Kampung Gedongkuning, Kalurahan Rejowinangun, Kemantren Kotagede, Kota Jogja, memiliki cara unik untuk merekatkan hubungan warganya meski berbeda pilihan politik saat Pemilu 2024. Cara tersebut adalah menggelar festival kampung srawung, mulai dari kirab hingga merayah gunungan.
Pantauan detikJogja, tampak ratusan orang yang sebagian besar mengenakan pakaian adat Jawa melakukan kirab budaya dengan cara berjalan kaki di sekitar Gedongkuning. Selanjutnya, beberapa pria mengenakan pakaian adat Jawa mengarak lima gunungan.
Adapun gunungan itu terdiri dari gunungan apem yang ditempel bendera uang pecahan Rp 2.000, gunungan perkakas rumah dan tiga gunungan hasil bumi. Sesampainya di tanah lapang di Gedongkuning, kelima gunungan itu langsung ditata dan dirayah oleh warga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Inisiator Kampung Srawung, Abdul Kholik mengatakan, bahwa awal mula munculnya ide membuat Festival Kampung Srawung dari banyaknya warga yang jarang menghadiri pertemuan RT hingga kegiatan ronda malam. Terlebih, sebagian warga Gedongkuning didominasi pendatang.
"Di sini (Gedongkuning) banyak masyarkat urban, banyak pendatang dari berbagai daerah. Contoh seperti saya ini aslinya Pati (Jawa Tengah)," kata Abdul Kholik kepada wartawan di Kotagede, Kota Jogja, Sabtu (4/11/2023) sore.
"Terus jadwal kumpul RT banyak yang tidak berangkat, bahkan ronda juga banyak yang tidak datang," lanjut Abdul.
Semua itu, karena budaya srawung atau bersosial mulai pudar di daerah perkotaan. Selain karena banyaknya masyarakat urban juga mereka terbelenggu dengan rutinitas dan kesibukanya yang beragam.
"Maka ya seperti saya bilang itu, kadang interaksinya kurang padahal itu penting," ujarnya.
Dari situ, Abdul ingin agar warga Gedongkuning mengenal satu sama lain lebih dekat. Semua itu agar tercipta guyub rukun di Gedongkuning, apalagi manusia merupakan mahkluk sosial.
"Akhirnya gimana caranya setahun sekali kita jadikan momen bersama, makan bareng kumpul bareng. Tiga unsur kita libatkan, masyarakat, pemerintahan dan sosial keagamaan. Sehingga bisa guyub rukun," ucapnya.
Festival Kampung Srawung ini rangkaiannya dimulai dari kirab budaya, kembul bujana atau makan bersama, srawung tangga. Selanjutnya, pada 9-11 November 2023 bakal berlanjut dengan festival kuliner nusantara di Gedongkuning.
Memasuki pelaksanaan di tahun keenam, Abdul mengaku sudah ada dampaknya. "Dari Kampung Srawung ini dah ada dampaknya, hubungan antarwarga menjadi lebih dekat, baik antar warga atau perangkat Kalurahan," ucapnya.
Menurutnya, dengan semakin guyubnya warga menjadi modal penting agar situasi di Gedongkuning tetap kondusif saat Pilpres 2024. Mengingat warga memiliki pilihannya masing-masing dan harapannya tidak menimbulkan gejolak dari perbedaan tersebut.
"Ya ini solusinya. Supaya tidak saling begini-begini. Jadi tidak apa-apa politik beda tapi masyarakat tetap satu," katanya.
Sementara itu, Lurah Rejowinangun Handani menilai Festival Kampung Srawung di Gedongkuning ini akan berdampak sangat positif saat Pilpres mendatang. Harapannya, event tersebut menambah guyub rukun antar warga dengan kegiatan yang sarat akan seni dan budaya.
"Dan saya berharap masyarakat melepas kepentingan politik, di sini srawung mengekspresikan ekspresi warga dengan kearifan lokal," ucapnya.
(apu/ams)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa