Kenapa Malam Satu Suro Tidak Boleh Keluar Rumah? Ini Alasan Pantangannya

Kenapa Malam Satu Suro Tidak Boleh Keluar Rumah? Ini Alasan Pantangannya

Ulvia Nur Azizah - detikJogja
Rabu, 25 Jun 2025 14:38 WIB
Ilustrasi mitos dan larangan malam satu suro.
Ilustrasi malam 1 suro. Foto: Istimewa/ Unsplash.com
Jogja -

Bagi masyarakat Jawa, kenapa malam satu Suro tidak boleh keluar rumah adalah pertanyaan yang jawabannya terikat erat dengan nilai-nilai budaya dan kepercayaan spiritual. Malam ini diyakini sebagai waktu yang penuh kekuatan gaib, sehingga banyak orang memilih tetap di rumah agar terhindar dari marabahaya yang tidak kasat mata.

Satu Suro adalah awal tahun dalam kalender Jawa yang sering kali bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriah. Momen ini dianggap sakral, penuh makna, dan menjadi saat yang tepat untuk bermuhasabah, menjalankan ritual spiritual, serta menjaga diri dari hal-hal yang diyakini bisa membawa sial.

Larangan untuk tidak keluar rumah pada malam satu Suro memiliki akar kuat dari kepercayaan masyarakat Jawa yang diwariskan secara turun-temurun. Dalam budaya Jawa, malam satu Suro tidak hanya menjadi momen pergantian tahun dalam kalender, tetapi juga diyakini sebagai malam yang sakral dan penuh muatan gaib.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kenapa Malam Satu Suro Tidak Boleh Keluar Rumah?

Menurut artikel Larangan Beserta Tradisi Malam 1 Suro di Surakarta karya Riskha Nadia Ayuputri, salah satu pantangan yang dipercaya oleh masyarakat adalah larangan melakukan perjalanan jauh. Hal ini disebabkan oleh keyakinan bahwa bepergian di malam satu Suro berisiko tinggi karena bisa mengundang musibah seperti kecelakaan atau bahkan kematian. Masyarakat meyakini bahwa kejadian-kejadian buruk tersebut merupakan bentuk tumbal atau korban yang harus ada pada malam tersebut, sehingga bepergian dianggap mengundang bahaya yang tidak kasat mata.

Kepercayaan ini sejalan dengan yang ditulis dalam buku 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia oleh Fitri Haryani Nasution. Di sana disebutkan bahwa malam satu Suro diyakini sebagai 'lebaran' makhluk gaib. Makhluk halus dipercaya keluar dari tempat persembunyiannya, sehingga malam ini dianggap penuh dengan energi supranatural.

ADVERTISEMENT

Bahkan, ada kepercayaan bahwa arwah orang-orang yang meninggal sebagai tumbal pesugihan akan dilepas dan diberi kebebasan malam itu sebagai hadiah pengabdiannya selama satu tahun. Oleh karena itu, masyarakat memilih untuk tetap berada di rumah sebagai bentuk perlindungan diri dari gangguan gaib yang dipercaya lebih aktif dan berbahaya saat malam satu Suro.

Larangan dan kepercayaan ini juga membawa kita pada praktik tradisional berupa ritual ruwatan. Masih dalam buku yang sama, dijelaskan bahwa ritual di malam satu Suro dipercaya mampu menolak bala, membuang sial, dan memohon keselamatan. Ini menjadi bentuk spiritual masyarakat Jawa dalam menghadapi kekuatan gaib yang diyakini muncul pada malam tersebut. Oleh sebab itu, diam di rumah, berdoa, dan melakukan ritual ruwatan menjadi pilihan yang dianggap lebih aman dan bijak.

Deretan Larangan dan Pantangan Satu Suro

Tidak hanya larangan keluar rumah, masyarakat Jawa juga memegang berbagai pantangan lain selama malam 1 Suro. Berdasarkan penelusuran dari artikel ilmiah Sasi Suro pada Orang Jawa di Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana oleh Triwijayanti, Tradisi Ritual Bulan Suro oleh M. Siburian dan Watson Malau, serta penjelasan dalam buku 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia karya Fitri Haryani Nasution, malam 1 Suro diyakini sebagai waktu yang penuh kekuatan gaib dan sarat makna spiritual. Maka dari itu, banyak aturan adat yang tetap dipatuhi untuk menjaga keselamatan dan ketentraman.

1. Dilarang Berkata Kasar

Dalam suasana malam satu Suro, masyarakat Jawa menahan diri untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar atau kotor. Hal ini bukan sekadar norma kesopanan, tapi juga berangkat dari keyakinan bahwa setiap ucapan memiliki kekuatan. Kata buruk yang terucap diyakini bisa mewujud menjadi kenyataan.

Karena itu, menjaga lisan dianggap sebagai salah satu cara menyucikan diri. Terlebih, masyarakat percaya bahwa roh leluhur dan para wali turun mendengarkan doa dan harapan manusia pada malam ini.

2. Tidak Boleh Berisik

Suasana hening menjadi bagian penting dalam memperingati malam satu Suro. Masyarakat dianjurkan untuk menjaga ketenangan, bahkan ada tradisi khusus seperti tapa bisu yang dilakukan tanpa mengucap sepatah kata pun.

Keheningan dipercaya membantu menghadirkan suasana khusyuk dan memperkuat ikatan spiritual antara manusia dengan alam gaib. Dengan tidak membuat keributan, diharapkan energi negatif tidak akan terganggu dan membawa dampak buruk.

3. Pantangan Menggelar Hajatan

Mengadakan pesta atau hajatan seperti pernikahan dan sunatan selama bulan Suro dianggap sebagai tindakan yang tidak bijak. Masyarakat meyakini bahwa bulan ini membawa suasana duka dan bukan waktu yang tepat untuk bersenang-senang.

Mereka percaya bahwa hajatan di bulan ini bisa mendatangkan musibah seperti perceraian, kematian, atau hilangnya rezeki. Karena itu, banyak keluarga menunda acara penting hingga bulan berikutnya tiba.

4. Tidak Disarankan Pindah Rumah atau Membangun

Aktivitas besar seperti pindahan atau memulai pembangunan rumah juga dihindari selama malam satu Suro dan satu bulan ke depan. Hal ini karena diyakini bisa mengundang energi buruk yang memengaruhi keselamatan penghuni.

Bukan hanya itu, kepercayaan masyarakat menyebut bahwa pembangunan rumah pada waktu ini dapat menimbulkan gangguan dari makhluk tak kasat mata. Maka, banyak yang memilih menunda semua rencana besar hingga suasana dianggap lebih bersih secara spiritual.

Menjalani malam satu Suro dengan penuh kehati-hatian dan menghormati tradisinya adalah wujud kearifan lokal yang terus dijaga oleh masyarakat Jawa hingga kini. Demikian, semoga penjelasan di atas bermanfaat!




(par/apl)

Hide Ads