Meriahnya Grebeg Besar Keraton Jogja, Warga Antusias Berebut Gunungan

Meriahnya Grebeg Besar Keraton Jogja, Warga Antusias Berebut Gunungan

Adji G Rinepta - detikJogja
Selasa, 18 Jun 2024 11:53 WIB
Prosesi Grebeg Besar di Masjid Gedhe Keraton Jogja, Selasa (17/6/2024).
Prosesi Grebeg Besar di Masjid Gedhe Keraton Jogja, Selasa (17/6/2024). (Foto: Adji G Rinepta/detikJogja)
Jogja -

Keraton Jogja kembali menggelar Hajat Dalem Grebeg Besar memperingati Idul Adha 1445 H, hari ini. Warga pun antusias berebut gunungan pada puncak acara di Kagungan Dalem Masjid Gedhe Keraton Jogja.

Pantauan detikJogja di lokasi, Selasa (18/6/2024), warga sudah mulai memadati kawasan Masjid Gedhe sekitar pukul 08.00 WIB. Prosesi Grebeg Besar diawali dengan prosesi di kompleks Kamandhungan Kidul, Kemagangan, Kedhaton, dan Kamandungan Lor (Keben). Prosesi ini tertutup bagi masyarakat umum.

Sedangkan masyarakat dapat menyaksikan jalannya upacara Grebeg secara langsung di prosesi berikutnya yakni Bangsal Pagelaran dan Halaman Masjid Gedhe Keraton Jogja. Gunungan diarak dari Keraton menuju Masjid Gedhe diiringi pasukan Bergata menunggangi gajah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Garebeg yang dilakukan di Keraton adalah Hajad Dalem, sebuah upacara budaya yang diselenggarakan oleh Keraton dalam rangka memperingati hari besar agama Islam yakni Idul Fitri, Idul Adha, dan Maulid Nabi Muhammad SAW," jelas Penghageng II KHP Widyabudaya KRT Rintaiswara kepada wartawan, Selasa (18/6/2024).

"Gunungan merupakan perwujudan kemakmuran Keraton atau pemberian dari raja kepada rakyatnya. Jadi makna Garebeg Besar secara singkatnya adalah perwujudan rasa syukur, mangayubagya Idul Adha, yang diwujudkan dengan memberikan rezeki pada masyarakat melalui uba rampe gunungan yang berupa hasil bumi dari tanah Mataram," imbuhnya.

ADVERTISEMENT
Prosesi Grebeg Besar di Masjid Gedhe Keraton Jogja, Selasa (17/6/2024).Prosesi Grebeg Besar di Masjid Gedhe Keraton Jogja, Selasa (17/6/2024). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja

Tidak seperti beberapa tahun lalu, kali ini gunungan tidak dirayah atau diperebutkan. Pasalnya, sejatinya, masyarakat dalam memperoleh gunungan pada konsep awalnya memang nyadhonga atau menunggu giliran untuk mendapatkannya.

"Ini merupakan perlambang kesabaran manusia. Berbeda dengan merayah, karena kesannya yang kuat pasti yang akan mendapatkan dahulu," jelas Carik Kawedanan Widya Budaya, KRT Widyacandra Ismayaningrat.

"Merupakan wujud hormat dan sopan santun karena Utusan Dalam mengemban amanah untuk membagikan," sambungnya.

Meski begitu pada prosesnya, masyarakat yang hadir tetap merayah atau berebut gunungan yang berisi hasil bumi dan jajan tradisional. Begitu gunungan selesai didoakan, masyarakat langsung menyerbu gunungan.

Padahal abdi dalem sudah berjaga di sekitar gunungan dan sudah membagikan. Namun masyarakat yang tidak sabar berebut gunungan.

Pasangan suami istri asal Gunungkidul yang turut berebut Gunungan, Dewi dan Adit mengaku sudah menunggu sejak pukul 08.00 WIB. Mereka mengaku turut berebut lantaran ngalap berkah atau berharap berkah.

"Dari jam 08.00 WIB, iya nunggunya lama. Sengaja datang ke sini, sudah dua kali ikut grebeg," jelas Dewi.

"Dapet kacang panjang, telur tadi tapi jatuh, alhamdulillah disyukuri nanti buat disayur, katanya berkah ya alhamdulillah," sambungnya.

"Harapannya dengan ini tambah rezeki dan sejahtera dan banyak sehat serta berkah untuk semua," tambah Adit.




(aku/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads