Sejarah Stasiun Lempuyangan, Titik Kemajuan Ekonomi dan Transportasi Jogja

Sejarah Stasiun Lempuyangan, Titik Kemajuan Ekonomi dan Transportasi Jogja

Jihan Nisrina Khairani - detikJogja
Rabu, 22 Nov 2023 16:32 WIB
Petugas khusus kereta api berdiri di dekat rangkaian kereta jarak jauh, di Stasiun Lempuyangan, DI Yogyakakarta, Rabu (1/4/2020). PT KAI Daerah Operasi 6 Yogyakarta membatalkan 122 perjalanan kereta jarak jauh dan kereta bandara selama bulan April sebagai upaya mendukung langkah Pemerintah mengatasi penyebaran wabah virus Corona (COVID-19). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah.
Ilustrasi Sejarah Stasiun Lempuyangan Jogja (Foto: Stasiun Lempuyangan - Antara Foto/Hendra Nurdiyansyah)
Jogja -

Masyarakat Jogja tentu sudah tak asing dengan Stasiun Lempuyangan. Stasiun ini ternyata merupakan stasiun kereta api tertua yang ada di Jogja dengan beragam nilai historis di baliknya. Yuk, simak sejarah mengenai Stasiun Lempuyangan di bawah ini.

Stasiun Lempuyangan berada di Kelurahan Bausasran, Kecamatan Danurejan, Kota Jogja dengan luas lahan sekitar 45 ribu meter persegi. Pembangunannya pada tahun 1872 diinisiasi oleh sebuah perusahaan swasta Belanda yang bergerak di bidang transportasi, yakni Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschaappij (NISM).

Dibandingkan dengan Stasiun Tugu, Stasiun Lempuyangan menjadi stasiun pertama yang dibangun lebih dahulu dengan tujuan pendistribusian gula pada akhir abad ke-19. Lalu kemudian, stasiun ini juga melayani angkutan penumpang meskipun hanya rute Jogja menuju Semarang dan sebaliknya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Stasiun Lempuyangan

Pembangunan Stasiun Lempuyangan oleh Belanda

Seperti yang dijelaskan pada laman Jogja Cagar, Stasiun Lempuyangan dulunya bernama Stasiun Djokdja yang fungsi utamanya adalah mengangkut komoditas pabrik ke pelabuhan yang mengarah ke Semarang.

Pada masanya, daerah Vorstenlanden dikenal sebagai penghasil komoditas perdagangan yang unggul. Vorstenlanden merupakan sebutan untuk wilayah kerajaan pecahan dari Mataram Islam yang mencakup Surakarta dan Jogja. Komoditas seperti kayu, gula, tembakau, dan kopi pun harus didistribusikan menuju pelabuhan di Semarang yang kemudian diekspor ke Eropa.

ADVERTISEMENT

Melihat pesatnya perkembangan industri hasil perkebunan di Jogja pada masa itu, pemerintah kolonial Belanda mendirikan sarana transportasi kereta api yang sekarang disebut sebagai Stasiun Lempuyangan. Pengoperasiannya dimulai pada tanggal 10 Juni 1872, dikutip dari situs resmi Kemdikbud.

Tercatat bahwa pembuatan jalur kereta ini dilakukan di desa Kemijen, Semarang dengan dipimpin oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda L.A.J. Baron Sloet van de Beele. Proyek pembangunannya melibatkan pembuatan jalur kereta api sepanjang 202,1 km yang meliputi jalur Semarang-Vorstenlanden dan jalur Semarang-Ambarawa.

Penghubung Empat Kerajaan di Jawa

Mulanya, rute Stasiun Lempuyangan mencakup daerah Semarang. Surakarta, dan Jogja. Uniknya, jalur tersebut menghubungkan empat kerajaan di Jawa, antara lain Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman yang merupakan pecahan dari Kerajaan Mataram Islam.

Tidak seperti sekarang, luas awal pembangunan Stasiun Lempuyangan hanya berada di angka 259 meter persegi dengan ketinggian sekitar 114 meter di atas permukaan laut. Disebutkan bahwa bangunan utama stasiun tipe B ini terletak di atas tanah milik Kraton Jogja.

Arsitektur Gaya Indis Stasiun Lempuyangan

Masih mengutip dari laman Jogja Cagar, stasiun kereta api yang satu ini memiliki beberapa ruangan, yaitu ruang operasional, ruang administrasi, ruang utama, loket, peron, dan emplasemen jalur kereta.

Tak hanya itu, ada juga gudang penyimpanan barang, jembatan timbang, garasi untuk truk pengangkut barang, menara penyimpanan cadangan bensin, kantor pekerja pemelihara, tempat untuk menyimpan alat-alat besi, rumah sinyal, gudang untuk sepeda dan lampu, rumah dinas pegawai NISM, dan juga bangsal lokomotif.

Arsitektur bangunannya bergaya Indis khas kolonial Belanda dengan kanopi yang berfungsi untuk menghalau panas matahari serta hujan. Penampilan fisik dari bangunan Stasiun Lempuyang sangat sarat dengan gaya kolonial, terutama pada bagian fasad atau pintu utama stasiun.

Hingga saat ini, bangunan fisik Stasiun Lempuyangan tidak mengalami banyak perubahan kecuali untuk pemugaran belaka, seperti pengecatan ulang atau renovasi lantai untuk diganti dengan keramik.

Dijadikan Bangunan Cagar Budaya

Melihat sejarah yang dimiliki, Stasiun Lempuyangan ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI No. PM.89/PW.007/MKP/2011. Stasiun kereta api ini dinilai telah memenuhi kriteria-kriteria untuk mendapatkan status tersebut, seperti berusia 50 tahun atau lebih, mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun, dan memiliki arti khusus bagi sejarah.

Sejak dulu sampai sekarang, Stasiun Lempuyangan menjadi salah satu titik pemberhentian yang penting bagi kemajuan ekonomi dan transportasi, terutama di daerah Jogja. Tidak hanya untuk pengangkutan barang saja, banyak masyarakat yang bergantung pada fasilitas dan rute di Stasiun Lempuyangan untuk bepergian.

Dengan nilai historis yang mendalam dan statusnya sebagai cagar budaya, Stasiun Lempuyangan tidak hanya menjadi saksi bisu perkembangan transportasi kereta api di Jogja, tetapi juga menjadi bagian integral dari sejarah ekonomi dan sosial di daerah tersebut.

Itu dia sejarah Stasiun Lempuyangan yang ternyata merupakan stasiun kereta api pertama di Jogja. Semoga bermanfaat, Lur!

Artikel ini ditulis oleh Jihan Nisrina Khairani peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(cln/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads