Salah satu kebudayaan dan kekayaan yang dimiliki Indonesia adalah kesenian tradisionalnya. Reog Wayang merupakan kesenian tradisional yang berasal dari Bantul, Jogja.
Reog wayang bantul adalah kesenian tari yang dimainkan oleh beberapa orang dengan kostum yang memerankan tokoh dalam cerita pewayangan. Reog Wayang Bantul merupakan kesenian tari yang dimainkan lebih dari 20 orang. Biasanya dimainkan 32 orang dengan 24 penari pokok, pemain pendukung, dan penabuh gamelan.
Tari ini juga membutuhkan properti yang disesuaikan dengan karakter pemain, namun yang biasanya dibutuhkan adalah keris, pedang, dan bendera. Di balik tarian reog wayang Bantul ternyata menyimpan sejarah dan terdapat makna filosofi. Berikut penjelasan mengenai reog wayang Bantul dikutip dari laman Warisan Budaya Takbenda Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Reog Wayang Bantul
Istilah reog sangat erat dengan istilah seni reog Ponorogo, namun sejatinya merupakan pertunjukan rakyat Jawa yang termasuk dalam warisan atau peninggalan leluhur. Dulunya tarian digunakan untuk memanggil roh binatang untuk melindungi masyarakat, tetapi berkembang menjadi seni pertunjukan yang menggambarkan perang dengan pedang dan kuda kepang.
Menurut sejarah, ada lima versi cerita populer yang berkembang mengenai asal-usul reog, namun yang terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu yang murka terhadap pemerintahan Bhre Kertabumi. Ia melihat kekuasaan Majapahit akan berakhir dan ia meninggalkan kerajaan dan mendirikan perguruan bela diri kepada anak-anak.
Ki Ageng Kutu sadar akan pasukannya yang masih kecil, sehingga ia membuat pertunjukan seni Reog sebagai sindiran kepada Raja Kertabhumi. Pagelaran ini menjadi cara untuk membangun perlawanan masyarakat lokal terhadap kepopuleran Reog.
Reog dalam istilah Jawa dan karawitan merupakan kesenian sejenis jathilan yang menggambarkan prajurit-prajurit yang sedang berlatih perang. Reog mulai hadir di Jogja pada tahun 1930-an.
Cara Memainkan Reog Wayang bantul
Dalam memainkan Reog Wayang memiliki masing-masing tokoh dan terdapat berbagai macam ragam tari. Ragam tari yang digunakan antara lain ragam impur, kalang kinantang, kambeng, dan bapang. Dalam penyajiannya juga terdapat bermacam jogedan, yaitu sabetan, ragam gerk, sabetan, dan tancep.
Teknik ragam tari dalam reog wayang bantul disesuaikan dengan peran yang dimainkan, seperti peran penthul dan bejer yang menggambarkan keceriaan dan kelucuan. Kemudian peran pembatak yang menggambarkan ketangkasan senopati dan masih banyak peran lainnya yang terdapat dpaat tarian reog wayang.
Tempat pentas reog wayang bantul biasanya diselenggarakan di lapangan, jalan, atau halaman rumah. Namun secara umum pementasan ini membutuhkan area sepanjang 15-18 meter dan lebar 3-5 meter. Dengan waktu pentas sekitar 45 menit di siang hari.
Nilai, Makna, Fungsi
Kesenian reog wayang Bantul dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu sebagai hiburan, tuntunan, identitas sosial, makna persatuan, religi, pelapisan sosial, makna kebudayaan. Nilai dan makna bagi pelaku antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan, makna hubungan sosial, dan pelestarian budaya.
Reog wayang yang berkembang di Bantul memiliki fungsi kultural yang hidup dalam kehidupan sehari-hari seperti pada acara dusun dan acara hajatan serta pagelaran kesenian lainnya.
Demikian informasi mengenai reog wayang Bantul. Semoga bermanfaat!
Artikel ini ditulis oleh Elisabeth Meisya peserta magang bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(cln/ahr)
Komentar Terbanyak
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu
Tiba di Reuni Fakultas Kehutanan, Jokowi Disambut Sekretaris UGM