Petani di Banjarharjo, Kulon Progo, hingga kini masih setia menanam tanaman kentang jembut. Salah satu kelompok tani di Kota Jogja ternyata juga pernah mencoba menanam komoditas ini.
Tanaman ini pernah dibudidayakan oleh Sadiran, ketua Kelompok Tani Ngremboko, Kricak, Tegalrejo, Kota Jogja, pada 2020 lalu. Tanaman ini ia boyong dari tempat asalnya di Kulon Progo.
"Itu mengawalinya, kan kampung saya di Kulon Progo, dari zaman saya kecil itu sudah ada. Terus saya pas pulang lihat, ternyata daunnya bagus rimbun, terus saya coba di rumah," jelasnya saat ditemui detikJogja di kebun Kelompok Tani Ngremboko, Jumat (19/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Daunnya seperti tanaman mint itu, tapi batangnya agak besar. Kentangnya ada di dalam tanah, pala pendem," sambung Sadiran.
Kata Sadiran, budidaya Kentang Jembut sangat mudah dengan metode stek batang. Ia pun mencoba menanamnya dengan polibag di kebun, dan hasilnya memang tumbuh subur.
"Gampang banget itu tumbuhnya. Itu hanya ditanam seperti ketela pohon, dipotong batangnya, terus ditancapkan. Itu saya coba tanam di polibag, bisa bagus," papar Sadiran.
"Di awal tumbuhnya dia suka air, karena gampang lemes. Tapi ketika sudah di atas 4-5 bulan pas akarnya sudah panjang, itu dia akan bertahan. Tapi kalau ditanam di pot, dia harus terus disiram," imbuhnya.
Namun, lanjut Sadiran, lama-lama kentang Jembut mulai dilupakan oleh kelompok taninya. Pasalnya, untuk sampai siap dipanen membutuhkan waktu yang sangat lama. Terlebih, kelompok taninya lebih memilih menanam tanaman kebutuhan sehari-hari.
![]() |
"Tetapi itu lama, 8-9 bulan itu umbinya baru muncul. Sampai setahun, sampai pohonnya mati baru kentang klecinya bagus. Kalau sering dipotong batangnya untuk dikembangbiakkan itu semakin lama lagi muncul umbinya," urai Sadiran.
"Sehingga kalau kita orang bisnis, untuk perputaran usaha di kota, nggak bisa. Karena harus beli media tanam, harus pakai pot planter bag. Sedangkan kelompok tani harus menjual, kalau mencari hasil lama," lanjutnya.
Dengan ukuran umbi yang kecil dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk panen, menurut Sadiran, Kentang Jembut bukan hasil tani yang menguntungkan dalam bisnis. Apalagi di kawasan kota yang minim lahan.
Ia bilang, petani di desa pun tidak menjadikan Kentang Jembut sebagai tanaman utama. Meski memiliki lahan yang luas, para petani lebih memilih menjadikan Kentang Jembut sebagai tanaman sampingan.
"Kalau di lahan desa nggak masalah karena luas, bisa sambil tanam lainnya. Dia kalau nggak ada sampingan lainnya rugi," ungkap Sadiran.
Bahkan kini, menurut Sadiran, sudah tidak ada yang menanam kentang Jembut di kampungnya. Selain karena lama masa tunggu panennya, ukuran yang kecil dan harga yang murah menjadi faktor utamanya.
"Sekarang sudah nggak (petani tidak tanam kentang jembut). Di kampung itu nggak laku, karena dijual biasanya cuma untuk campuran sayur," terang Sadiran.
"Itu bisa banyak, tapi kecil-kecil. Itu satu pohon bisa 200-300 gram sekali panen. Sudah lama panennya, dijual uangnya nggak seberapa, kalau di desa Rp 6-7 ribu per kilo," pungkasnya.
(ahr/dil)
Komentar Terbanyak
Aktivis Jogja Muhammad Fakhrurrazi alias Paul Ditangkap Polda Jatim
Istri Diplomat Arya Daru Muncul ke Publik, Serukan Ini ke Presiden dan Kapolri
Sentil MBG, Sultan HB X Cerita Pengalaman Dapur Umum Erupsi Merapi