  2. Keris dibersihkan dengan irisan jeruk nipis dan buah mengkudu matang yang digosok-gosokkan.
  3. Keris dibersihkan dengan air sabun yang terbuat dari campuran buah lerak dan air. Pembersihan ini dilakukan dengan bantuan sikat lembut.
  4. Keris dikeringkan.
  5. Keris direndam dalam larutan warangan yang telah dicampur jeruk nipis.
  6. Keris dikeringkan kembali.
  7. Keris diolesi melati atau minyak cendana.
  8. Keris disimpan kembali di tempatnya semula.

Makna Tradisi Mencuci Keris Malam 1 Suro

Disadur dari situs Puskesmas Cihaurbeuti, makna pertama jamasan keris adalah merawat tradisi leluhur. Bukan tanpa sebab, seiring berjalannya zaman, tradisi pencucian keris bisa jadi menghilang karena generasi muda telah kehilangan niat.

Melakukan tradisi ini juga merupakan simbol penghormatan kepada warisan budaya leluhur yang telah melekat sejak lama. Dengan mencuci keris, tak hanya merawat tradisi warisan, pelakunya juga sudah membantu melestarikan sejarah.

Bagi masyarakat yang masih memercayai kemistisan keris, pembersihan ini punya makna lebih dalam lagi. Dengan menjamas keris, seseorang dapat terhubung dan berkomunikasi dengan leluhur. Di samping itu penjamasan keris juga bermakna ajang pembersihan energi atau roh.

Yang jelas, makna pencucian keris bisa sangat bervariasi. Makna-makna tersebut umumnya mencerminkan kepercayaan, nilai budaya, dan pandangan spiritual yang dipegang oleh si pemberi makna atau lingkungan tempatnya tinggal.

Demikian pembahasan ringkas mengenai sejarah tradisi mencuci keris malam 1 Suro dan maknanya. Semoga bermanfaat.




(sto/apl)

Hide Ads