Massa buruh di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendorong kenaikan upah minimum provinsi menjadi Rp 4 juta. Mereka menuntut formula penghitungan UMP 2026 dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL) di lapangan bukan dengan PP 51 tahun 2023.
"Dari hasil survei kami, UMP/UMK DIY yang layak berada di sekitar Rp 4 juta, atau setidaknya UMK harus naik minimal 50 persen agar buruh tidak terus terjebak dalam kemiskinan struktural," ujar Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsyad Ade Irawan saat dihubungi, Selasa (25/11/2025).
"Ini bukan angka asal bicara, hal ini merupakan angka kebutuhan dasar, angka martabat manusia," tegas Irsyad.
Irsyad pun mendesak pemerintah membuat formula penghitungan UMP yang sesuai dengan KHL rill di lapangan.
"Upah bukan angka teknis, upah adalah soal kehidupan, soal masa depan keluarga buruh," tegas Irsyad.
Dia menyebut jika pemerintah masih menggunakan formula penghitungan PP nomor 51 Tahun 2023 untuk UMP 2026, maka kenaikan upah hanya kecil.
"Rumus itu sejak awal memang hanya menghasilkan kenaikan kecil, jauh di bawah kebutuhan hidup riil. Jadi kalau pemerintah kembali memakai formula itu, hasilnya pasti sama, upah minimum tidak pernah mencukupi kebutuhan hidup minimum pekerja," paparnya.
Irsyad menyebut jika formula itu kembali diterapkan maka kenaikan UMP dipastikan hanya beberapa persen saja. Apalagi, saat ini harga kebutuhan pokok naik.
"Itu berarti kenaikan mungkin hanya ratusan ribu. Dengan kondisi harga pangan, perumahan, dan transportasi yang terus meroket, kenaikan seperti itu tidak punya arti apa-apa bagi buruh," ungkapnya.
Sebelumnya, MBPI DIY sudah menyampaikan tuntutan kenaikan UMP 2026 Rp 4 juta dalam aksi di Tugu Jogja, Selasa (14/11) lalu. Tuntutan buruh itu pun mendapat respons dari perwakilan Pemda DIY yang mengaku bakal mengkaji permintaan buruh.
Asisten Sekretariat Daerah DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan Tri Saktiyana mengatakan tuntutan buruh itu menjadi salah satu pertimbangan. Meski begitu pihaknya juga bakal mengkaji pertimbangan lainnya.
"Akan menjadi bahan pertimbangan, tapi bukan satu-satunya pertimbangan ya. Kami dengan BPS dan sebagainya tentu nanti juga akan menghitung juga KHL-nya," ujar Tri usai audiensi dengan buruh.
Tri menjelaskan, dari tahun ke tahun, pemerintah pusat memberikan panduan cara menghitung UMP dengan mempertimbangkan dinamika dan perubahan-perubahan. Dia menambahkan, ada beberapa kondisi yang perlu diperhatikan dalam menghitung kenaikan UMP.
"Kami paham, walaupun kami sudah menaikkan secara persentase tinggi, namun karena awalnya sudah rendah jadi tidak nuntut dengan kenaikan (daerah) yang sudah (UMP-nya) terlanjur tinggi," ucap Tri.
"Termasuk juga kita menyeimbangkan antara kepentingan pengusaha dengan kepentingan buruh. Nanti iklim usahanya bisa turun," sambung dia.
(ams/aku)