Buruh DIY Minta UMP Naik Jadi Rp 4 Juta, Tolak Formula PP 51/2023

Buruh DIY Minta UMP Naik Jadi Rp 4 Juta, Tolak Formula PP 51/2023

Adji G Rinepta - detikJogja
Selasa, 25 Nov 2025 16:50 WIB
Aksi massa buruh di Tugu Jogja, Selasa (14/10/2025) siang
Aksi massa buruh di Tugu Jogja, Selasa (14/10/2025) siang. Foto: dok. detikJogja.
Jogja -

Massa buruh di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendorong kenaikan upah minimum provinsi menjadi Rp 4 juta. Mereka menuntut formula penghitungan UMP 2026 dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL) di lapangan bukan dengan PP 51 tahun 2023.

"Dari hasil survei kami, UMP/UMK DIY yang layak berada di sekitar Rp 4 juta, atau setidaknya UMK harus naik minimal 50 persen agar buruh tidak terus terjebak dalam kemiskinan struktural," ujar Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsyad Ade Irawan saat dihubungi, Selasa (25/11/2025).

"Ini bukan angka asal bicara, hal ini merupakan angka kebutuhan dasar, angka martabat manusia," tegas Irsyad.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Irsyad pun mendesak pemerintah membuat formula penghitungan UMP yang sesuai dengan KHL rill di lapangan.

ADVERTISEMENT

"Upah bukan angka teknis, upah adalah soal kehidupan, soal masa depan keluarga buruh," tegas Irsyad.

Dia menyebut jika pemerintah masih menggunakan formula penghitungan PP nomor 51 Tahun 2023 untuk UMP 2026, maka kenaikan upah hanya kecil.

"Rumus itu sejak awal memang hanya menghasilkan kenaikan kecil, jauh di bawah kebutuhan hidup riil. Jadi kalau pemerintah kembali memakai formula itu, hasilnya pasti sama, upah minimum tidak pernah mencukupi kebutuhan hidup minimum pekerja," paparnya.

Irsyad menyebut jika formula itu kembali diterapkan maka kenaikan UMP dipastikan hanya beberapa persen saja. Apalagi, saat ini harga kebutuhan pokok naik.

"Itu berarti kenaikan mungkin hanya ratusan ribu. Dengan kondisi harga pangan, perumahan, dan transportasi yang terus meroket, kenaikan seperti itu tidak punya arti apa-apa bagi buruh," ungkapnya.

Sebelumnya, MBPI DIY sudah menyampaikan tuntutan kenaikan UMP 2026 Rp 4 juta dalam aksi di Tugu Jogja, Selasa (14/11) lalu. Tuntutan buruh itu pun mendapat respons dari perwakilan Pemda DIY yang mengaku bakal mengkaji permintaan buruh.

Asisten Sekretariat Daerah DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan Tri Saktiyana mengatakan tuntutan buruh itu menjadi salah satu pertimbangan. Meski begitu pihaknya juga bakal mengkaji pertimbangan lainnya.

"Akan menjadi bahan pertimbangan, tapi bukan satu-satunya pertimbangan ya. Kami dengan BPS dan sebagainya tentu nanti juga akan menghitung juga KHL-nya," ujar Tri usai audiensi dengan buruh.

Tri menjelaskan, dari tahun ke tahun, pemerintah pusat memberikan panduan cara menghitung UMP dengan mempertimbangkan dinamika dan perubahan-perubahan. Dia menambahkan, ada beberapa kondisi yang perlu diperhatikan dalam menghitung kenaikan UMP.

"Kami paham, walaupun kami sudah menaikkan secara persentase tinggi, namun karena awalnya sudah rendah jadi tidak nuntut dengan kenaikan (daerah) yang sudah (UMP-nya) terlanjur tinggi," ucap Tri.

"Termasuk juga kita menyeimbangkan antara kepentingan pengusaha dengan kepentingan buruh. Nanti iklim usahanya bisa turun," sambung dia.

Bocoran Formula Penghitungan UMP dari Pengusaha

Diberitakan detikFinance, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani buka suara soal pengumuman upah minimum provinsi (UMP) yang saat ini masih disusun pemerintah. Pengumuman kenaikan UMP sendiri mundur dari jadwal seharusnya, yakni tanggal 21 November 2025 karena masih disusunnya regulasi.

Shinta mengatakan pihaknya akan mengeluarkan statemen resmi terkait UMP pada Selasa (25/11). APINDO masih menunggu pemerintah memutuskan formulasi kenaikan UMP yang bakal tercantum pada Peraturan Pemerintah (PP) baru.

"Jadi kan sekarang ini kan kita menunggu juga dari pemerintah untuk putusan formulasinya di PP nya. Tapi besok kita akan keluarkan (pernyataan resmi)" ujarnya saat ditemui di Universitas Indonesia, Senin (24/11/2025).

Menurut Shinta, formulasi yang akan dipakai ke depannya bakal sama dengan PP Nomor 51 Tahun 2023 Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Namun, akan ada perbedaan pada alphanya.

Shinta juga tak menampik masih ada perbedaan antara kalangan pengusaha dan serikat pekerja terkait usulan kenaikan UMP. Dalam hal ini maka pemerintah lah yang akan mengambil keputusan.

"Formulasinya kan mengikuti PP 51, cuma koefisiennya kan, jadi sekarang perbedaan di koefisiennya. Yang kita inginkan dan apa yang diinginkan buruh kan ada perbedaan. Jadi nanti pemerintah yang mutusin," terang dia.

Halaman 3 dari 2
(ams/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads