Siapa yang tidak kenal dengan kisah Jaka Tarub? Cerita rakyat di Jawa ini sudah begitu melegenda karena kisahnya yang menyesakkan. Lalu, seperti apa jalannya kisah Jaka Tarub?
Konon, peristiwa yang dialami Jaka Tarub dan istrinya, Dewi Nawangwulan, menjadi inspirasi munculnya prosesi Midodareni dalam pernikahan adat Jawa. Hal senada juga diungkapkan oleh Salamah Eka Susanti dalam tulisannya yang berjudul "Konsep Keselamatan Masyarakat Jawa dalam Upacara Midodareni" di Jurnal Humanistika.
Nah, seperti apa kisah legenda Jaka Tarub? Yuk, baca ceritanya yang dikutip detikJogja dari laman resmi Warisan Budaya Takbenda dan tulisan dari Jurnal Undas berjudul "Legenda Telaga Bidadari dan Legenda Jaka Tarub Sebuah Kajian Struktural Sastra Bandingan" oleh Agus Yulianto. Selamat membaca!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Legenda Jaka Tarub
Jaka Tarub, Anak Angkat Nyi Ageng Tarub
Kisah bermula ketika seorang pemuda asli Mataram bernama Jaka Kudus pergi mengembara. Ia pergi karena dimarahi oleh ayahnya (Ki Ageng Kudus). Dalam perjalanannya, Jaka Kudus bertemu dengan Ki Ageng Kembanglampir.
Ia lalu menikah dengan putri dari Ki Ageng Kembanglampir. Tak seberapa lama, putri tersebut hamil dan melahirkan seorang anak. Putri tersebut wafat dalam prosesnya, tetapi anaknya berhasil selamat. Bayi tersebut kemudian diambil oleh pemburu bernama Ki Ageng Selandaka.
Sembari mengejar burung, Ki Ageng Selandaka berkelana hingga tiba di Desa Tarub. Bayi tersebut kemudian ia tinggalkan begitu saja. Nyi Ageng Tarub yang melihatnya lantas memungutnya dan diangkatnya sebagai anak angkat. Bayi tersebut kemudian dikenal dengan nama Jaka Tarub.
Jaka Tarub Berburu ke Gunung Keramat
Bayi Jaka Tarub tumbuh menjadi pemuda yang gemar berburu. Ia berburu burung menggunakan tulup, semacam bambu panjang berisikan peluru tanah liat. Target buruan Jaka Tarub hanya satu, yakni burung perkutut.
Suatu hari, ia pergi berburu hingga ke wilayah Gunung Keramat. Di gunung tersebut ada sebuah sendang yang konon menjadi tempat mandi para bidadari. Kebetulan, ketika tiba di tempat tersebut, ia melihat tujuh bidadari sedang mandi.
Pakaian bidadari tersebut diletakkan di pinggir sungai. Tanpa pikir panjang, Jaka Tarub mengambil salah satu pakaian tersebut dan menyembunyikannya. Ia menyembunyikannya dalam lumbung padi di rumahnya.
Para bidadari yang sadar bahwa ada lelaki yang tengah mengintai lalu panik dan buru-buru mengambil pakaiannya untuk kemudian terbang kembali ke Kayangan. Namun, satu bidadari tertinggal lantaran ia tidak berhasil menemukan pakaiannya.
Dewi Nawangwulan
Jaka Tarub kemudian muncul dengan muka tak bersalah dan menolong bidadari yang tertinggal tersebut. Namanya adalah Dewi Nawangwulan. Dirinya juga bersedia dipersunting oleh Jaka Tarub sebagai istrinya.
Keduanya hidup bahagia dan memiliki seorang anak bernama Nawangsih. Jaka Tarub yang kini bekerja sebagai petani merasakan makmurnya hidup. Kebutuhannya terus tercukupi dan lumbung padinya seakan tak berkurang barang sepeser pun.
Suatu ketika, Dewi Nawangwulan pergi meninggalkan rumah untuk mandi, ia berpesan kepada Jaka Tarub untuk tidak membuka dandang nasi yang sedang digunakannya untuk menanak nasi. Tatkala istrinya pergi, Jaka Tarub nekat melanggar larangan istrinya.
Betapa terkejutnya Jaka Tarub ketika sadar bahwa di dalam dandang tersebut hanya ada sebutir nasi. Ternyata selama ini istrinya menggunakan kesaktiannya untuk dapat mengubah sebutir beras menjadi nasi yang banyak.
Jaka Tarub buru-buru menutup kembali dandang tersebut. Selesai mandi, istrinya kembali ke rumah, ia sadar bahwa Jaka Tarub telah membuka dandang tersebut lantaran beras yang dimasukkannya tidak matang.
Perginya Dewi Nawangwulan
Sejak saat itu, Dewi Nawangwulan meminta penumbuk padi biasa dan mulai memasak dengan cara biasa. Lama-kelamaan padi di lumbung Jaka Tarub habis dan pakaian Dewi Nawangwulan tersingkap.
Dewi Nawangwulan lantas sadar bahwa ternyata selama ini Jaka Tarub-lah yang menyembunyikan pakaiannya. Ia kemudian mengambil pakaiannya dan terbang ke kayangan. Ia hanya mau turun kembali ke bumi ketika Nawangsih akan menikah.
Karenanya, pada malam sebelum pernikahan, masyarakat Jawa mengadakan prosesi Midodareni. Salah satu alasannya adalah meminta Dewi Nawangwulan untuk turun dan membantu mempercantik sang pengantin wanita.
Demikian kisah tentang Jaka Tarub yang menjadi inspirasi untuk tradisi Midodareni. Semoga bermanfaat ya, detikers!
(rih/aku)
Komentar Terbanyak
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK
Kasus Kematian Diplomat Kemlu, Keluarga Yakin Korban Tak Bunuh Diri
Megawati Resmi Dikukuhkan Jadi Ketum PDIP 2025-2030