Massa Buruh Geruduk Kantor Gubernur DIY, Minta UMP Naik 60%

Massa Buruh Geruduk Kantor Gubernur DIY, Minta UMP Naik 60%

Adji G Rinepta - detikJogja
Selasa, 14 Okt 2025 15:25 WIB
Aksi massa buruh di Tugu Jogja, Selasa (14/10/2025) siang
Aksi massa buruh di Tugu Jogja, Selasa (14/10/2025) siang. Foto: Adji Ganda Rinepta/detikJogja.
Jogja -

Massa buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menggeruduk kantor Gubernur DIY, Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, siang ini. Mereka meminta kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2026 hingga 60%.

Sebelum bergerak ke kantor Gubernur, massa buruh lebih dulu berkumpul dan berorasi di Tugu Jogja, sekitar pukul 11.00 WIB. Setelahnya, massa kemudian bergeser ke kantor Gubernur DIY, kemudian diterima audiensi dengan perwakilan Pemda DIY.

Ketua MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, mengatakan tuntutan kenaikan UMP 2026 sudah disesuaikan dengan angka kebutuhan hidup layak (KHL) di Jogja yang didapat dari hasil survei pihaknya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menurut kami, bahwa upah minimum Jogja selalu di bawah KHL berdasarkan survei yang kami lakukan," papar Irsad di sela Aksi di Tugu Jogja, Selasa (14/10/2025).

"Berkaitan dengan hasil survei yang sudah kami lakukan, yakni pada awal bulan Oktober sampai minggu lalu. Kami menemukan angka (ideal KHL), paling rendah Rp 3,6 juta. Kemudian tertinggi di Kota Jogja di angka sekitar Rp 4,5 juta nilai KHL nya," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Melihat besaran UMP DIY 2025 sebesar Rp 2,264,080, kenaikan upah yang dituntutkan buruh secara persentase menyentuh angka lebih dari 60%.

"(Menuntut UMP naik) Rp 3,6-4 jutaan, jadi kira-kira ya pukul aja itu di angka sekitar Rp 3,7 juta," ungkap Irsad.

"Dengan kenaikan upah minimum yang signifikan ini, bisa mempersempit kesenjangan ekonomi dan menaikkan daya beli buruh dan keluarganya. Sehingga angka kemiskinan bisa dikurangi," imbuhnya.

Asisten Sekretariat Daerah DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana, menjadi perwakilan Pemda DIY yang menerima massa buruh. Menurutnya ia memahami tuntutan buruh yang diselaraskan dengan KHL-nya.

"Kami bisa memahami logikanya, ketika KHL yang dihitung temen-temen buruh ada angkanya tertentu yang katakanlah lebih dari 50% yang dituntut," ungkapnya usai audiensi dengan buruh.

"Akan menjadi bahan pertimbangan, tapi bukan satu-satunya pertimbangan ya. Kami dengan BPS dan sebagainya tentu nanti juga akan menghitung juga KHL-nya," sambung Tri.

Kata Tri, dari tahun ke tahun, pemerintah pusat memberikan panduan cara menghitung UMP dengan mempertimbangkan dinamika dan perubahan-perubahan.

Namun menurutnya, yang harus dipahami buruh soal cara menghitung kenaikan UMP, ada beberapa kondisi yang perlu diperhatikan.

"Kami paham, walaupun kami sudah menaikkan secara persentase tinggi, namun karena awalnya sudah rendah jadi tidak nuntut dengan kenaikan (daerah) yang sudah (UMP-nya) terlanjur tinggi," ujar Tri.

"Termasuk juga kita menyeimbangkan antara kepentingan pengusaha dengan kepentingan buruh. Nanti iklim usahanya bisa turun," pungkasnya.




(apl/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads