Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani, menemui Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kompleks Kepatihan Kota Jogja, hari ini. Pertemuan ini menindaklanjuti kunjungan Sultan dan 17 gubernur ke Kemenkeu pekan lalu.
Pertemuan 18 gubernur dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa itu membahas soal pemotongan transfer ke daerah (TKD) oleh Kemenkeu. Askolani menyampaikan, pertemuan dengan Sultan lebih membahas ke detail-detail kebijakan ini.
"Tadi menindaklanjuti minggu lalu Pak Gubernur DIY diskusi dengan Pak Menkeu mengenai kebijakan fiskal pusat-daerah 2026," ujar Askolani usai pertemuan di Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Selasa (14/10/2025).
Askolani mengatakan, kebijakan pengurangan TKD ini telah diatur dalam Undang-Undang APBN. Sehingga mau tidak mau Pemda harus memutar otak mengolah dana yang ada.
Untuk itu, menurutnya, pertemuan dengan Sultan lebih membahas soal kebijakan-kebijakan apa yang bisa dikolaborasikan antara Pemda dan Pemerintah Pusat, yang tentu bisa tetap mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Bukan pengurangan, tapi kebijakan yang sudah ada itu kita jalankan, yang sudah ditetapkan di Undang-Undang APBN 2006. Dan ini kan berlaku untuk semua daerah, ya," ungkap Askolani.
"Apa sebenarnya langkah lain yang bisa dilakukan sama-sama untuk kemudian bisa membangun daerah, dan program tetap juga dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dari pemerintah yang telah diputuskan. Dan tentunya kami juga sampaikan bagaimana pendekatan-pendekatan ekonomi lain yang bisa dilakukan," paparnya.
Sementara, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) DIY, Wiyos Santoso menegaskan dalam pertemuan dengan Menkeu pekan lalu, Sultan tidak mempermasalahkan pengurangan TKD. Menurutnya, Sultan lebih menekankan pada skema baru soal penerimaan pajak kendaraan.
"Pajak itu mendasarkan pada potensi kendaraan itu ada, yang berasal dari mana (daerahnya). Sehingga Sleman, ya, nanti itu yang dapat bagian adalah Sleman. Otomatis kulon Progo dan Gunung Kidul itu pendapatan dari pajak kendaraan bermotor itu turun," ujar Wiyos.
"Nah, kalau di Undang-Undang yang dulu, itu ada klausul ada bagian yang untuk pemerataan, jadi untuk mengurangi ketimpangan wilayah antarkabupaten. Tapi di Undang-Undang yang baru itu tidak ada. Itu yang disampaikan Pak Gubernur pada saat di Kementerian Keuangan," imbuhnya.
Dalam pertemuan itu, kata Wiyos, lebih membahas soal skema lain untuk mengatasi ketimpangan pendapatan pajak daerah. Pasalnya, kebijakan pengurangan TKD sudah tidak mungkin dinego lantaran sudah menjadi amanat undang-undang.
"Kalau Gubernur yang lain mempersoalkan kurang, dan minta tambahan. Tapi kalau di kita masalah itu saja, karena itu yang paling terasa di kita, karena yang diterima Kulon Progo dan Gunung Kidul itu menurunnya cukup (drastis), dan masih dipotong dana transfer dari pusat," paparnya.
"Tadi disampaikan dengan mekanisme hibah dari kabupaten yang lebih besar, itu ada hibah ke kabupaten yang kurang, otomatis, ya akan ada penyeimbang dan itu untuk mengurangi ketimpangan antarwilayah," lanjut Wiyos.
Walaupun dana TKD dipangkas, Wiyos bilang, sebenarnya masih ada sumber dana lain dari pusat yang diberikan ke daerah. Meski tidak dalam bentuk dana namun dalam bentuk kebijakan yang didanai pusat.
"Kayak kemarin, dapat jembatan Pandan Simo, itu kan bukan anggaran yang masuk di kita, tapi kan langsung dari pusat. Jadi selain dana transfer itu, masih ada dana-dana yang sebetulnya masih bisa kita harapkan untuk masuk ke Jogja," pungkasnya.
Sebelumnya, dikutip dari detikFinance, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa didatangi kepala daerah yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), Selasa (7/10). Tercatat sebanyak 18 gubernur hadir langsung termasuk Gubernur DIY, 15 daerah diwakili dan 5 daerah tidak hadir.
Simak Video "Video: Prosesi Langka Jejak Banon di Jogja, Cuma Ada Tiap 8 Tahun!"
(aku/alg)