Midodareni, Malam Sakral Pengantin dalam Pernikahan Adat Jawa

Midodareni, Malam Sakral Pengantin dalam Pernikahan Adat Jawa

Nur Umar Akashi - detikJogja
Sabtu, 16 Des 2023 16:34 WIB
Kaesang - Erina melaksanakan rangkaian prosesi adat nguduh mantu di Loji Gandrung, Solo, Jawa Tengah, Minggu (11/12/2022). Begini momennya.
Ilustrasi pernikahan adat Jawa. Foto: Pradita Utama
Jogja -

Hingga kini, masyarakat adat Jawa menganggap pernikahan sebagai suatu tahapan kehidupan yang sakral. Karenanya, tak heran jika pernikahan adat Jawa memiliki tahapan-tahapan yang cukup banyak, salah satunya adalah Midodareni.

Mengutip dari skripsi berjudul "Tradisi Midodareni pada Perkawinan Masyarakat Jawa Perspektif 'Urf" oleh Inka Kristina, Midodareni adalah silaturahmi antara kedua keluarga pengantin, yakni mempelai pria yang mengunjungi kediaman mempelai wanita.

Nah, agar dapat memahami lebih jelas tentang tahapan Midodareni dalam pernikahan adat Jawa, yuk, simak penjelasannya yang sudah dihimpun detikJogja berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa Itu Midodareni?

Mula-mula, mari memahami terlebih dahulu asal kata Midodareni itu sendiri. Menyadur informasi dari laman resmi Desa Dero Provinsi Jawa Timur, diksi Midodareni berasal dari bahasa Jawa "widodari".

Kata "widodari" tersebut dapat dimaknai sebagai bidadari dalam bahasa Indonesia. Kamus Bausastra Jawa menjabarkan bahwa "widodari" berarti (1) dewa wadon dan (2) sesebutaning putri.

ADVERTISEMENT

Istilah Midodareni atau Widodari itu muncul akibat tingkah laku Jaka Tarub. Jaka Tarub jatuh cinta dengan Dewi Nawangwulan yang merupakan seorang bidadari. Setelah menikah, Jaka Tarub melanggar janjinya dan membuat Dewi Nawangwulan pergi kembali ke kayangan.

Untuk meminta Dewi Nawangwulan kembali ke bumi, maka masyarakat Jawa mengadakan Midodareni. Diharapkan agar Dewi Nawangwulan mau turun dan memberi restu serta turut mempercantik calon pengantin wanita, sebagaimana dikutip dari tulisan dalam Jurnal Humanistika berjudul "Konsep Keselamatan Masyarakat Jawa dalam Upacara Midodareni" karya Salamah Eka Susanti.

Tahapan-Tahapan Midodareni

Berdasarkan penjelasan pada skripsi yang sudah disebutkan, terdapat beberapa proses dalam Midodareni, yakni Jonggolan/Nyantri, Tantingan, Nebus Kembar Mayang, Pembacaan dan Penyerahan Catur Wedha, serta Wilujengan Majemukan. Berikut ini penjelasan lengkapnya:

1. Jonggolan/Nyantri

Pada tahap ini, pengantin pria akan mendatangi rumah pengantin wanita. Dirinya datang ditemani dengan wakil keluarga yang telah ditunjuk orang tua pengantin pria.

Setelah sampai, pengantin pria hanya diperkenankan duduk di beranda rumah dengan suguhan air putih. Pengantin pria juga membawa seserahan dalam jumlah ganjil untuk pengantin wanita. Kedua pengantin dilarang bertemu dalam tahap ini.

Tujuannya adalah menunjukkan bahwa pengantin pria dalam keadaan sehat dan selamat. Selain itu, juga bertujuan menampakkan ketetapan hati sang pengantin pria untuk menikah.

2. Tantingan

Setelah kedatangan pengantin pria, orang tua mempelai wanita lalu mendatangi buah hatinya di kamar. Khusus malam Midodareni, pengantin wanita tidak boleh bepergian dan hanya diizinkan untuk berada di kamar pengantin.

Orang tua mempelai wanita lalu menanyakan kembali, apakah pengantin wanita siap untuk berumah tangga. Beberapa orang yang diperbolehkan melihat pengantin wanita hanyalah saudara dan tamu berjenis kelamin wanita.

3. Nebus Kembar Mayang

Kembar mayang adalah semacam benda dekoratif buatan. Diyakini bahwa kembar mayang adalah milik para dewa sehingga akan dikembalikan ke bumi atau dilabuh ke air apabila telah selesai digunakan.

Prosesi ini dilakukan oleh dua orang pria atau dua orang wanita yang sudah menikah dan hidupnya berbudi baik. Keduanya membawa kembar mayang yang dinamai Dewandaru dan Kalpandaru lalu meletakkannya di samping kanan dan kiri kursi pelaminan.

4. Pembacaan dan Penyerahan Catur Wedha

Catur wedha adalah wejangan yang disampaikan oleh ayah pengantin wanita kepada pengantin pria. Sebagaimana namanya, wejangan yang akan diberikan berjumlah empat sebagai berikut:

  • Seorang pria yang akan menikah harus menjadi suami dan kepala keluarga yang dewasa dan berbudi pekerti baik.
  • Kedua pengantin harus bisa berbakti dan hormat kepada para mertua begitu pula sebaliknya.
  • Setelah pernikahan yang akan digelar keesokan hari, kedua pasangan sudah terlepas dari perlindungan orang tua. Pasangan mempelai baru tersebut harus hidup bermasyarakat dengan mematuhi hukum negara serta menghormati dan mengasihi sesama.
  • Kedua pasangan hendaknya semakin meningkatkan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

5. Wilujengan Majemukan

Prosesi terakhir dalam Midodareni adalah silaturahmi antara calon pengantin pria dan wanita. Orang tua calon pengantin wanita akan memberikan dua hal kepada pengantin pria, yakni:

  • Kancing gelung (seperangkat pakaian untuk upacara panggih)
  • Keris (simbol untuk melindungi keluarga)

Nah, demikian penjelasan tentang Midodareni, salah satu tahap dalam pernikahan adat Jawa. Semoga informasi yang disampaikan bermanfaat, ya, detikers!




(apl/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads