Masjid Pathok Negoro Jogja: Sejarah, Fungsi, dan Lokasinya

Masjid Pathok Negoro Jogja: Sejarah, Fungsi, dan Lokasinya

Santo - detikJogja
Sabtu, 05 Agu 2023 13:40 WIB
Masjid ini konon dibangun 1975 dan pernah digunakan Pangeran Diponegoro berdakwah hingga menyusun strategi melawan Belanda. Masjid ini juga pernah dibakar habis oleh kompeni.
Masjid Pathok Negara Dongkelan di Bantul (Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng)
Jogja -

Salah satu bangunan yang memiliki peran penting dalam sejarah Keraton Jogja adalah Masjid Pathok Negoro. Apa itu Masjid Pathok Negoro? Simak pembahasannya berikut ini.

Masjid Pathok Negoro adalah deretan masjid yang menjadi pilar bagi berdirinya Keraton Jogja. Masjid-masjid yang memiliki fungsi masing-masing ini tersebar ke empat penjuru mata angin di berbagai wilayah Jogja.

Keberadaan Masjid Pathok Negoro Jogja merupakan sesuatu yang unik karena tidak dijumpai di keraton-keraton lain yang ada di Jawa. Lalu, apa sebenarnya Masjid Pathok Negoro? Berikut rangkumannya yang dikutip dari laman Kemdikbud dan laman Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa Itu Masjid Pathok Negoro?

Masjid Pathok Negoro dalam empat masjid yang dibangun di empat penjuru mata angin oleh Kasultanan Yogyakarta. Keberadaan masjid-masjid ini menjadi salah satu pilar bagi berdirinya Kasultanan Yogyakarta.

Secara makna kata, pathok berarti sesuatu yang ditancapkan sebagai batas atau penanda, dapat juga berarti aturan, pedoman atau dasar hukum. Sementara negara berarti negara, kerajaan, atau pemerintahan. Sehingga Pathok Negoro bisa diartikan juga sebagai batas wilayah negara atau pedoman bagi pemerintahan negara.

ADVERTISEMENT

Secara lokasi, Masjid Pathok Negoro berada di wilayah pinggiran Kuthanegara dan tepat berada di perbatasan wilayah Negaragung. Kuthanegara adalah pusat pemerintahan keraton, sementara Negaragung adalah wilayah inti keraton yang berfungsi sebagai pelingkup atau penyangga pusat pemerintahan.

Fungsi Masjid Pathok Negoro

Secara keseluruhan, Masjid Pathok Negoro memiliki fungsi sebagai pusat pendidikan, tempat upacara/kegiatan keagamaan, bagian dari sistem pertahanan, sekaligus menjadi bagian dari sistem peradilan keagamaan (Pengadilan Surambi). Pengadilan ini memutus hukum perkara pernikahan, perceraian atau pembagian waris. Sementara hukum yang lebih besar (perdata atau pidana) diputus di pengadilan keraton.

4 Masjid Pathok Negoro Jogja

Keempat Masjid Pathok Negoro dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana I. Masjid-masjid tersebut meliputi Masjid Jami An-Nur di Mlangi (Barat), Masjid Jami Sulthoni di Plosokuning (Utara), Masjid Jami Ad-Darojat di Babadan (Timur) dan Masjid Nurul Huda di Dongkelan (Selatan).

1. Masjid Mlangi

Masjid Mlangi didirikan oleh saudara Sri Sultan Hamengku Buwana I, Kyai Nur Imam. Masjid Mlangi berdiri seiring dengan lahirnya daerah Mlangi yang diberikan oleh Sri Sultan HB I kepada Kyai Nur Imam sebagai tanah perdikan (bebas pajak).

Kini Masjid Mlangi dikelola sepenuhnya oleh masyarakat. Meski demikian, keraton masih menempatkan abdi dalem sebagai salah satu penanda bahwa masjid tersebut adalah Kagungan Dalem.

2. Masjid Plosokuning

Masjid Plosokuning dibangun oleh Kyai Mursodo sebelum keraton Jogja berdiri. Posisinya saat itu berada di selatan bangunan yang sekarang berdiri. Menurut kisah, sesaat setelah Sultan HB I membangun keraton dan Masjid Gedhe, beliau memindahkan Masjid Plosokuning dari posisi sebelumnya ke posisi yang sekarang.

Arsitektur bangunan masjid juga mengalami perubahan mengikuti bentuk dari Masjid Gedhe. Hal ini terlihat dari model atap tumpang dan mustaka di atasnya. Hanya saja, atap Masjid Plosokuning hanya memiliki dua tumpang jika dibandingkan dengan Masjid Gedhe yang memiliki tiga tumpang.

Masjid Pathok Negoro, Plosokuning, Sleman, Rabu (15/5/2019).Masjid Pathok Negoro, Plosokuning, Sleman, Rabu (15/5/2019). Foto: Ristu Hanafi/detikcom

3. Masjid Dongkelan

Masjid Dongkelan merupakan salah satu Masjid Pathok Negoro yang menjadi saksi bisu peran Masjid Pathok Negoro sebagai sistem pertahanan. Pada masa perlawanan Pangeran Diponegoro, masjid ini ludes dibakar oleh Belanda karena dianggap sebagai tempat berkumpulnya para pejuang pengikut Pangeran Diponegoro.

Masjid Dongkelan didirikan pada tahun 1775 dengan Kyai Syihabudin sebagai penghulunya. Bangunan awal Masjid Dongkelan beratapkan ijuk. Ciri utama yang menjadikan Masjid Dongkelan sebagai Masjid Pathok Negoro adalah mustaka tanah liatnya yang berada di atap masjid. Mustaka inilah yang tersisa dari bangunan ini ketika dibakar Belanda.

Masjid ini konon dibangun 1975 dan pernah digunakan Pangeran Diponegoro berdakwah hingga menyusun strategi melawan Belanda. Masjid ini juga pernah dibakar habis oleh kompeni.Masjid Dongkelan ini konon dibangun 1975 dan pernah digunakan Pangeran Diponegoro berdakwah hingga menyusun strategi melawan Belanda. Masjid ini juga pernah dibakar habis oleh kompeni. Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng

4. Masjid Babadan

Masjid Babadan dibangun pada tahun 1774 dengan arsitektur yang serupa dengan Masjid Pathok Negoro yang lain. Ruang utama masjid ini menggunakan konstruksi tajug dengan empat saka guru. Di bagian samping terdapat pawestren yang diperuntukkan khusus bagi jemaah wanita.

Masjid ini berfungsi sebagai KUA pada masanya. Pernah lenyap di era penjajahan Jepang dan dibangun kembali era Sri Sultan HB IX.Masjid Babadan ini berfungsi sebagai KUA pada masanya. Pernah lenyap di era penjajahan Jepang dan dibangun kembali era Sri Sultan HB IX. Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng

Pada tahun 1943, terjadi penggusuran oleh pemerintah Jepang dan membuat penduduk sekitar masjid berbondong-bondong membawa seluruh bangunan Masjid Babadan menuju ke daerah Kentungan yang disebut sebagai Babadan Baru. Kemudian pada tahun 1960, Masjid Babadan kembali dibangun di lokasi yang lama dengan nama Masjid Ad-Dorajat.

Itulah serba-serbi Masjid Pathok Negoro lengkap dari pengertian, sejarah, fungsi dan lokasinya. Semoga bermanfaat, Lur!




(par/ams)

Hide Ads