Kelompok Tani Ungkap Alih Fungsi Lahan Jadi Tantangan Pelestarian Subak

Kelompok Tani Ungkap Alih Fungsi Lahan Jadi Tantangan Pelestarian Subak

Adji G Rinepta - detikJogja
Rabu, 29 Mei 2024 22:52 WIB
Subak Pulagan di Tampaksiring, Gianyar, Bali, Selasa (28/5/2024).
Subak Pulagan di Tampaksiring, Gianyar, Bali, Selasa (28/5/2024).Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Salah satu warisan budaya dunia dari Indonesia, Subak, yang berada di Provinsi Bali ternyata memiliki masalah dalam upaya pelestariannya, yakni alih fungsi lahan. Ketua kelompok tani pun mengungkap penyebabnya.

Ketua kelompok tani atau Pekaseh Subak Pulagan, Tampaksiring, Gianyar, Sang Nyoman Astika, menjelaskan sebenarnya lahan yang dipunyai warga di Subak merupakan lahan turun temurun yang diwariskan dari leluhur dan tidak akan pernah dijual.

Namun, munculnya masalah alih fungsi lahan di Subak menurutnya bisa terjadi lantaran kebutuhan hidup warga yang tidak mampu tertutupi jika menjadi seorang petani.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Petani sini makanya bisa sekolahin anak dia sambil kerja. Jadi petani hanya sambilan. Palingan penghasilan sebulan Rp 500 ribu, ada juga petani yang petani full time tapi seperempat, banyakan perajin ukir-ukiran," ungkap Nyoman di lahan sawahnya di Subak Pulagan, Selasa (28/5/2024).

"Meskipun nggak jadi warisan budaya dunia pun di sini jarang jual sawah, karena adat masih kental di sini, dia nggak berani jual kecuali misalnya yang kepepet itu beberapa karena anaknya sakit dia pinjam uang otomatis sawahnya dijual," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Pengalihfungsian sawah Subak, lanjut Nyoman, juga terjadi bila ada sawah yang tak lagi produktif. Meski begitu, Nyoman pun menerapkan berbagai cara untuk mencegah alih fungsi lahan ini semakin menjadi.

"Kami bikin jalan kecil supaya nggak cepat alih fungsi lahan, kalau jalan besar gampang bawa material," ungkapnya.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XV Kemendikbudristek, Abi Kusno mengatakan alih fungsi lahan di Subak menjadi masalah terbesar dari upaya pelestarian Subak untuk menjaga keutuhan wujud Subak yang luasnya puluhan ribu hektare.

"Banyak sekali konversi lahan yang sudah berubah, harusnya lahan hijau, lahan pertanian, tetapi di dalamnya sudah mulai muncul restoran, homestay, perumahan pun ada," papar Abi kepada wartawan di Kantor BPK wilayah XV Badung, Bali, Senin (27/5).

Upaya pelestarian ini semakin rumit dilakukan lantaran menurut Abi, sejak awal pengajuan Subak sebagai Warisan Budaya Dunia, data kepemilikan lahan persawahan di Subak belum 100 persen terdata.

"Saat kita mengusulkan ke UNESCO untuk warisan budaya dunia ternyata belum semua Fix datanya. Jadi data seperti kepemilikan Subak, batasnya, belum lagi sekarang pengalihan lahan, makanya dua tahun terakhir kami masih melakukan mapping," jelasnya.

Sebagai informasi, mengutip laman kemendikbud.go.id, Subak ditetapkan jadi Warisan budaya dunia oleh UNESCO, pada 29 Juni 2012, dalam sidang penetapan di Rusia.

Kata Subak mengacu kepada sebuah lembaga sosial dan keagamaan yang unik, mempunyai pengaturan tersendiri, asosiasi-asosiasi demokratis dari petani dalam mengatur penggunaan air irigasi untuk pertumbuhan padi.

Luas lanskap Subak sendiri sekitar 21.000 hektare yang terdiri dari lima klaster. Klaster Danau Batur 1.816,40 hektare, Pura Ulun Danu Batur 32,50 hektare, Lanskap Subak DAS Pakerisan 717,10 hektare, Lanskap Subak Catur Angga Batukaru 18.350,40 hektare dan Pura Taman Ayun sebesar 58,20 hektare.




(cln/apu)

Hide Ads